Salin Artikel

Kisah Penghayat Kepercayaan di Gunungkidul, Tak Lagi Susah Urus Administrasi Kependudukan

YOGYAKARTA,KOMPAS.com- Saat ini, penghayat sudah tidak memiliki kendala untuk mengurus administrasi kependudukan, namun masih ada ganjalan terkait pendidikan penganut penghayat yang masih sekolah.

"Untuk saat ini sudah tidak ada kendala (pengurusan pernikahan) selayaknya pemerintah melayani rakyatnya," kata salah satu pengurus Palang Putih Nusantara (PPN) Suroso saat dihubungi Kompas.com, melalui sambungan telepon, Selasa (7/6/2022).

Meski tak menyebutkan sejak tahun berapa, namun dia mengatakan sudah mencatatkan 4 pasangan yang menikah secara kejawen.

Diakuinya, awal mencatatkan seperti pasangan Sarjiyana dan Sartini warga Kapanewon Saptosari, Gunungkidul, tahun 2010 lalu, dirinya sebagai pendamping harus bolak balik belasan kali.

"Pertama kali mencatatkan 13 kali ngurus berkas, ke 14 sidang pencatatan di Disdukcapil (DInas Catatan kependudukan dan catatan sipil) Gunungkidul," kata dia.

Namun demikian, Suroso merasa hal itu sebagai ujian pribadi untuk lebih bersabar, dan semakin meneguhkan untuk bersama berjuang mendapatkan haknya sebagai warga negara sama seperti yang lain.

Hal itulah yang menjadi perjuangan PPN sebagai wadah dari penghayat Kejawen Urip Sejati.

PPN didirikan sebagai wadah perjuangan kaum pengahayat atau tidak mau memilih lima agama

"PPN bukan ajaran spiritual, tetapi wadah penganut kepercayaan khususnya Kejawen urip Sejati memperjuangkan hak politiknya kepada negara, resmi berdiri tahun 2001," ucap Suroso.

Kini dirinya dan PPN sedang berupaya agar anak-anak penghayat memperoleh pendidikan agama sesuai dengan kepercayaannya.

Sudah ada 4 anak yang saat ini duduk dibangku sekolah diperjuangkan mendapatkan haknya belajar.

"Rencananya Juli. Ini lagi tahap proses mendapatkan pelayanan khususnya di Gunungkidul, berupaya beraudensi dengan disdik (Dinas Pendidikan)," kata Suroso.

Dukungan pemerintah

Sekretaris Dinas Pendidikan Gunungkidul Winarno mengaku saat ini masih mendata anak sekolah tingkat SD dan SMP penganut penghayat.

Nantinya mereka akan diberikan pelayanan seperti siswa yang lain.

"Kendala kita gurunya Mas," kata Winarno saat dihubungi Kompas.com, Rabu (8/6/2022).

Untuk itu, dia nantinya akan berkoordinasi dengan paguyuban penghayat yang ada di Gunungkidul.

Sementara Kepala Dinas Kebudayaan Gunungkidul Agus Mantara mengatakan, berdasarkan data ada 7 kelompok penghayat di Gunungkidul.

"Sebenarnya ada dulu 10, sekarang yang masih aktif ada 7 kelompok," kata Agus.

Dia mengatakan, para penghayat ini diberikan ruang dan pendampingan untuk mengekspresikan diri terkait kepercayaan yang mereka anut.

Salah satunya dengan memberikan fasilitas khusus sarasehan hingga kegiatan budaya.

Bersama Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) Kejaksaan Gunungkidul pihaknya memberikan pendampingan.

"Kita mendorong mereka untuk mendapatkan hak sebagai warga negara," kata Agus.

Untuk jumlah anggota penghayat dirinya tidak mengetahui secara pasti karena data ada di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

"Kami dorong untuk penghayat agar segera melakukan penggantian kolom agama. Kami rutin memberikan pendampingan agar hak sipil mereka tetap terlindungi," kata Agus.

Kepala Disdukcapil Gunungkidul Markus Tri Munarja mengatakan, untuk pasangan dari penghayat yang ingin mencatatkan nikah, sama seperti agama yang lain.

"Yang penting syarat lengkap lebih dahulu diremikan pemuka penghayat Disdukcapil siap menatat," kata dia.

Adapun syarat dasar seperti melengkapi kartu keluarga, KTP elektronik, foto, dan mengisi formulir.

Terkait jumlah penganut kepercayaan, dari data Agregat Kependudukan Kabupaten Gunungkidul semester II Tahun 2021 diketahui jumlah penghayat sebanyak 250 orang di 9 kapanewon.

Untuk terbanyak di Kapanewon Girisubo sabanyak 132 orang, disusul Rongkop sebanyak 68 orang, Saptosari 15 orang, dan Semanu 13 orang. Untuk 5 Kapanewon lainnya Wonosari, Playen Panggang Karangmojo Gedangsari, dibawah 10 orang.

Markus mengatakan, pihaknya masih terbuka dan tidak membedakan penghayat yang ingin merubah kolom agama di E KTP.

"Semua perubahan elemen data adminduk sama diperlakukan. Jadi tidak ada diskriminasi agama dan penghayat Kepada Tuham YME sama," kata Markus. 

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/06/10/163505978/kisah-penghayat-kepercayaan-di-gunungkidul-tak-lagi-susah-urus

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke