Salin Artikel

Menilik Asal-usul Nama Kampung di Yogyakarta

KOMPAS.com - Kampung-kampung di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), memiliki sejarah panjang dalam penamaannya.

Riwayat penamaan atau toponimi kampung-kampung di Yogyakarta banyak yang berkaitan dengan keberadaan Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Salah satu contohnya Kampung Sosromenduran yang terletak di Kecamatan Gedongtengen.

Kampung yang tak jauh dari Stasiun Yogyakarta dan Malioboro ini disebut pernah menjadi tempat tinggal seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta.

Dikutip dari Toponim Kota Yogyakarta, abdi dalem tersebut bernama Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Sasramendura.

Akan tetapi, tugas yang diembankan kepada dia tidak diketahui secara jelas.

Ada juga Kampung Wijilan. Kampung yang di masa sekarang dikenal sebagai sentra kuliner gudeg ini berada di sekitar dalem atau tempat kediaman KRT Wijil.

Melansir kebudayaan.jogjakota.go.id, ia adalah suami Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Dewi, yang merupakan putri Hamengkubuwono (HB) VII dari istri permaisuri GKR Kencono.

Rumah tersebut kemudian ditempati oleh Bendara Raden Ajeng (BRA) Condrokirono. Dia berasal dari keturunan yang sama seperti GKR. Dewi.

Dia mulai menempati dalem itu setelah suaminya, Kanjeng Pangeran Harya (KPH) Harjokusumo pensiun sebagai patih Danurejo VIII.

Dalem yang terletak di sebelah barat Jalan Wijilan ini kemudian dikenal sebagai Dalem Condrokiranan.

Penamaan kampung di Yogyakarta tak hanya berkaitan dengan keraton saja.

Ada juga yang terinspirasi dari nama flora.

Kampung Lempuyangan contohnya. Kampung yang berada tak jauh dari Stasiun Lempuyangan ini terletak di Kecamatan Danurejan.

Dari penuturan masyarakat setempat, di masa lampau, daerah ini banyak terdapat tanaman lempuyang.

Tumbuhan lempuyang dipercaya dapat memberikan manfaat bagi tubuh manusia.

Dikutip dari Toponim Kota Yogyakarta, Imam Santosa dalam bukunya Sutha Naya Dhadap Waru, Manusia Jawa dan Tumbuhan menyebut akar rimpang lempuyang digunakan sebagai jamu sejak masa lampau.

Kampung Gambiran di Kecamatan Umbulharjo juga dinamai dari flora. Dulunya, daerah ini diyakini ditumbuhi oleh banyak pohon gambir.

Bagi masyarakat Jawa, getah remasan daun dan ranting pohon gambir yang telah dikeringkan, digunakan sebagai bahan pelengkap nginang atau makan sirih.

Selain gambir, bahan-bahan yang dicampur dalam kinang yakni tembakau kering, daun sirih, jambe, injet (kapur sirih), dan kembang kantil.

Kinang tidak ditelan, melainkan hanya dikunyah.

Selain dua di atas, toponimi kampung-kampung di Yogyakarta juga diambil dari bermukimnya komunitas etnis.

Satu di antaranya Kampung Ketandan. Kampung yang terletak di Kecamatan Gondomanan ini menjadi kawasan Pecinan.

Dikutip dari Toponim Kota Yogyakarta, Ketandan berasal dari katandhan.

Dalam Javaansch-Nederduitsch Woordenboek, J.F.C. Gericke dan T. Roorda menerangkan Ketandan merupakan tempat tinggal Tóndå atau tandha yang berprofesi sebagai tukang pajak.

Di masa lalu, banyak juru pajak yang tinggal di sana. Dahulu, Sri Sultan umumnya memercayakan urusan perpajakan kepada orang Tionghoa.

Mereka bertugas menarik pajak dari para pedagang Pasar Beringharjo yang dulu dikenal dengan Pasar Gedhe atau Pasar Loring Aji.

Tak cuma penarik pajak, Ketandan juga dihuni orang-orang Tionghoa yang berprofesi sebagai pedagang dan pengrajin.

Di Ketandan ini, juga terdapat tempat tinggal para Kapiten Cina yang bertugas untuk mengurus berbagai kepentingan orang-orang Tionghoa di Yogyakarta.

Selain yang telah diulas di atas, asal-usul nama kampung di Yogyakarta juga banyak diambil dari pekerjaan penduduk, nama kerajinan, dan lain-lain.

Arum Jayanti dalam tulisannya Toponimi Kampung Njeron Beteng dan Njaban Beteng di Keraton Yogyakarta, menjelaskan terdapat beberapa pola yang ditemukan dalam penamaan kampung-kampung di dalam (njeron) maupun luar (njaban) benteng Keraton Yogyakarta.

Penamaan kampung di dalam benteng diambil dari nama pangeran/putri/bangsawan (contohnya Kampung Kadipaten, Panembahan), keahlian abdi dalem (Pandean, Gamelan), abdi dalem jabatan (Mantrigawen), abdi dalem kesatuan prajurit (Langenastran), flora (Ngasem, Sawojajar), bangunan (Taman), petilasan (Segaran, Pulo), dan rupabumi (Panggung).

Toponimi kampung-kampung di luar benteng juga memuat penamaan seperti di atas, dengan tambahan aktivitas (Kampung Pingit, Macasan), komunitas etnis (Sayidan), pekerjaan penduduk (Tukangan, Ngupasan), benda kerajinan (Gampingan), folklor (Kintelan, Jenggotan), pola permukiman (Kotabaru), dan harapan (Tegalmulyo, Tegalsari).

https://yogyakarta.kompas.com/read/2021/03/21/104754178/menilik-asal-usul-nama-kampung-di-yogyakarta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke