Salin Artikel

Bocah 3 Tahun Kecanduan Rokok, Ahli Sebut Orangtuanya Belum Mampu Terapkan Aturan

KOMPAS.com - Seorang bocah tiga tahun di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berinisial DS, kecanduan rokok.

Awal DS mengonsumsi rokok saat ia memunguti puntung rokok tak jauh dari rumahnya.

Pada awalnya, yang diisap hanya berupa puntung, tapi lama kelamaan ia meminta sebatang rokok utuh, bahkan kini sampai membeli sendiri.

Dalam sehari, DS minimal mengisap satu batang rokok, dan permintaan biasanya paling banyak dilakukan pada saat menjelang Shalat Maghrib.

Psikolog Anak dan Keluarga Astrid WEN mengatakan, kalau dilihat dari dinamika keluarga bahwa orang tua pada saat ini belum mampu untuk menerapkan aturan atau disiplin di dalam rumah untuk anak.

"Ini sebenarnya bisa berdampak yang tidak baik untuk jangka panjang sang anak dan juga tumbuh kembangnya," kata Astrid saat dihubungi Kompas.com Rabu (23/3/2022).

Dalam hal ini, Astrid menilai, orang tua anak belum memiliki kemampuan pengasuhan yang baik.

"Kalau diperhatikan, orang tua kurang awas, dan bahkan sudah masuk dalam pengabaian yang tidak disadari," ujarnya.


Astrid menjelaskan, pengabaian yang tidak disadari itu seolah-olah kita memperhatikan, padahal sebenarnya tidak memperhatikan dengan penuh.

"Jadi, kalau anak kita merokok, kita tidak berdaya melarangnya, itu kan berarti kuasanya orang tua sangat kecil," ungkapnya.

Dengan begitu, sambung Astrid, orangtua tidak mampu menerapkan aturan, sehingga anak terbiasa dipenuhi keinginannya dan tidak biasa melihat aturan.

"Anak memang merasa tidak nyaman ketika kita beri aturan. Aturan atau disiplin itu merupakan pengajaran bagaimana anak bisa menjalani hari-harinya secara teratur," ujarnya.

Astrid mengatakan, yang membuat anak tersebut menjadi kecanduan rokok adalah lingkungannya, dan yang harus diintervensi terdahulu yakni orangtuanya.

"Jadi untuk anak tiga tahun kita tidak bisa marahi anak jangan merokok, tapi yang harus kita lakukan mengambil rokoknya meski pun si anak menangis," tegasnya.

Harus tega

Kata Astrid, kalau ingin melepaskan kecanduan rokok kepada anak, harus tega. Tapi, tidak dengan kekerasan.

"Kita perlu tega menstop, setelah itu kita tidak hanya fokus distopnya aja, kemudian harus diisi dengan berbagai kegiatan agar anak tidak ingat untuk merokok lagi," ungkapnya.

Dalam kasus ini, kata Astrid, sang ibu harus mendapat pendampingan yang menguatkan dia sebagai seorang ibu.


Bisa hilang dalam enam bulan

Kata Astrid, kecanduan rokok pada anak-anak cukup cepat kalau memang pengobatannya dilakukan segera.

"Karena masih tiga tahun, masih muda dilakukan untuk pemulihan, beda hal kalau kecanduan rokok pada remaja. Bisa kebayang seperti apa," ungkapnya.

Astrid menyebut, untuk proses pemulihan kecanduan tersebut bisa sampai enam bulan, kalau orangtuanya mau melakukan pendampingan.

Namun, pendampingannya bukan hanya kepada anak saja, tetapi juga orangtuanya.

"Pendampingan ini bukan hanya untuk anak, tetapi juga kepada orang tua, intervensinya kepada orangtuanya minimal harus enam bulan," katanya.

Enam bulan itu, sambung Astrid, dengan kondisi orang tua siap untuk diajak berkerjasama.

"Tapi kalau orang tuanya tidak mau maka akan repot. Saya pikir dalam waktu enam bulan, sebulan saja sudah kelihatan hasilnya kalau orangtuanya siap," pungkasnya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/03/24/143205378/bocah-3-tahun-kecanduan-rokok-ahli-sebut-orangtuanya-belum-mampu-terapkan

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com