Salin Artikel

Kicak, Jajanan Khas Ramadhan di Yogyakarta, Masih Pertahankan Resep Turun-temurun dan Cara Masak Tradisional

Selain Masjid Gedhe Kauman yang menyajikan menu spesial gulai kambing tiap Kamis, Kampung Kauman juga memiliki makanan khas yang hanya dijual saat puasa, bernama kicak.

Makanan khas Kauman ini terbuat dari uli atau jadah yang terbuat dari beras ketan, dimasak menggunakan gula pasir, parutan kelapa, nangka, dan pandan.

Parutan kelapa dimasak terlebih dahulu dengan menggunakan tungku arang. Tungku arang dipilih karena hasil kicak lebih pulen, sehingga kicak dapat bertahan lebih lama jika dibandingkan dimasak memakai kompor gas.

Parutan kelapa dimasak dengan terus diaduk saat diaduk diberi potongan nangka, daun pandan, dan sedikit vanili untuk memberikan rasa.

Pembuat kicak di Kauman yakni Retno Budiwati yang merupakan generasi ketiga pembuat kicak. Kicak produksinya lebih dikenal dengan Kicak Mbah Wono.

"Kalau tahun mulainya saya lupa, sejak kecil susah ada. Saya generasi ketiga," katanya saat ditemui di warung miliknya di Kauman, Kota Yogyakarta, Rabu (13/4/2022).

Resep turun-temurun masih dipertahankan termasuk masih menggunakan gungku arang untuk memasaknya. Menurut dia, api dari tungku arang berbeda dari kompor gas.

"Kalau pakai arang lebih tanak, pakai gas itu apinya beda. Bisa pengaruh ke rasanya juga, bahan-bahan parutan kelapa, uli, nangka, pandan, dan panili," kata dia.

Ia mengungkapkan, banyak pembeli yang mengatakan bahwa kicak buatannya tahan sampai sahur. "Yang ngomong justru dari pelanggannya langsung, lho," kata dia.

Pelanggan Kicak Mbah Wono berasal dari berbagai daerah, mulai dari sekitar Kota Yogyakarta, bahkan sampai Kabupaten Sleman menyempatkan diri ke Kauman untuk membeli kicak. Bahkan ada pelanggan dari Jakarta.

"Ada pelanggan dari Jakarta, punya rumah di Kotagede. Biasanya pesan lewat telepon. Biasanya memesan, soalnya kicak hanya ada saat Ramadhan," ungkap dia.

Untuk menuju lokasi Kicak Mbah Wono tidaklah sulit, pelanggan bisa menyusuri Gang Kauman dengan berjalan kaki. Saat berjalan itu, pembeli disuguhi suasana lawas kampung Kauman karena beberapa rumah masih mempertahankan arsitektur lama.

Pelanggan dari arah timur bisa menyusuri lorong Gang Kauman melalui gang yang berada di sisi utara Masjid Gedhe Kauman. Jika pelanggan dari utara bisa melalui Jalan Kyai Ahmad Dahlan. "Resep dari turun-temurun, per hari bisa menghabiskan 6 kilo uli," katanya.

Sementara itu, Tatik, salah satu pelanggan dari Maguwoharjo, Kabupaten Sleman, mengatakan sudah berlangganan kicak sejak lama.

"Setiap Ramadhan selalu beli kicak ini, sudah lama. Tiap minggu pasti ke sini," kata dia.

Dia harus jauh-jauh ke Kauman membeli kicak karena di dekat tempat tinggalnya tidak ada yang menjual kicak. "Enggak ada yang jual, adanya di sini (Kauman)," katanya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/04/14/092728278/kicak-jajanan-khas-ramadhan-di-yogyakarta-masih-pertahankan-resep-turun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke