KOMPAS.com - Kampung Bustaman yang berada di Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), selama ini tersohor dengan julukan "bengkel kepala kurban".
Tiap Idul Adha, kampung ini ramai dikunjungi warga yang membutuhkan jasa bedah kepala hewan kurban, baik kambing atau sapi.
Warga Kampung Bustaman meyakini, keahlian dalam mengolah kepala hewan kurban diwariskan dari para sesepuh mereka sejak zaman sebelum kemerdekaan RI.
"Sejak nenek buyut saya, warga sini sudah biasa buka bengkel kepala kambing, apalagi di sini terkenal dengan kampung jagal kambing," kata Yulia (54), salah satu penyedia jasa bedah kepala hewan kurban, Senin (17/6/2024), dikutip dari TribunJateng.com.
Namun, Kampung Bustaman juga memiliki daya tarik lain, salah satunya adalah surat wasiat yang diduga dibuat oleh para sesepuh kampung sejak tahun 1938.
Baca juga: Wadon Wadas, Potret Perjuangan Perempuan Melawan Penambangan Batuan Andesit di Desa Wadas
Hingga saat ini, warga belum mengetahui isi surat tersebut, karena wasiatnya baru boleh dibaca pada tahun 2030.
Karena itu, warga menjaga surat tersebut dengan menanamnya di dalam tembok dekat Tetenger Bustaman, tiang listrik dari kayu berusia 86 tahun, di tengah permukiman warga.
Di tembok itu, warga pun menuliskan "Wasiat Bustaman Dibuka 2030".
Ketua RW 3 Kampung Bustaman, Ashar (51) mengatakan, warga setempat menduga surat wasiat itu berisi pesan terkait pelestarian lingkungan dan budaya Kampung Bustaman.
"Iya mungkin isinya disuruh menjaga budaya, kelestarian lingkungan, silaturahmi, dan toleransi yang sudah dibangun dengan baik di Kampung Bustaman," ujar Ashar, Selasa (18/6/2024).
Baca juga: Diklaim Tahan 30 Tahun, Tanggul Tambaklorok Semarang Dibuat seperti Muara Karang Jakarta
Meski baru dugaan, Ashar menambahkan, dia meyakini para sesepuh ingin meninggalkan pesan tersebut mengingat lokasi Kampung Bustaman sangat rentan untuk diubah menjadi wilayah industri.
"Sesepuh mungkin khawatir Bustaman akan hilang seperti kampung tua lainnya di Semarang yang sudah tergusur digantikan Setos, Gumaya, Sri Ratu," ucap Ashar.
Selain itu, lanjutnya, surat wasiat itu juga bisa berisi pesan kepada generasi muda agar tetap menjaga tradisi di Kampung Bustaman, seperti Gebyuran Bustaman, Tengok Bustaman, dan budaya lainnya.
"Ini budaya langka yang jarang ditemukan di wilayah perkotaan Semarang," ungkapnya.
Terkait alasan surat tersebut baru boleh dibuka pada tahun 2030, dia mengaku tidak tahu soal hal itu.
Baca juga: Presiden Jokowi Tegaskan Tidak Ada Bansos untuk Pelaku Judi Online
"Mungkin sesepuh memperkirakan pada tahun 2030 karena takut pada tahun itu kondisi kampung sudah mulai berubah, jadi mencoba mengingatkan," papar Ashar.
Sementara itu, tetua Kampung Bustaman, Slamet (69) berharap masih bisa membaca surat itu ketika waktu untuk membukanya tiba.
"Ya (surat wasiat) tersimpan rapi, nanti dibuka enam tahun mendatang, semoga kami masih bisa membacanya," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.