Salin Artikel

Divonis 6 Bulan Penjara, Ini Perjalanan Kasus Dokter yang Campur Sperma ke Makanan Istri Teman Seprofesi

Vonis dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang pada Rabu (26/1/2022). Dody dinyatakan bersalah dan melanggar Pasal 281 KHUP tentang Kesusilaan.

Sementara itu dalam Pasal 281 ayat (1) KUHPidana tentang Kesusilaan dijelaskan ancaman hukuman 2 tahun 8 bulan.

Terungkap dari rekaman video

Peristiwa mencampurkan sperma ke makanan istri rekan seprofesi tersebut dilakukan Dody pada Oktober 2020.

Dody adalah dokter yang sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di salah satu universitas di Kota Semarang, Jawa Tengah.

Dengan alasan menghemat biaya sewa, Dody memutuskan tinggal satu kontrakan dengan rekannya yang diketahui sebagai suami korban.

Saat itu korban sempat tidak setuju. Namun akhirnya mereka pun tinggal bersama dalam satu rumah selama sekitar satu tahun. Sementara istri dan anak pelaku tak diajak tinggal di Semarang.

Pada Oktober 2020, suami korban sempat curiga saat tudung saji makanan miliknya selalu berubah posisi. Termasuk makanan yang disimpan berubah bentuk.

Makanan tersebut dimasak istrinya untuk dimakan bersama. Saat itu, suami korban mengira ada kucing yang naik ke atas meja makan.

Karena penasaran, suami korban merekam kejadian di ruangan makanan tersebut.

Pada Desember 2020 kejadian tersebut terungkap. Saat suami korban tak ada di rumah, Dody mendekati ventilasi jendela kamar mandi untuk mengintip korban yang sedang mandi.

Ia kemudian melakukan onani dan mencampurkan spermanya ke makanan yang ada di meja makan.

"Perbuatan pelaku ini diketahui dari hasil rekaman dari Ipad milik korban. Karena penasaran, korban berinisiatif untuk merekam kejadian di ruangan tempat makan tersebut," ungkap Pendamping korban dari Legal Resource Center untuk Keadlian Jender dan HAM (LRCKJHAM), Nia Lishayati, Senin (13/9/2021).

Korban terkejut melihat video rekaman dan berusaha menghubungi sang suami. Karena tak ada jawaban, korban pun melapor ke RT setempat sembari menunggu suaminya.

Pelaku kemudian diminta untuk pergi dari rumah kontrakan.

Pada pertengahan Desember 2020, korban dan suaminya mengadukan kasus tersebut ke Polda Jawa Tengah.

Selain itu korban melaporkan kasus tersebut ke Komnas Perempuan, yang merekomendasikan untuk pendampingan dengan LRCKJHAM.

"Dampak dari tindakan tersebut, korban mengalami trauma berat, gangguan makan, gangguan tidur dan gangguan emosi. Sejak bulan Desember 2020 sampai hari ini korban harus minum obat anti depresan yang diresepkan psikiatri dan pemulihan ke psikolog," ungkapnya.

Ia juga menyebut yang dilakukan Dody telah melanggar sumpah dokter.

Ia diketahui mengalami trauma psikologis saat masih kecil dan hidup di lingkungan keluarga yang kurang harmonis.

"Sehingga tersangka melampiaskan melalui nonton tayangan pornografi dan memperoleh kepuasan karena itu," tambah Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol M Iqbal Alqudusy pada Jumat (17/9/2021).

Kendati demikian, kondisi kejiwaan tersangka tidak terlalu berdampak pada aktivitas normal dalam kesehariannya sehingga proses hukum tetap berlanjut.

Pendamping kecewa dengan putusan 6 bulan penjara

Setelah sidang putusan pada Rabu (26/1/2022), terdakwa Dody mengatakan akan pikir-pikir atas vonis tersebut.

Namun penamping korban dari LRC KJHAM Nia Lishayati mengaku kecewa dengan vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim.

Ia berharap Pengadilan Tinggi Jawa Tengah bisa memutus perkara ini dengan vonis yang lebih tinggi.

Sebab, vonis yang dijatuhkan oleh hakim PN Semarang belum berkekuatan hukum tetap.

"Karena belum inkrah masih ada waktu pikir-pikir 7 hari. Kita akan lakukan koordinasi dengan JPU, apakah JPU dan penasihat hukum lakukan banding atau tidak. Kalau tidak kan putusan 6 bulan ini, kalau banding, kita harap Pengadilan Tinggi Jateng memutus lebih dari 6 bulan," jelas Nia.

Sementara itu Dody tidak ditahan karena ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara.

"Ini bukan exhibisionis dan bukan fetish," katanya kepada Kompas.com, Kamis (16/9/2021).

Kelainan seksual exhibitionism ini adalah suatu kondisi di mana seseorang mendapatkan rangsangan secara seksual dan mencapai kepuasan ketika dia memamerkan area genitalnya ataupun melakukan masturbasi di depan satu hingga banyak orang.

Sementara fetish adalah gairah seksual yang merespons objek atau bagian tubuh yang biasanya tidak bersifat seksual.

Banyak orang dengan fetish terangsang secara seksual ketika mereka berfantasi akan objek tersebut. Artinya, dalam fetish harus ada objek atau bagian tubuh yang tidak bersifat seksual.

Kasandra menjelaskan, perilaku tersangka yang mengintip mandi korban sampai onani disebut voyeurisme.

Voyeurisme adalah kelainan seks yang menyebabkan penderitanya mendapatkan kenikmatan seksual dengan cara melihat atau mengintip korbannya.

Sementara itu, kata Kasandra, melemparkan dan menuangkan sperma ke makanan sebenarnya belum ada klasifikasi khususnya.

"Tapi lebih ke kejahatan seksual, memaksa korban berhubungan seksual secara tidak langsung dan mengalami kepuasan dengan membayangkannya," kata dia.

Praktik seperti ini biasanya meniru dari artikel atau video porno.

"Tapi (membalurkan sperma ke makanan) kurang tepat kalau dimasukkan ke fetishm karena tidak ada obyek seksualnya," imbuhnya.

Sementara itu, dr. Dharmawan A. Purnama, Sp.KJ juga mengatakan bahwa hingga saat ini kasus mencampurkan sperma ke makanan atau minuman orang lain belum diklasifikasi secara khusus.

Dia mengatakan, hal tersebut adalah bentuk dari penyimpangan seksual.

"Enggak ada klasifikasi khususnya," ujar Dharmawan.

Kasus seperti ini pernah terjadi di luar negeri dan diberitakan, termasuk memasukkan sperma ke dalam makanan atau minuman.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Riska Farasonalia | Editor : Teuku Muhammad Valdy Arief, Dony Aprian, Gloria Setyvani Putri)

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/01/27/062000078/divonis-6-bulan-penjara-ini-perjalanan-kasus-dokter-yang-campur-sperma-ke

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke