Salin Artikel

Panggung Krapyak, Tempat Sultan Berburu Menjangan Sambil Bercengkrama

KOMPAS.com - Panggung Krapyak merupakan sebuah bangunan cagar budaya yang kerap menyita perhatian masyarakat yang baru pernah melewatinya.

Panggung Krapyak sendiri terletak di Jalan Kh. Ali Maksum, Krapyak Kulon, Panggungharjo, Sewon, Kota Yogyakarta.

Bangunan Panggung Krapyak yang juga dikenal dengan sebutan Kandang Menjangan ini adalah sebuah bangunan bersejarah berbentuk ruangan menyerupai kubus.

Panggung Krapyak berukuran cukup besar dengan panjang 17,6 meter, lebar 15 meter, dan tinggi 10 meter.

Dindingnya terbuat dari batu bata merah yang dilapisi semen dengan sebuah pintu dan dua buah jendela pada tiap sisinya.

Bangunan Panggung Krapyak terdiri dari dua lantai, di mana lantai bagian bawah terbagi menjadi empat ruangan yang dihubungkan oleh sebuah lorong.

Sementara lantai atas yang menjadi atapnya merupakan tempat terbuka yang dibatasi oleh pagar di keempat sisinya.

Nama Panggung Krapyak berasal dari istilah setempat yaitu “ngrapyak” yang berarti berburu.

Di masa lalu fungsi Panggung Krapyak adalah tempat untuk mengamati gerak-gerik binatang buruan di hutan yang berada di sebelah selatan bangunan ini.

Konon wilayah Krapyak dahulu adalah sebuah hutan yang menjadi habitat berbagai satwa salah satunya rusa atau menjangan yang biasa dijadikan hewan buruan.

Mulanya Prabu Hanyokrowati putra Panembahan Senopati dari keluarga kerajaan Mataram Islam adalah salah satu sosok yang sangat gemar berburu di tempat ini.

Kemudian pada sekitar tahun 1760, Sri Sultan Hamengkubuwono I yang memiliki kegemaran berburu yang sama dengan Prabu Hanyokrowati pun membangun Panggung Krapyak.

Dari lantai atas, Sultan dapat melihat dan mengamati prajurit dan kerabatnya ketika berburu menjangan (rusa) dan juga berlindung dari serangan binatang buas.

Oleh karena itu, masyarakat sekitar sering menyebut Panggung Krapyak dengan istilah Kandang Menjangan.

Selain sebagai panggung untuk Sultan untuk mengamati para kerabat dan prajurit berburu rusa, panggung ini juga menjadi jadi sebagai tempat untuk bercengkrama.

Pada masa penjajahan, beberapa orang menduga jika Panggung Krapyak juga digunakan oleh prajurit Mataram sebagai pos pertahanan.

Konon dari tempat ini gerakan musuh bisa dipantau sehingga bisa memberikan peringatan kepada Keraton jika terlihat datangnya bahaya dari arah selatan.

Menariknya, bangunan ini terletak pada garis imajiner kota Yogyakarta yaitu dari Gunung Merapi, Tugu Jogja, Keraton Yogyakarta, Panggung Krapyak, dan Pantai Selatan.

Sementara dari sisi simbolis dan filosofis, Panggung Krapyak disebut mempunyai makna sebagai awal manusia dilahirkan dari rahim ibu.

Hal ini terlihat dari bentuk Panggung Krapyak yang terlihat seperti bentuk yoni, sedangkan Tugu Golong-Gilig sebagai lingganya.

Karena nilai sejarahnya, bangunan ini pun telah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui SK PM.89/PW.007/MKP/2011 pada 17 Oktober 2011.

Sumber:
pariwisata.jogjakota.go.id
cagarbudaya.kemdikbud.go.id
bantulpedia.bantulkab.go.id

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/07/23/103228478/panggung-krapyak-tempat-sultan-berburu-menjangan-sambil-bercengkrama

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke