Salin Artikel

Mengenang Kesederhanaan Buya Syafii, Wartakan Damai Saat Gereja Diserang hingga Dimakamkan di Kulon Progo

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia kembali kehilangan guru bangsa. Buya Syafii Maarif meninggal dunia Jumat (27/5/2022) pukul 10.15 WIB di usia 86 tahun karena serangan jantung.

Buya Syafii Maarif dikenal sebagai seorang yang sederhana. Foto-foto dirinya saat duduk menunggu kereta sempat menjadi perbincangan publik. Tak hanya foto, video Buya saat mengayuh sepeda juga banyak diperbincangkan.

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1998-2000 ini memilih untuk mengayuh sepeda sebagai alat transportasi sehari-hari.

Wakil Uskup Urusan Kategorial, Vikep Kategorial Keuskupan Agung Semarang Yohanes Dwi Harsanto memiliki kenangan sendiri dengan kayuhan sepeda Buya Syafii Maarif.

Dwi menceritakan, pada medio 2018 lalu Gereja St Lidwina Bedog Gamping diserang orang tak dikenal yang menyebabkan beberapa orang luka-luka.

Saat itu Buya Syafii Maarif bergegas menuju Gereja ST Lidwina Bedog Gamping dengan menggunakan sepedanya.

"Ketika gereja kami diserang teroris di St Lidwina Bedog, itu beliau langsung naik sepeda dari rumahnya menuju gereja. Beliau pertama kali justru mendahului saya," katanya ditemui di Masjid Gedhe Kauman, Kota Yogyakarta, Jumat (27/8/2022).

Buya datang pertama kali menggunakan sepedanya dan langsung memberikan keterangan kepada awak media. Tujuannya satu, yakni menjaga kerukunan umat beragama.

"Ketika teman-teman wartawan datang di sana, beliau membuat konferensi pers," ucap dia.

Keputusan Buya datang dan langsung membuat keterangan pers, dinilai Dwi untuk menjaga keutuhan umat antar agama pada waktu itu.

Dia mengenal Buya Syafii sebagai tokoh yang menyuarakan perdamaian di manapun dan kapanpun.

"Saya merasa beliau ini bapak penuh perdamaian. Bapak yang damai dan mewartakan damai di mana pun. Damai yang berdasarkan keadilan dan martabat manusia," katanya.

Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia Gomar Gultom adalah saksi lain kesederhanaan Buya Syafii Maarif semasa hidup.

Dia bercerita kesederhanaan Buya Syafii terwujud saat menghadiri undangan ke luar kota. Buya sering ke luar kota dengan menggunakan transportasi umum kereta api.

Sesampainya di lokasi undangan, Buya tidak pernah mau dijemput oleh tuan rumah. Buya selalu datang ke lokasi tanpa dijemput.

"Ke manapun kita undang, dia selalu naik kereta api, tidak butuh dijemput. Bahkan, dari Stasiun Kereta Api ke tempat acara berlangsung dia usahakan sendiri. Dia selalu bilang, saya bisa berjalan sendiri. Tidak usah dijemput," kata dia.

Saat dirawat di rumah sakit, Buya sempat mendapatkan tawaran untuk dirawat di rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih dari RS PKU Muhammadiyah, tetapi dia menolak dan memilih dirawat di rumah sakit milik Muhammadiyah.

Bahkan sampai tutup usia, kesederhanaan tetap ditunjukkan oleh Buya Syafii Maarif.

Buya memiliki gelar Bintang Mahaputra Utama dan berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan di Kalibata, DKI Jakarta. Namun, Buya lebih memilih makam sederhana milik Muhammadiyah di Kulon Progo.

"Sebenarnya Buya Syafii pemegang Bintang Mahaputra Utama itu berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Kalau itu mau dilakukan (memakamkan Buya di TMP Kalibata) kita mau memfasilitasi," ujar Menkopolhukam Mahfud MD.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/05/28/071331978/mengenang-kesederhanaan-buya-syafii-wartakan-damai-saat-gereja-diserang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke