Salin Artikel

Direlokasi Januari, Sejumlah PKL Malioboro Mengadu ke LBH Yogyakarta

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.

Mereka mengadu terkait dengan rencana relokasi PKL Malioboro oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Salah satu PKL Malioboro yang mengadu ke LBH Supriyati menyampaikan, dirinya dan beberapa rekannya mengadu karena rencana relokasi PKL Malioboro dinilai mendadak dan terkesan tidak transparan.

"Kami sebenarnya tidak menolak, tetapi menerima dan meminta transparansi. Kami juga meminta untuk ditunda terlebih dahulu," kata Supriyati, saat ditemui di Kantor LBH Yogyakarta, Kota Yogyakarta, Selasa (11/1/2022).

Alasan untuk menunda adalah para PKL Malioboro ini baru saja terdampak pandemi Covid-19.

Hampir selama dua tahun ini para PKL tidak berjualan dan mendapatkan kabar relokasi secara mendadak.

"Kami tidak siap secara finansial hampir dua tahun tidak berjualan, lalu pada November disosialisasikan Januari harus pindah. Ini berat bagi kami, terlalu mendadak dan tidak ada transparansi," ujar dia.

Supriyanti menuturkan, tidak transparannya pemerintah adalah terkait dengan di mana tempat PKL.

Ia menilai, lokasi relokasi tepatnya di eks Gedung Dinas Pariwisata DIY bukan tempat permanen, melainkan hanya semacam shelter.

"Tidak ada transparansi dari pemerintah seperti apa tempatnya di mana. Itukan seperti shelter belum ada yang permanen. Saya yang di utara selatan Garuda, belum mulai sekarang," kata dia.

Dia berharap, pemerintah melakukan relokasi sesuai dengan yang disosialisasikan kepada para PKL. Yakni, berupa gedung permanen dan spesifik.

"Kami hanya tahu dari media masa (relokasi bulan Januari), tidak ada transparansi dari pemerintah," ucap dia.

Dengan relokasi ini, dia bersama kawan-kawan lainnya harus kembali berjuang dari nol untuk mendapatkan pelanggan lagi.


"Ya kami harus babat alas lagi, pasti mempengaruhi omzet," imbuh dia.

Ia mengaku bingung harus bersuara ke mana dan kepada siapa.

Oleh sebab itu, ia mengadu ke kantor LBH dengan harapan relokasi ini dapat ditunda terlebih dahulu.

PKL lain Purwandi warga Wijilan, Kota Yogyakarta, menambahkan, pengaduan ke LBH Yogyakarta ini murni dari para pedagang, belum melalui paguyuban di Malioboro.

Karena, ia menilai paguyuban juga belum transparan dengan anggota-anggotanya.

"Ini baru individu, benar-benar dari arus bawah. Kami punya paguyuban sendiri tetapi belum transparan ke arus bawah," ujar dia.

Rencana relokasi PKL Malioboro ke eks gedung bioskop indra dan eks gedung Dinas Pariwisata DIY tidak dibarengi dengan jaminan kesejahteraan PKL dari Pemerintah DIY.

"Kami terbelenggu karena pandemi dan ini belum selesai tahu-tahu direlokasi dan pemerintah tidak menjamin kesejahteraan PKL. Kami meminta bantuan hukum mudah-mudahan nanti bisa terkabul karena kami awam masalah hukum," ujar dia.

Mengabaikan partisipasi masyarakat

Divisi Penilitian LBH Yogyakarta Era Hareva menyampaikan, kebijakan Pemerintah DIY merelokasi Pedagang Kaki Lima Malioboro bahkan mengabaikan partisipasi dari masyarakat.

"Pemerintah DIY harusnya menyampaikan urgensi relokasi sehingga tidak menimbulkan kebingungan bagi pedagang kaki lima Malioboro," kata dia.

LBH Yogyakarta menilai, Pemerintah DIY tergesa-gesa.

Selanjutnya LBH Yogyakarta berpandangan bahwa kebijakan untuk merelokasi PKL Malioboro yang ditargetkan akan rampung pada bulan Januari 2020 sangatlah tidak tepat.

Hal itu disebabkan karena pertama dilakukan pada saat Pandemi Covid-19 yang belum usai, di mana kondisi ekonomi PKL Malioboro masih terpuruk dan belum pulih.

"Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap sektor kesehatan dan perekonomian rakyat. Sebagai salah satu daerah yang menggantungkan pendapatannya dari aktivitas parawisata, Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi daerah yang turut terdampak," kata dia.


Aktivitas seperti menjajakan makanan dan kerajinan harus dihentikan karena situasi Covid-19.

Meskipun telah melakukan berbagai penyesuaian dan adaptasi baru, pemerintah menyatakan bahwa bencana pandemi masih belum usai.

Di tengah situasi tersebut, LBH Yogyakarta menilai relokasi PKL Malioboro kurang tepat.

"Kedua, Kebijakan relokasi yang mempertaruhkan perekonomian rakyat kecil. Rencana relokasi terhadap pedagang kaki lima malioboro secara langsung akan mengubah pola aktivitas ekonomi para pedagang," ujar dia.

Rencana relokasi ini akan menempatkan nasib pedagang kaki lima sebagai taruhannya.

Selain dampak pandemi, para pedagang juga harus menghadapi berbagai permasalahan baru yang mungkin belum pernah ditemui sebelumnya dan berpotensi membuat pemiskinan struktural bagi para PKL Malioboro.

"Ketiga, berpotensi menghilangkan identitas sosial-budaya Malioboro. Jalan Malioboro tentu sudah tidak asing lagi bagi wisatawan dan para pelancong baik dalam negeri atau luar negeri," kata dia.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/01/11/155251978/direlokasi-januari-sejumlah-pkl-malioboro-mengadu-ke-lbh-yogyakarta

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com