Salin Artikel

Biografi Nyai Ahmad Dahlan, Pahlawan Nasional Perempuan Asal Yogyakarta Perintis Aisyiyah

Nyai Ahmad Dahlan merupakan tokoh emansipasi perempuan yang juga istri dari KH Ahmad Dahlan, pendiri Persyarikatan Muhammadiyah.

Seumur hidup Nyai Ahmad Dahlan digunakan untuk berjuang demi hak-hak kaum wanita yang sangat terpinggirkan pada masa pemerintahan kolonial Belanda.

Nyai Ahmad Dahlan merintis organisasi perempuan Muhammadiyah yang hingga kini masih eksis bernama Aisyiyah.

Profil Nyai Ahmad Dahlan

Nama asli Nyai Ahmad Dahlan adalah Siti Walidah, yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 3 Januari 1872.

Siti Walidah merupakan putri seorang ulama dan kerabat Kesultanan Yogyakarta bernama Kiai Haji Muhammad Fadli.

Sosok Siti Walidah sudah menonjol sejak kecil jika dibandingkan dengan teman-teman sebayanya, dari segi kemampuan berbicara dan keberanian.

Tidak banyak catatan yang menjelaskan secara rinci riwayat masa kecil Siti Walidah atau Nyai Ahmad Dahlan ini.

Siti Walidah menempuh pendidikan dari dalam rumahnya sendiri dengan diajari oleh orangtuanya.

Di rumah itu Siti Walidah belajar tentang Islam, termasuk bahasa Arab, Al-Quran hingga membaca naskah-naskah dalam aksara Jawi.

Selain di rumah, Siti Walidah juga belajar di langgar atau mushala untuk memperdalam pelajaran yang didapat dari rumah.

Menjadi Istri KH Ahmad Dahlan

Saat dipandang sudah cukup usia, orang tua Siti Walidah lantas menikahkan anak gadisnya itu dengan seorang pria bernama Muhammad Darwis.

Darwis ini merupakan anak dari KH Abu Bakar, seorang Khatib Amin Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta.

Ibu Darwis bernama Siti Aminah, yang merupakan saudara kandung dari Muhammad Fadil.

Sehingga Siti Walidah dengan Muhammad Darwis masih tercatat sebagai sepupu. Muhammad Darwis adalah nama kecil KH Ahmad Dahlan.

Pernikahan keduanya digelar pada tahun 1889. Dari pernikahan ini lahir enam orang anak.

Seiring berjalannya waktu, Muhammad Darwis mengubah namanya menjadi Ahmad Dahlan. Dari sinilah Siti Walidah kemudian lebih dikenal dengan nama Nyai Ahmad Dahlan.

Nyai Ahmad Dahlan merupakan sosok istri yang setia dan mendukung penuh perjuangan suaminya baik dalam dakwah Islam maupun dalam menentang penjajahan.

Sejak saat itu, Nyai Ahmad Dahlan juga aktif menyokong perjuangan suaminya melalui pendidikan kaum wanita.

Nyai Ahmad Dahlan rela keluar masuk kampung untuk mengadakan pengajian kaum wanita, mulai dari Kauman, Lempuyangan, Karangkajen, hingga Pakualaman.

Perkumpulan pengajian ini kemudian dikenal dengan nama Wal Ashri.

Memasuki tahun 1914, Nyai Ahmad Dahlan mendirikan perkumpulan bernama Sopo Tresno yang merupakan cikal bakal Aisyiyah.

Lambat laun, Sopo Tresno yang anggotanya makin banyak dirasa perlu untuk diresmikan menjadi kelompok perempuan.

Penggantian nama pun mulai digagas. Awalnya diusulkan nama Fatimah, yang merujuk pada putri Nabi Muhammad.

Namun nama itu tidak disetujui. Hingga kemudian pilihan jatuh pada nama Aisyiyah yang merujuk pada nama istri Nabi Muhammad.

Aisyiyah didirikan pada tanggal 22 April 1917, dengan Nyai Ahmad Dahlan sebagai salah satu pemimpinnya.

Namun demikian, ketua pertama Aisyiyah bukan Siti Walidah atau Nyai Ahmad Dahlan, melainkan Siti Bariyah.

Baru pada tahun 1921, Aisyiyah resmi menjadi bagian dari Muhammadiyah, dan Siti Walidah ditunjuk menjadi Ketua Hoofbestuur Muhammadiyah Bagian Aisyiyah.

Sejak saat itu, Nyai Ahmad Dahlan gigih berjuan mengangkat harkat dan martabat kaum wanita melalui Aisyiyah.

Tahun-tahun berikutnya, anggota dan cabang Aisyiyah terus bertambah. Begitu pula lembaga-lembaga pendidikan yang turut didirikan.

Akhir Hayat Nyai Ahmad Dahlan

Pada tanggal 23 Februari 1923, KH Ahmad Dahlan meninggal dunia akibat penyakit yang dideritanya.

Namun kehilangan sang suami tidak membuat Nyai Ahmad Dahlan patas semangat. Sebaliknya, Nyai Ahmad Dahlan justru semakin gigih dalam berjuang.

Pada tahun 1926, Nyai Ahmad Dahlan memimpin Kongres Muhammadiyah ke-15 di Surabaya.

Hal itu menjadikan Nyai Ahmad Dahlan sebagai wanita pertama yang memimpin konferensi besar dan diliput oleh banyak media massa pada saat itu.

Tampilnya Nyai Ahmad Dahlan rupanya membuat banyak perempuan terpengaruh dan tergerak untuk bergabung dengan Aisyiyah.

Nyai Ahmad Dahlan memimpin Aisyiyah hinggaa tahun 1934. Pada masa pendudukan Jepang, Nyai Ahmad Dahlan dilarang untuk berkegiatan di Jawa dan madura.

Nyai Ahmad Dahlan atau Siti Walidah meninggal dunia pada 31 Maret 1946. Sebelum meninggal, Nyai Ahmad Dahlan sempat berwasiat menitipkan Aisyiyah kepada generasi penerus.

Wasiat itu sama seperti yang pernah disampaikan suaminya saat sebelum meninggal, yaitu menitipkan Muhammadiyah kepada generasi penerus.

Untuk mengenang jasa-jasanya, Nyai Ahmad Dahlan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tanggal 22 September 1971.

Sumber:
Kompas.com
Aisyiyah.or.id

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/02/13/121500378/biografi-nyai-ahmad-dahlan-pahlawan-nasional-perempuan-asal-yogyakarta

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com