Salin Artikel

Soal Serangan Umum 1 Maret, Sultan HB X: Semestinya Terjadi Tanggal 28 Februari 1949, tapi...

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X (HB X) mengungkapkan bahwa Serangan Umum 1 Maret 1949 seharusnya dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 1949.

Hal itu disampaikan Sultan saat pembacaan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara di Keben Keraton Yogyakarta, Selasa (1/3/2022).

"Mungkin saya sekadar memberikan informasi sekaligus yang mungkin bapak ibu belum tahu, tetapi ini hanya katanya orangtua gitu. Saya tidak bisa mengonfirmasi, tidak punya bukti, tapi untuk melengkapi dari peristiwa ini yang ada ya," ujar Sultan.

"Satu sebetulnya menurut cerita almarhum ke-9 (HB 9) kepada saya, mestinya peristiwa tidak  terjadi pada tanggal 1 Maret, tapi tanggal 28 Februari. Tapi, karena bocor, diundur tanggal 1 Maret. Itu hal pertama yang bisa saya tambahkan," kata Sultan.

Sultan HB X menyampaikan, selama ini, dia memilih untuk bungkam terkait cerita mundurnya Serangan Oemoem 1 Maret 1949.

Ia buka suara karena adanya momentum penetapan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara.

"Sudah tahunya hanya itu saja, nek dikon crito selanjutnya aku ora reti (kalau disuruh cerita selanjutnya saya tidak tahu)," imbuh dia.

Sultan berharap, ditetapkannya 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara ini bisa dipahami sebagai pengingat sekaligus penegasan atas 17 Agustus 1945 adalah hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

"Dengan Bendera Merah Putih, Bhinneka Tunggal Ika, dan Pancasila kita jangan mudah diombang ambingkan dengan kepentingan lain. Jangan sampai mengingkari kesepakatan kita dari awal," kata dia.


Dalam kesempatan ini Sultan HB X juga menyampaikan pertama, terbitnya Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang lahir dari pemaknaan Serangan Umum 1 Maret 1949, telah menjadi historical asset and property nasional bangsa Indonesia, dan secara resmi telah diakui sebagai focal point penting dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia.

"Kedua, disahkannya Hari Penegakan Kedaulatan Negara, sekaligus menjadi sebuah têtêngêr, bahwa Serangan Umum 1 Maret lahir dari manunggal-nya banyak tokoh dan golong gilig-nya seluruh masyarakat, dalam spirit Satya Wacana Mahardika," ujar dia.

"Apabila dahulu, para tokoh dan elemen masyarakat bersatu dalam tekad pecahing jaja-wutahing ludhira, memanfaatkan 6 jam golden hours, tak berlebihan-lah kiranya, apabila kini saya berharap, seluruh elemen pemerintah dan masyarakat dapat pula bersatu-padu, untuk menunjukkan rasa syukurnya dengan memperkuat makna sejarah, tentu melalui berbagai upaya konkrit dan kontribusi aktif-konstruktif dalam membangun bangsa, tidak sebatas sebagai seremonial yang bersifat romantisme memorabilia semata," ujar dia.

Ketiga, Sultan mengajar agar warga senantiasa meneladani api juang, rasa persatuan dan kesatuan, serta sikap pantang menyerah yang telah ditunjukkan para pendahulu.

“Omne vivum ex vivo, mari jadikan momentum ini sebagai rintisan untuk menuju peradaban Daerah Istimewa Yogyakarta yang lebih baik dan sejahtera, dalam bingkai satu nusa, satu bangsa, satu Indonesia," pungkas dia.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/03/01/171456378/soal-serangan-umum-1-maret-sultan-hb-x-semestinya-terjadi-tanggal-28

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke