Salin Artikel

5 Fakta Plengkung Gading dan Alasan Mengapa Sultan Yogyakarta Dilarang Melintas

KOMPAS.com - Plengkung Gading merupakan salah satu bangunan bersejarah di sekitar Keraton Yogyakarta yang kerap dilewati oleh wisatawan.

Lokasi Plengkung Gading terletak di sebelah selatan Keraton Yogyakarta, atau sekitar 300 meter jika ditempuh dari alun-alun kidul.

Plengkung Gading tidak hanya menjadi gerbang yang harus dilewati sebelum masuk dan keluar dari kawasan Jeron Beteng di sekitar Keraton Yogyakarta.

Namun bangunan plengkung atau gapura ini juga menyimpan beberapa fakta menarik yang bisa disimak oleh wisatawan yang akan melewatinya.

1. Dibangun pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I

Dilansir dari Tribunnews Wiki, Plengkung Nirbaya dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I atau Pangeran Mangkubumi.

Plengkung Gading ini menjadi bagian dari Benteng Baluwerti Keraton Yogyakarta yang dibangun pada 1782 Masehi.

2. Nama lain Plengkung Gading

Tak banyak yang tahu jika nama Plengkung Gading sebenarnya adalah Plengkung Nirbaya, yang berasal dari kata "nir" yang artinya tidak ada, dan kata "baya" yang berarti bahaya.

Secara filosofi, keberadaan plengkung ini memberi arti bahwa tidak adanya bahaya yang mengancam.

Dilansir dari laman Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, Plengkung Gading adalah nama yang diambil dari lokasi di mana plengkung atau gerbang ini didirikan, yaitu di daerah Gading.

Sementara menurut laman Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, istilah Gading berasal dari warna pintu tersebut yang memiliki warna putih atau Gading.

3. Larangan melintasi Plengkung Gading untuk Sultan Yogyakarta yang masih bertahta

Wisatawan kerap mendengar cerita tentang larangan melintasi Plengkung Gading bagi Sultan Yogyakarta yang masih duduk di atas tahtanya.

Dilansir dari Tribunnews Wiki, konon sejak masa pemerintahan Sultan HB I memang terdapat larangan melintas di Plengkung Gading bagi raja atau sultan yang masih hidup dan menduduki tahtanya.

Hal ini karena berawal dari tradisi pada masa kerajaan Mataram, di mana Plengkung Nirbaya digunakan sebagai pintu keluar ketika ada raja atau sultan yang mangkat atau wafat.

Hingga saat ini, Plengkung Gading atau Plengkung Nirbaya menjadi satu-satunya pintu keluar bagi jenazah raja sebelum dimakamkan di Makam Raja-raja di Imogiri, Bantul.

Karena itu, raja atau sultan yang masih hidup dan menduduki tahta tidak diperkenankan untuk melewati Plengkung Nirbaya atau Plengkung Gading ini.

4. Terdapat menara sirine yang berbunyi pada dua momen khusus

Di dekat kawasan Plengkung Gading terdapat menara sirine atau gaun yang berlokasi di Jalan Patehan Kidul Nomor 04, Kelurahan Patehan, Kemantren Kraton, Kota Yogyakarta.

Gauk yang sudah ada sejak 1949 dulunya merupakan penanda bahaya serangan udara zaman penjajahan Belanda.

Kini gauk Plengkung Gading hanya digunakan hanya dua momen khusus saja.

Sirine pertama dari gauk Plengkung Gading akan berbunyi pada 17 Agustus untuk mengingat detik-detik proklamasi .

Selanjutnya sirine kedua gauk Plengkung Gading juga akan berbunyi pada saat bulan Ramadhan menjelang berbuka puasa.

Bunyi sirine yang khas ini menjadi keunikan tersendiri dari kawasan Plengkung Gading.

5. Jadi spot foto favorit wisatawan

Saat ini Plengkung Gading menjadi salah satu spot berfoto favorit yang kerap dikunjungi wisatawan.

Walau wisatawan yang datang tidak lagi bisa naik ke bagian atas Plengkung Gading, namun pengunjung masih dapat berfoto di sekitar pelataran yang ada di sisi tangga yang berada di sebelah barat dan timur plengkung.

Plengkung Gading diketahui menjadi spot foto menarik dan terbuka setiap hari untuk umum.

Selain bentuk bangunan yang menarik, wisatawan juga tidak dikenakan tiket masuk atau gratis jika pengunjung hendak berfoto di Plengkung Gading.

Walau begitu, wisatawan tetap dihimbau untuk menjaga sopan santun dan ketertiban ketika berada di situs bersejarah Keraton Yogyakarta ini.

Sumber: visitingjogja.jogjaprov.go.id,pariwisata.jogjakota.go.id, jogja.tribunnews.com, tribunnewswiki.com

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/06/20/192043478/5-fakta-plengkung-gading-dan-alasan-mengapa-sultan-yogyakarta-dilarang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke