Salin Artikel

Anak-anak Difabel Intelektual di Yogya Ikut Sosialisasi Pemilu, Suaranya Rawan Dimanfaatkan

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Yogyakarta menggelar sosialiasi Pemilu kepada para difabel di Sekolah Luar Biasa (SLB) Giwangan Kota Yogyakarta.

Dalam sosialisasi ini Kesbangpol Kota Yogyakarta menggandeng pusat layanan difabel untuk menjadi narasumber.

Sosialisasi menyasar anak-anak difabel intelektual. Mereka berkumpul di aula sekolah sejak pukul 08.00 WIB. Mereka terlihat antisuas dalam mengikuti sosialiasi ini.

Para siswa duduk dengan membentuk huruf U denganmemperhatikan narasumber yang berbicara di depannya. Suasana cair, tak seperti sosialisasi pada umumnya.

Awalnya anak-anak difabel itu dikenalkan kepada Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang menjabat.

Beberapa dari mereka ada yang mengenalinya dan beberapa terlihat kebingungan melihat foto Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.

Setelah pengenalan presiden dan wakil presiden, mereka mulai dikenalkan dengan tiruan surat suara yang memuat logo-logo partai politik dan dua foto pasangan presiden dan wakil yang ikut berkontestasi pada Pemilu 2019 lalu.

Saat melihat logo-logo partai politik mereka nampak kebingungan, mereka hanya mengetahui beberapa partai politik. Beberapa guru membimbing mereka untuk membaca tulisan-tulisan yang ada di tiap logo partai politik.

Difabel terabaikan

Sosialiasi ini penting bagi para difabel. Sebab, difabel menjadi kelompok yang seringkali terabaikan dalam perhelatan politik.

Padahal, Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 telah menjamin secara jelas hak-hak politik bagi penyandang disabilitas, termasuk salah satunya adalah memperoleh pendidikan politik. Ini tercantum di dalam Pasal 13 huruf F dari produk hukum itu.

Narasumber Sosialisasi Astri Hanjarwati menyampaikan bahwa sosialisasi ini termasuk dalam pendidikan politik bagi para difabel. Kegiatan ini sudah dilakukan sebanyak 3 kali pertama menyasar difabel tuli, difabel netra, dan sekarang difabel intelektual.

"Dari undang-undang difabel memiliki hak yang sama seperti kita yang non difabel dalam menyalurkan suaranya di Pemilu," katanya ditemui di SLB Giwangan, Kota Yogyakarta, Kamis (16/6/2022).

Lanjut Astri, di Kota Yogyakarta memiliki tingkat partisipasi politik difabel paling tinggi di Indonesia tetapi masih belum bisa mencapai angka 100 persen.

Pada tahun 2024 mendatang hajatan Pemilu di Indonesia digelar cukup besar karena warga harus memilih wali kota, DPD, DPRD, DPR RI, dan presiden.

"Perlu ada pelibatan partisipasi politik untuk meningkatkan partisipasi politik. Kita mulai melakukan assesmen yang sudah dilakukan kepada difabel tuli dan netra," kata dia.

Astri yang juga dosen di UIN Sunan Kalijaga ini mengatakan bahwa assesmen untuk difabel intelektual ini berbeda karena harus melibatkan orangtua.

Lanjutnya, dari assesmen yang sudah dilakukan ada beberapa kendala yang ditemui bagi para difabel dalam menyalurkan suaranya.

Pertama, Tempat Pemungutan Suara (TPS) sulit dijangkau oleh para difabel, karena kursi roda susah masuk.

Tak hanya TPS, surat suara juga sulit diakses bagi para penyandang disabilitas netra, karena belum semua daerah menyediakan surat suara yang dicetak dengan menggunakan huruf braile.

"Tidak ada surat suara braile, Kota Yogyakarta sudah ada tetapi daerah kain belum. Karena cukup mahal untuk mencetak surat suara," ucap dia.

Untuk difabel tuli juga kesulitan saat berada di TPS lantaran tidak ada running text yang disediakan. Kebanyakan panitia mengumumkan lewat pengeras suara. Padahal, difabel tuli kesulitan mendengar dan berbicara.

"Ketika di TPS kan tidak ada running text kebanyakan pakai microphone," kata dia.

Rentan dimanfaatkan

Lanjut Astri, anak difabel intelektualitas suaranya rawan dimanfaatkan oleh orang lain. Sehingga dibutuhkan pendampingan dari orang terdekat dalam hal ini bisa orangtua, atau saudara.

"Tetapi, apakah orangtua bisa menjaga hak suara sesuai keinginan anak, kan tidak. Pendampingan ya orang terdekat meskipun rawan dimanfaatkan suaranya," kata dia.

Sosialisasi ini dengan cara dua arah, anak-anak difabel intelektual beberapa telah mengikuti Pemilu. Mereka yang telah mengikuti pemilu diberi kesempatan untuk bercerita kepada kawan-kawannya.

Salah satu siswa yang sudah pernah mengikuti pemilu adalah Rifqi. Ia bercerita saat mengikuti pemilu dengan antusias.

"Pengalaman nyoblos pakai paku, ada kertasnya, sama ada tinta," ujarnya diikuti tepuk tangan kawan-kawannya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/06/16/151138178/anak-anak-difabel-intelektual-di-yogya-ikut-sosialisasi-pemilu-suaranya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke