Salin Artikel

Saat Tim KSP, Ganjar, hingga Komnas HAM Kunjungi Wadas Pasca-pengepungan Desa dan Penangkapan Warga...

KOMPAS.com - Sejumlah pihak mengunjungi Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah (Jateng).

Kedatangan sejumlah pihak tersebut terkait kisruh pengukuran lahan tambang di Desa Wadas pada Selasa (8/2/2022).

Pihak-pihak yang mengunjungi Desa Wadas di antaranya tim Kantor Staf Presiden (KSP), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, hingga Alissa Wahid.

Berikut rangkuman Kompas.com.

Joanes mengatakan, kedatangan tim KSP untuk mengecek langsung kondisi di Desa Wadas.

“Atas perintah Kepala Staf, Pak Moeldoko, kami datang ke tempat ini, coba dicari, dilihat, dirasakan, didengar apa yang terjadi,” ujarnya di Desa Wadas, dikutip dari kanal YouTube Kompas TV.

Menurut Joanes, dalam kunjungan ini pihaknya melakukan dua hal.

“Yang pertama, kami melihat peristiwa tanggal 8, 9, 10 (Februari) apa yang terjadi. Kemudian kami melihat kenapa masyarakat menolak,” ucapnya.

Selain bertemu warga yang pro dan kontra tambang, tim KSP juga menemui Kapolda Jateng, Gubernur Jateng, dan Ombudsman Jateng.

Ia menuturkan, Presiden Joko Widodo berharap Program Strategis Nasional tetap dilakukan.

Hanya saja, dalam pelaksanaannya, komunikasi harus dilakukan intens.

“Agar tidak ada masyarakat yang terpinggirkan dan terkalahkan. Semua harus dirangkul,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, dalam pelaksanaannya, kalau memang ada permasalahan maupun kelemahan, harus diperbaiki. Kalau ada hal-hal yang dievaluasi, harus segera dievaluasi.

“Komunikasi harus dijaga intens. Kata kunci dari Pak Presiden adalah komunikasi, komunikasi, komunikasi terus jangan pernah lelah,” tuturnya.

Komnas HAM turut terjun ke Desa Wadas pada Sabtu (12/2/2022).

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menerangkan, kedatangan Komnas HAM untuk menggali keterangan dan fakta peristiwa penangkapan puluhan warga pada Selasa (8/2/2022).

Selain itu, pihaknya juga memantau kondisi sosial masyarakat pascainsiden pengukuran dan identifikasi lahan pertambangan andesit.

"Untuk merencanakan langkah-langkah ke depan seperti apa, berbasis perkembangan hari ini," tuturnya.

Beka menegaskan, jaminan keamanan terhadap warga Desa Wadas menjadi hal krusial. Ia meminta agar tak ada lagi intimidasi maupun ancaman terhadap warga.

Selain itu, Komnas HAM juga menyoroti soal relasi sosial warga.

Menurutnya, konflik horizontal yang terjadi membuat warga yang kontra dan pro tambang di Desa Wadas diperkirakan makin mengeras selepas pengerahan personel keamanan dan insiden penangkapan.

Maka dari itu, Beka meminta agar relasi sosial warga harus dikembalikan.

Selain menjumpai warga, Komnas HAM juga bertemu Gubernur Jateng Ganjar Pranowo di Semarang.

"Kami minta Pak Gubernur Jawa Tengah mengevaluasi pendekatan yang dilakukan, jangan lagi menggunakan keamanan dengan demonstrasi pengerahan pasukan yang begitu banyak berujung penangkapan dan kekerasan. Ini memicu trauma yang menyebabkan penyelesaian masalah Wadas semakin pelik," paparnya.

Direktur Nasional Gusdurian Network Indonesia Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid mengunjungi Desa Wadas pada Sabtu.

Didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor, kedatangan Alissa untuk berdialog dengan warga sekaligus menggali fakta tentang konflik yang terjadi.

"Kami mengupayakan untuk berdialog baik dengan warga yang menerima pertambangan dan warga yang menolak pertambangan," jelas putri Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini.

Berdasarkan fakta yang ia temui, Alissa membeberkan bahwa beberapa warga dan anak-anak mengalami trauma akibat konflik yang terjadi di Wadas.

Alissa menyampaikan, bersama LBH Ansor Jaringan Gusdurian, dia bakal membawa misi rekonsiliasi dari pihak pro dan kontra penambangan di Desa Wadas.

Guber Jateng Ganjar Pranowo kembali mengunjungi Desa Wadas.

Dalam kunjungannya pada Minggu (13/2/2022), Ganjar meminta maaf kepada warga terkait kisruh saat pengukuran lahan tambang pada Selasa lalu.

“Saya minta maaf kepada bapak dan ibu atas peristiwa yang terjadi. Makanya, saya datang ke sini secara langsung. Saya ke sini ingin mendengar langsung dari masyarakat mengenai persoalan yang ada,” sebutnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu.

Saat pertemuan itu, salah satu warga, Waliyah, menceritakan bahwa suaminya ditangkap tanpa tahu masalah yang terjadi.

Kejadian tersebut membuat dirinya masih ketakutan dan trauma sampai saat ini.

“Sekarang di rumah dan kalau lihat polisi atau pria asing berbaju hitam jadi ketakutan. Setiap hari mengurung diri di rumah, pintu selalu dikunci. Anak-anak juga trauma,” terangnya.

Ganjar menjelaskan, ada tiga hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan.

Pertama, pihaknya bakal melakukan evaluasi teknis. Kedua, tentang metode pendekatan. Ketiga, menelusuri hal apa yang selama ini menjadi polemik, termasuk sikap pro atau kontra di masyarakat.

Sementara itu, mengenai tuntutan warga agar izin lokasi penambangan di Desa Wadas dicabut, Ganjar menuturkan bahwa hal itu akan dibicarakan secara teknis.

“Evaluasi teknis akan kami lakukan. Semua opsi masih ada peluang, makanya kita bicarakan," jelasnya.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Purworejo, Bayu Apriliano; Hisnudita Hagiworo | Editor: Dheri Agriesta, Teuku Muhammad Valdy Arief, Annisa Dea Widiarini), Kompas TV

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/02/14/084752078/saat-tim-ksp-ganjar-hingga-komnas-ham-kunjungi-wadas-pasca-pengepungan

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com