Salin Artikel

Bakmie Legendaris Yogyakarta, Bakmie Ketandan Bertahan Sejak Tahun 1950

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Asep Kamil (53) generasi ke tiga penerus usaha Bakmie Ketandan mulai beraktivitas memproduksi mi telur sejak pukul 04.00.

Pagi buta ia bersama adik Agus Mulyono dan adik iparnya mempersiapkan dapur pengolahan mi telur.

Dibantu dengan beberapa karyawan produksi bakmie dimulai.

Produksi dari mulai mencampur bahan-bahan mie seperti, menguleni, memasak pada sebuah kompur tungku berukuran sedang, hingga mendinginkan mi.

Bakmie Ketandan buka sejak pukul 06.00 pagi hingga pukul 12.00 siang.

Pelanggannya bermacam-macam mulai dari ibu rumah tangga yang membeli mi eceran, hingga pengusaha-pengusaha bakmie Jawa di Kota Yogyakarta yang mengambil mi dari hasil produksi Bakmie Ketandan.

Dapur produksinya tak terlalu besar, dapur ini dipenuhi dengan puluhan sak terigu yang ditumpuk menjadi beberapa bagian.

Tak hanya sak terigu, dapur juga dipenuhi dengan berjerigen-jerigen minyak goreng. Jejeran minyak goreng diletakkan di samping tumpukan sak terigu.

Di tengah tiga karyawan sibuk dengan pekerjaan masing-masing, satu orang bertugas untuk merebus adonan mi sedangkan dua orang bertugas mendinginkan mi.

Mi dari tungku ditiriskan dengan menggunakan nampan berbahan bambu, lalu mulai dilumuri minyak goreng oleh salah satu karyawan, dan didinginkan dengan kipas angin berukuran besar.

Pelanggan setia mi Ketandan mulai berdatangan pada pukul 08.30 mereka antre untuk dilayani satu persatu, Asep dan adiknya bertugas membungkus mi pada sebuah plastik.

Adiknya terlihat sibuk menimbang mi sesuai dengan pesanan pelanggan, sedangkan adik iparnya bertugas sebagai kasir.

Resep yang digunakan dalam pembuatan mie tetap dipertahankan, resep turun menurun ini didapat dari sang kakek perintis pertama Bakmie Ketandan. 

Walaupun sekarang merek tepung yang digunakan berbeda, tetapi Asep memastikan kalau mi buatannya tidak menggunakan bahan pengawet sama sekali.

Walaupun tidak ada papan nama dan lokasinya menyelip di gang depan kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) para pelanggan tetap setia berdatangan.

"Usaha ini dari simbah dari tahun 50-an sudah generasi ketiga, kemarin saat pandemi ya pengaruh saat PPKM itu kan konsumen kami pada jualan malam tutupnya gasik (cepat) ambilnya ya dikurangi," kata Asep, Jumat (4/2/2022).

Setiap harinya dapur ini menghabiskan 25 sak tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan mi. Satu sak tepung terigu seberat 25 kilogram.

"Ada bahan tertentu sudah enggak ada kami ya ngakali yang hampir sama, kalau kami bikin kaya dahulu, nilai jualnya terlalu tinggi. Kalau saingan kalah," kata dia.

Satu kilo mi telur dijual seharga Rp 12.500. Harga ini baru saja naik imbas naiknya harga minyak goreng di pasaran.

Mau tidak mau Asep harus menaikkan harga agar menutup ongkos produksinya.

"Minyak goreng naik, gas naik, tepung semua naik. Per kilo kalau untuk bakul Rp 11.500 kalau eceran Rp 12.500. Rata-rata tiap harinya bisa menjual 8 kwintal," kata dia.


Pembeli hanya sekitar dari Yogyakarta karena mi buatannya tidak awet lama, sehingga saat beli pelanggan harus segera mengolahnya kembali.

Kalau tidak habis dalam sekali masak dirinya menyarankan untuk memasukkan mi ke dalam kulkas.

"Ini kan enggak awet, kalau enggak habis ya bisa masukkan kulkas. Bahan-bahan baku enggak pakai pengawet," kata dia.

Saat ini dapur mi ketandan sudah menggunakan mesin pengaduk dan pemotong.

Asep bercerita sebelum menggunakan mesin dulunya masih memakai bambu untuk mengaduk dan akan memakan banyak waktu dalam produksi.

"Kalau pakai manual terlalu lama," ucap dia.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/02/04/204619578/bakmie-legendaris-yogyakarta-bakmie-ketandan-bertahan-sejak-tahun-1950

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke