Salin Artikel

Cerita Pembuat Minyak Kelapa Bertahan di Tengah Mahalnya Minyak Sawit

Di Gunungkidul, salah satunya yang masih setia dengan profesi pembuatan minyak kelapa adalah Tumi.

Wanita yang berusia 70 tahun ini mengaku sudah sekitar 50 tahunan menekuni profesi sebagai pembuat minyak dari kelapa yang diparut.

Meski demikian, dia saat ini tak setiap hari membuat minyak kelapa karena usia rentanya. '

"Kadang setiap hari, kadang dua hari sekali, maklum sudah tua. Dulu waktu suami saya masih hidup setiap hari bikin minyak bahkan kelapa 1.000 butir hanya setengah bulan," kata Demi ditemui di rumahnya Padukuhan Gedangsari, Kalurahan Baleharjo. Kapanewon Wonosari, Rabu (23/2/2022).

Cara pembuatan minyak goreng kelapa ini diperolehnya secara turun temurun.

Prosesnya cukup panjang dan melelahkan, jika mulai pukul 07.00 WIB selesainya sekitar pukul 15.00 WIB, dan jika yang diolah sekitar 100 butir bisa sampai pukul 18.00 WIB.

Untuk prosesnya, kelapa diparut, kemudian diambil santannya, lalu santannya dimasak, diaduk terus menerus hingga akhirnya mengental menjadi disebut 'blondo'.

Santan diolahnya menggunakan tungku yang bersumber dari kayu bakar, setiap hari dirinya berjibaku mengaduk sambil membetulkan kayu agar nyala apinya tetap.

Lalu blondo itu diperas menggunakan kain diambil minyaknya di dapur yang masih berlantai tanah miliknya.

"Sebelum punya mesin parut kelapa, suami saya yang memarut kelapa dengan tangan, suami saya sekarang sudah meninggal, saat ini saya dibantu anak saya," kata Tumi.

Botol 1,5 liter dijual Rp 125.000 perbotol. Sementara untuk Blondonya dijual Rp 80.000 per kilogramnya.

Tumi menceritakan pelanggan minyaknya berasal dari warga terutama pegawai, selain itu penjual bakmi.

Untuk blondo dibeli warung makan yang biasanya menjual gudeg.

"Bahkan dari Solo ada 2 bulan sekali datang membeli 2 botol besar (1,5 liter)," kata Tumi.

Tak hanya untuk memasak, Tumi juga mengemas minyak kelapa menggunakan plastik ukuran kecil yang dijualnya Rp 8.000 perkantong.

Minyak ini digunakan untuk minyak rambut, biasanya dititipkan pedagang sayur.

Tumi menjual minyak sudah menjualnya di Pasar Argosari, Wonosari, berangkat dari rumah pukul 03.00 WIB.

Jika beruntung, pukul 07.00 WIB sudah habis, tetapi jika kurang laku kadang sampai siang hari.

Di tengah langkanya minyak kelapa sawit memang mempengaruhi sedikit penjualan minyaknya.

Namun peningkatan paling tinggi saat hari raya Idul Fitri, permintaan bisa meningkat cukup banyak, terutama blondo.

"Sekarang lakunya tanggal muda, para pegawai yang biasanya. Kalau tanggal tua pasarnya sepi," kata dia.


Disinggung mengenai apakah dirinya setiap hari juga menggunakan minyak kelapa, Tumi mengaku jarang.

Minyak kelapa hanya digunakan saat menggoreng tempe atau tahu bacem, dan telur.

"Ya kalau goreng krupuk pakai minyak kelapa mau habis berapa," ucap Tumi sambil tertawa.

Salah seorang pembeli Fajar mengaku baru mengetahui ada pembuatan minyak kelapa di Wonosari.

"Buat goreng telor juga rasanya lebih gurih," kata Fajar.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/02/23/172818478/cerita-pembuat-minyak-kelapa-bertahan-di-tengah-mahalnya-minyak-sawit

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com