Salin Artikel

Lika liku Penderes Nira di Kulon Progo, Ogah Gunakan Alat hingga Risiko Tinggi

KULON PROGO, KOMPAS.com –Alat memanjat pohon kelapa teronggok di pelataran samping rumah Saifudin pada Pedukuhan Anjir, Kalurahan Hargorejo, Kapanewon Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pamong desa Hargorejo ini penderes yang sudah memanjat kelapa sejak remaja.

Ia mengaku belum pernah menggunakan alat keselamatan sekalipun punya alat dari bahan besi beton dan pelat setinggi dadanya.

“Kami memang diberi cuma-cuma, terima kasih. Tapi kami memang belum pernah pakai,” kata Saifudin di rumahnya, Selasa (28/6/2022).

Alat memanjat ini bantuan pemerintah sekitar lima tahun lalu. Kondisinya masih utuh, kokoh dan cat merahnya belum pudar.

Hanya sedikit berdebu karena diletakkan di tempat penyimpanan barang, tidak berkarat dan aman dari hujan maupun sinar matahari.

Saifudin mengingat bagaimana 15-an penderes Anjir menerima bantuan pemerintah ini. Tidak hanya itu, penyadap dari pedukuhan lain di desanya juga menerima bantuan serupa.

Namun, ia meyakini alat itu tidak dipakai oleh para penderes. Pasalnya, alat terasa berat dan ribet, baik ketika dijinjing, saat dipakai, saat memanjat, termasuk membawanya ke sana ke mari.

Pemakaian rangka besi itu dirasa membuat tidak efisien.

“Kalau soal keamanan ya pasti (penderes jadi lebih) aman, tapi waktu yang digunakan untuk memakai alat itu saja sama dengan waktu turun naik pohon kelapa,” kata Saifudin.

Saifudin masih menyadap lima hingga sembilan pohon kelapa setiap hari. Tidak libur. Rata-rata tingginya 10 meter satu pohon.

“Hasilnya 1-1,5 kilogram gula kelapa tiap hari,” kata Saifudin.

Ia menyadari risiko sebagai penderes. Namun, sebagai penyadap tetap akan berhati-hati saat memanjat tanpa alat keselamatan. Hal ini karena produksi nira bisa berlangsung lebih efektif dan efisien.

Ribuan petani

Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kulon Progo melaporkan Kapanewon (kecamatan) Kokap penghasil gula kelapa terbesar di kabupaten ini. Produksi gula kelapa mencapai 60.171 ton di 2020.

Gula diperoleh dari lebih dari 2.100 tanaman menghasilkan untuk mendapatkan nira lalu diolah menjadi gula. Lebih dari 10.500 orang menggantungkan hidup dalam usaha menghasilkan gula kelapa ini.

Sebagai salah satu andalan, risiko juga besar. DPP punya jalan keluar untuk meminimalkan risiko kecelakaan kerja itu lewat penanaman 2.000 batang varietas genjah entok. Percontohannya berlangsung di Kalurahan Hargowilis, Kokap sejak 2020.

Pohon kelapa ini punya karakter batang lebih pendek dan dalam hal menghasilkan nira tidak kalah dengan banyaknya dengan varietas yang sudah ada.

Kepala Bidang Perkebunan DPP Kulon Progo, Heni Hernawati mengungkapkan, upaya ini bisa meminimalkan risiko tapi sekaligus mendorong regenerasi penderes.

“Meminimalkan risiko. Karena pohon yang sekarang pohon ada banyak puluhan meter,” kata Heni.

Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kulon Progo, mencatat sudah ada 12 permohonan santunan bagi penderes yang jatuh dari pohon di Kulon Progo.

Permohonan itu diajukan keluarga penderes sepanjang satu semester di 2022 ini.

“Terdapat 12 orang sampai hari ini. Ini berdasar surat (permohonan) yang masuk,” kata Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Dinsos, Wahyu Budiarto.

Pemerintah menyediakan pengaman berupa santunan bagi para penderes. Nilainya Rp 15 juta bagi penderes yang mengalami lumpuh dan cacat tetap akibat pekerjaannya itu, Rp 5 juta bagi penderes yang meninggal dunia dan luka ringan – sedang.

Santunan diperoleh dari pos Belanja Tidak Terduga APBD setiap tahun ada. Santunan disediakan sebanyak Rp 315 juta.

“Pengajuan santunan melalui pemerintah kalurahan. Kami biasanya proses di akhir bulan,” kata Wahyu.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/06/29/051500578/lika-liku-penderes-nira-di-kulon-progo-ogah-gunakan-alat-hingga-risiko

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com