Salin Artikel

Pangat Jalan Kaki dari Lumajang ke Jakarta untuk Temui Presiden Jokowi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pangat (52) asal Sumberwuluh, Kabupaten Lumajang, nekat berjalan kaki dari Lumajang menuju Jakarta.

Aksi jalan kaki ia lakukan karena dia merasa aspirasinya dan warga Sumberwuluh yang terdampak erupsi Gunung Semeru tidak didengar oleh pemerintah kabupaten setempat.

Misinya berjalan kaki dari Lumajang ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo menyalurkan aspirasi langsung karena ia merasa aspirasinya tak digubris oleh Pemerintah Kabupaten Lumajang.

Pangat menuturkan, pada Desember 2021, Gunung Semeru mengalami erupsi dan berdampak ke rumah warga karena aliran lahar di Sungai Regoyo tertutup oleh tanggul yang dibangun oleh penambang di Lumajang.

Pangat berjalan menggunakan kaos, sandal jepit, dan menggendong ransel berisi bekal makanan saat jalan kaki.

Dia berangkat dari Lumajang pada Selasa (21/6/2022) lalu pukul 02.30 WIB.

Saat berangkat dari Lumajang, ia ditemani oleh satu orang kawannya bernama Masbud, menyusuri rute Probolinggo, Pasuruan, Sidoarjo Surabaya, Krian, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Solo dan akhirnya singgah di Yogyakarta.

Ia mengaku nekat jalan kaki dari Lumajang ke Jakarta karena keputusasaan, selama ini aspiras warga tidak ditindak lanjuti oleh pemerintah kabupaten setempat.

"Kalau saya kepikiran jalan kaki karena putus asa, karena saya menuntut keadilan di daerah kami di Pemerintahan Lumajang itu enggak ada tanggapan sama sekali. Jadi, untuk itu saya putus asa lebih baik saya mau jalan kaki ke langsung ke presiden," kata Pangat, saat ditemui di Tugu Pal Putih, Kota Yogyakarta, pada Rabu (29/6/2022).

Ia bercerita yang mendasari dia nekat jalan kaki ke Jakarta adalah pada Desember 2021 lalu terjadi erupsi Gunung Semeru.

Lahar dingin dari erupsi tersebut melalui Sungai Regoyo, karena ada tanggul yang dibangun secara melintang lahar dingin luber ke rumah-rumah warga hingga merusak pemukiman warga.

Selain bersama rekannya Masbud, saat sampai di Yogyakarta, satu rekannya Nurkholik menyusul untuk menemani berjalan kaki dari Yogyakarta menuju Jakarta.

Selama perjalanan dari Lumajang ke Yogyakarta, Pangat mengalami berbagai macam rintangan, seperti kaki merasa panas, keram hingga merasa sakit pada bagian kaki.

Saat hujan, Pangat dan Masbud berteduh di teras-teras toko.

Usia yang tak lagi muda tak menyurutkan semangat Pangat saat berjalan demi dapat menyampaikan keluhan ke Presiden Jokowi secara langsung.

"Kadang-kadang ya sakit kaki ini. Ya panas, keram juga. Jalan kaki cuma pakai sandal jepit, celana pendek. Hujan berteduh. Di Madiun sempat bernaung di teras toko. Masbud menemani dari Lumajang, lalu Nurkholik nyusul saat di Yogyakarta," kata dia.


Pangat yang sehari-hari bekerja sebagai petani kopi ini saat malam tidur di lantai mushala. Terkadang, jika di sebuah kota memiliki kerabat, ia mampir untuk beristirahat sejenak.

"Kalau tidur kadang-kadang ya ada di mushala, kadang ada saudara yang di Kertosono itu sempat singgah numpang istirahat sambil mandi-mandi. Lalu jalan lagi," kata dia.

Tak banyak bekal yang dibawa olehnya, bekal makanan dan minuman ia perkirakan hanya bisa sampai di Yogyakarta.

Setelahnya ia hanya bisa berharap bantuan dari warga atau rekan-rekannya.

"Saya keluar dari rumah ya bawalah bekal untuk persiapan ya kayak makan, minum memang saya bekal cuma enggak banyak. Cukup untuk di Yogya saja," ujar dia.

Jika perjalanan lancar tak ada halangan, ia menargetkan sampai di Ibu Kota 6 hari ke depan.

"Mungkin kalau tidak ada halangan hujan, kita kaki enggak sakit, mungkin 6 hari lagi sudah sampai Jakarta," ujar dia.

Ingin bertemu Jokowi

Pangat berharap saat sampai di Jakarta ia bisa bertemu dengan presiden dan menyampaikan aspirasinya langsung dan dapat ditindaklanjuti.

Salah satu rekannya, Nurkholik yang juga Ketua Paguyuban Peduli Semeru mengatakan, tanggul dibangun melintang sepanjang sungai dengan tinggi yang sama dengan tanggul pengaman.

"Jadi kalau ini (aliran sungai) tidak kuat menahan ini akan jebol ke pemukiman. Melintang menutup aliran sungai. Tujuan untuk memudahkan mereka ambil pasir dan juga agar tidak bercampur dengan batu-batu besar pasirnya itu. Tingginya kisaran 4 sampai 5 meter," ujar dia.

Akibatnya, saat Gunung Semeru Erupsi aliran lahar dingin tidak dapat mengalir ke sungai justru meluber ke pemukiman warga.

"Saat erupsi itu aliran lava itu tidak mengalir di sungai jadi lava itu lebih memilih meluber ke samping dan menimbun kampung kami atau dusun kami," kata dia.

Sebelum ada tanggul yang dibangun oleh para penambang kejadian ini belum pernah dialami warga.


Ia mencontohkan pada tahun 1994 saat tidak ada kegiatan penambangan rumah warga tetap aman tidak terkena dampak.

"Seperti contohnya tahun 1994 itu kan enggak ada kegiatan pertambangan. Jadi, erupsi itu langsung mengarah ke laut begitu dan hal itu sekali lagi saya tegaskan pada 23 Februari 2021 artinya jauh sebelum erupsi kami sudah melaporkan ke Pemkab dan juga pihak terkait," kata dia.

Akibat terjangan lahar dingin itu memakan korban jiwa seperti di Desa Sumberwulu, Dusun Kamarkajang, 3 orang, Kebonagung 5 orang, dan kampung renteng 11 orang ditambah 3 orang di Kajarkuning.

Saat erupsi, pasir menerjang masuk dan mengakibatkan rumahnya terendam dan saat ini tertimbun material seperti pasir dan batu besar.

"Rumah kami itu tenggelam seperti rumah Pak Pangat Misalnya ini sudah hancur dan baru bisa ditempati baru-baru ini karena beliau renovasi. Jadi, hancur Dusun Kamarkajang, hancur," ujar dia.

Bupati Lumajang Thoriqul Haq mempersilakan warganya untuk menemui Presiden Joko Widodo dengan berjalan kaki.

Menurutnya, hal itu adalah bagian dari kebebasan menyampaikan pendapat.
Seperti diketahui, sebanyak tiga orang warga Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, nekat berjalan kaki dari Lumajang ke Jakarta untuk bertemu Presiden Joko Widodo.

Aksi jalan kaki yang dilakukan Pangat (52), Nur Kholik (41), dan Masbud (36), itu dilatarbelakangi oleh masalah pertambangan pasir di Desa Sumberwuluh.

Mereka menganggap ada human error dan perusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan pasir.

Hal itu disebut sebagai penyebab desanya terpendam material pasir saat Gunung Semeru erupsi pada awal Desember 2021.

Dia meragukan argumentasi warganya yang menyebut bahwa dampak erupsi Gunung Semeru yang terjadi pada awal Desember 2021 diperparah oleh aktivitas tambang.

Thoriq menyebut, material vulkanik yang keluar dari kawah Gunung Semeru sangat banyak sehingga menyebabkan permukiman warga di Dusun Kamar Kajang, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, tertimbun.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/06/29/155200878/pangat-jalan-kaki-dari-lumajang-ke-jakarta-untuk-temui-presiden-jokowi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke