Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Masjid Sela Peninggalan Sultan Hamengku Buwono I, Arsitekturnya Mirip dengan Tamansari

Kompas.com - 28/03/2023, 16:33 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kawasan Panembahan, Kemantren Keraton, Kota Yogyakarta merupakan kawasan padat penduduk. Gang-gang kecil membelah perumahan kerap ditemui di lingkungan ini.

Namun, Kampung Panembahan ini memiliki bangunan-bangunan bersejarah yang sampai saat ini masih berdiri kokoh. Tak mengherankan kalau Panembahan memiliki bangunan-bangunan bersejarah mengingat lokasinya tak jauh dari Keraton Yogyakarta.

Salah satunya adalah bangunan Masjid Sela yang dibangun sejak 1780. Awalnya, kawasan panembahan ini diperuntukkan untuk Ndalem, atau rumah yang dtempati pangeran Keraton Yogyakarta.

Baca juga: Hari Jadi Kabupaten Semarang, Pusaka Asli Peninggalan Ki Ageng Pandanaran Dimandikan

Masjid Sela awalnya digunakan keluarga pangeran untuk beribadah, sedangkan masyarakat umum melakukan ibadahnya di luar dari masjid. Kebanyakan mereka ke Masjid Gedhe Kauman untuk beribadah.

Bangunan Masjid Sela ini mirip bangunan Tamansari atau pemandian putri pada zaman kerajaan dahulu. Bentuknya kotak dengan jendela di kanan kiri juga berbentuk kotak, serta atapnya tak mengguakan kayu.

Atap Masjid Sela menggunakan tembok tidak menggunakan kayu. Tembok seluruh bangunan tergolong tebal, yakni kurang lebih 75 sentimeter. Berbeda dengan rumah-rumah zaman sekarang.

"Tulisan di pelang ini sesuai dengan penanggalan saat dibangun 1709 Caka, kalau nasional 1780-an Masehi," ujar penjaga Masjid Sela Sunarwiyadi, Selasa (28/3/2023).

Dulunya, kawasan Masjid Sela bernama Ndalem Kadipaten yang memiliki tanah yang luas. Di antara dari bangunan-bangunan lain Masjid Sela didirikan.

Setelah Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua, yakni Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta (Solo), Ndalem Kadipaten ini digunakan untuk keluarga Hamengku Buwono I.

Baca juga: Candi Dawangsari, Stupa Peninggalan Mataram Kuno

Seiring bejalannya waktu, kawasan Ndalem Kadipaten ini akhirnya digunakan oleh masyarakat umum dan Masjid Sela sempat tak digunakan bertahun-tahun. Barulah pada 1965, warga sekitar berkirim surat ke Keraton Yogyakarta untuk meminta izin menggunakan Masjid Sela.

"Balasan dari suratnya itu Keno nganggo ora keno owah-owah (boleh diapakai tetapi tidak boleh diubah)," kata dia.

Kini, bangunan asli hanya bangunan utama masjid, banyaknya jemaah yang beribadah mengharuskan menambah bangunan di sisi kanan dan kiri. Bentuk bangunan asli masih dipertahanan seperti aslinya mirip dengan bangunan Tamansari.

"Konon arsiteknya ini orang Portugis, enggak pakai kayu atapnya full tembok semua," jelas dia.

Uniknya, dari bangunan utama ini memiliki pintu yang cenderung pendek tak lebih dari 170 cm. Hal itu membuat masyarakat yang memiliki tinggi badan lebih dari 170 cm harus membungkuk.

Baca juga: 5 Peninggalan Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia

Menurut dia hal ini memiliki makna filosofis, yaitu jika seseorang masuk ke kawasan baru harus menunduk.

"Yang sering terjadi kalau belum biasa lewat, biasanya akan terbentur kepalanya. Karena, belum waktunya tegak pengunjung badanya tegak lebih awal. temboknya tebal 75 cm," kata dia.

Konon, Masjid Sela seluruh bangunannya terbuat dari campuran spesi pasir, kapur, dan semen merah.

Hasil campuran spesi tersebut menjadi keras seperti batu berwarna hitam. Oleh karena itu masjid diberi nama dari bahasa Jawa yaitu ”Sela” yang berarti batu.

Kini, Masjid Sela masih digunakan oleh warga sekitar Panembahan, Kemantren Keraton Yogyakarta. Berbagai kegiatan Ramadhan dilakukan di Masjid Sela ini seperti Tadarus Alquran, Salat Tarawih, dan Itikaf 10 hari menjelang Idul Fitri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Pindah ke Sleman, Sering Lari Pagi dan Bersepeda

Ganjar Pindah ke Sleman, Sering Lari Pagi dan Bersepeda

Yogyakarta
Hilang di Sungai Oya Gunungkidul, Siswa SD Dicari Menggunakan Drone

Hilang di Sungai Oya Gunungkidul, Siswa SD Dicari Menggunakan Drone

Yogyakarta
30 Kilogram Bahan Petasan di Bantul Disita, 3 Orang Ditangkap

30 Kilogram Bahan Petasan di Bantul Disita, 3 Orang Ditangkap

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok : Siang Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok : Siang Hujan Ringan

Yogyakarta
Ratusan Hewan di Gunungkidul Divaksinasi Antraks

Ratusan Hewan di Gunungkidul Divaksinasi Antraks

Yogyakarta
Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Jawa Tengah, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Jawa Tengah, 29 Maret 2024

Yogyakarta
Yogyakarta Peringkat Empat Tujuan Mudik Lebaran, Polda DIY Siapkan Rekayasa Lalu Lintas

Yogyakarta Peringkat Empat Tujuan Mudik Lebaran, Polda DIY Siapkan Rekayasa Lalu Lintas

Yogyakarta
Kantor Disnakertrans DIY Digeruduk Massa, Didesak soal Penerbitan SE Gubernur untuk THR bagi Ojol dan PRT

Kantor Disnakertrans DIY Digeruduk Massa, Didesak soal Penerbitan SE Gubernur untuk THR bagi Ojol dan PRT

Yogyakarta
Saat Ganjar Pranowo Resmi Ber-KTP Sleman...

Saat Ganjar Pranowo Resmi Ber-KTP Sleman...

Yogyakarta
Jelang Lebaran, Polres Gunungkidul Siapkan Satgas Ganjal Ban

Jelang Lebaran, Polres Gunungkidul Siapkan Satgas Ganjal Ban

Yogyakarta
Analisis Gempa Magnitudo 5,0 di Gunungkidul Hari Ini, Dirasakan hingga Pacitan dan Trenggalek

Analisis Gempa Magnitudo 5,0 di Gunungkidul Hari Ini, Dirasakan hingga Pacitan dan Trenggalek

Yogyakarta
Gempa Magnitudo 5,0 Guncang Gunungkidul, Tak Berpotensi Tsunami

Gempa Magnitudo 5,0 Guncang Gunungkidul, Tak Berpotensi Tsunami

Yogyakarta
Organda DIY Larang Bus Pasang Klakson Telolet, 'Ngeyel' Bakal Dicopot

Organda DIY Larang Bus Pasang Klakson Telolet, "Ngeyel" Bakal Dicopot

Yogyakarta
Fakta di Balik Fenomena Munculnya Gundukan Lumpur di Grobogan Pascagempa Tuban

Fakta di Balik Fenomena Munculnya Gundukan Lumpur di Grobogan Pascagempa Tuban

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com