Salin Artikel

Pemerintah DI Yogyakarta Izinkan Sekolah Gelar Tatap Muka, asalkan...

Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, sekolah memang tatap muka tetapi karena harus mencegah penularan Covid-19 maka dilakukan secara daring.

“Sekarang tatap muka kan belum penuh waktunya misalnya, normalnya dari jam 07.00 sampai 14.00. Saat ini kan hanya sampai jam 12.00, ya masuk semua. Kita serahkan kebijakan sekolah (kapasitas) tergantung situasi dan kondisinya,” katanya Senin (3/1/2022).

Aji mengatakan, seluruh siswa diperbolehkan masuk semuanya tetapi dengan cara dibagi waktunya dengan beberapa sif. Dengan cara itu jarak antar peserta didik dapat dijaga.

“Memasukan semua nya dengan dua sif bisa, shiftnya lain hari juga bisa. Karena sekarang ini masih blended,” kata dia.

Untuk satu kelas bisa saja diisi 50 persen atau lebih dari 50 persen, jika tempat atau kelas memungkinkan untuk menjaga jarak sekolah diperbolehkan mengisi dengan kapasitas penuh.

“Bisa saja jaraknya 50 persen atau 75 persen. Kalau tempatnya memungkinkan silakan saja (100 persen),” ujar dia.

Untuk membuka PTM terbatas ini sekolah wajib memenuhi syarat, salah satunya adalah peserta didik minimal 70 persen sudah mendapatkan vaksinasi, guru wajib 100 persen kecuali bagi guru yang belum bisa mendapatkan vaksinasi.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Suharti menyampaikan alasan diterbitkannya kebijakan baru terkait pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen di sekolah.

Suharti mengatakan, salah satu alasan Kemendikbud Ristek kini mengizinkan PTM 100 persen digelar karena pertimbangan situasi pandemi Covid-19 sudah mulai membaik di akhir tahun 2021.

“Dalam beberapa bulan terakhir tahun 2021, sudah banyak progres kondisi pandemi (Covid-19) juga membaik, situasi PPKM juga menurun,” kata Suharti dalam “Webinar Penyesuaian Kebijakan Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Tahun 2022”, Senin (3/1/2022).

Selain itu, Suharti menyampaikan, selama pandemi Covid-19, bidang pendidikan banyak mendapat dampak negatif. Salah satunya, angka putus sekolah meningkat di jenjang sekolah dasar (SD).

Ia juga mengatakan, banyak kepala lembaga perguruan tinggi di Indonesia yang menyampaikan bahwa sejumlah mahasiswa menjadi tidak aktif kuliah.

“Sebagai contoh saja anak-anak yang putus sekolah untuk anak SD saja ini meningkat 10 kali lipat dibanding tahun 2019,” ungkap dia.

Selanjutnya, Suharti mengatakan, banyak orangtua yang mendapat tekanan ekonomi saat pandemi Covid-19 berlangsung. Hal tersebut juga membuat para orangtua peserta didik mengajak anaknya untuk ikut membantu bekerja atau mencari uang.

“Kemudian ada juga orangtua yang merasa pembelajaran jarak jauh yang diikuti oleh anaknya tidak memberikan kemampuan bagi mereka, dan merasa sama saja anak-anak tidak sekolah, jadi mereka juga tidak menyekolahkan anaknya,” kata dia.

Suharti juga menyampaikan studi yang dilakukan oleh Bank Dunia. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi penurunan kemampuan siswa selama periode pandemi Covid-19. Kemudian, disebutkan juga adanya kesenjangan pembelajaran antara anak-anak dari kelompok keluarga kaya dan keluarga miskin. Menurutnya, kesenjangan teresebut mencapai angka 10 persen.

Sementara itu, hasil studi yang dilakukan Kemendikbud Ristek mengungkap ada sejumlah risiko eksternal yang dialami oleh anak-anak didik selama pandemi Covid-19.

“Termasuk di dalamnya bertambahnya kekerasan dalam rumah, kemudian juga risiko pernikahan anak, eksploitasi anak ini meningkat cukup tinggi,” ucap dia.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/01/03/192759978/pemerintah-di-yogyakarta-izinkan-sekolah-gelar-tatap-muka-asalkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke