PURWOREJO, KOMPAS.com- Masyarakat Desa Wadas Kabupaten Purworejo yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) menggelar peringatan satu tahun tragedi penangkapan warga oleh aparat.
Peringatan ini bertajuk "Menolak Lupa Represi dan Kedzaliman Negara" ini digelar di Desa Wadas bersama para pejuang Solidaritas Wadas dari berbagai kota.
Peringatan berlangsung mulai Rabu (8/2/2023) hingga Jumat (10/2/2023).
Baca juga: Tokoh Penolak Tambang Andesit di Wadas Akhirnya Setuju Tambang, Serahkan Berkas ke BPN
Siswanto, salah satu warga penolak tambang mengatakan, kegiatan ini untuk menandai satu tahun tindakan brutal pemerintah yang dianggap menindas warga Desa Wadas yang menolak penambangan batu andesit.
"Ini sebagai bentuk keprihatinan warga karena pada tanggal 8 Februari tahun lalu. Kita dikepung aparat yang jumlahnya ribuan," kata Siswanto.
Siswanto menceritakan, kejadian 8 Februari tahun 2022 itu tak kan bisa dilupakan oleh sebagian besar warga.
Saat itu, ribuan aparat berseragam lengkap mengepung Desa Wadas dan melakukan penangkapan terhadap para warga penolak tambang.
"Seperti yang kita lihat, di Wadas penuh dengan aparat. Di mana aparat melakukan penangkapan, intimidasi ke warga yang menjadikan warga sangat trauma," kata Siswanto saat ditemui di lokasi peringatan pada Rabu (8/2/2023).
Baca juga: KLB Malaria di Desa Wadas Sebabkan Purworejo Masuk Daerah Tertinggi Malaria di Jawa Tengah
Pada peringatan ini digelar beberapa kegiatan diantaranya mujahadah dan doa bersama, longmarch diarea lokasi tambang, pasar solidaritas dan live sablon, peresmian tugu perlawanan dan panggung rakyat, serta pertunjukan baongan (kesenian tradisional khas Desa Wadas).
"Sekitar hampir 7 tahunan kita berjuang sampai hari ini. Maka kemarin kita membuat tugu sebagai penandatanganan bahwa sampai hari ini kita tetap melawan," kata dia.
Penanggung jawab acara, Talabudin mengatakan, pihaknya meminta pemerintah segera menghentikan rencana penambangan di Wadas.
Penambangan ini dikhawatirkan dapat merusak alam Desa Wadas.
"Aktivitas penambangan di Wadas ilegal dan pemerintah hendaknya menghargai aspirasi warga desa yang menolak tambang," ujar Talabudin pada keterangan resminya.
Sementara itu, Anis dari Wadon Wadas (kelompok perempuan yang menolak tambang) mengatakan, penambangan akan menyebabkan warga jatuh miskin karena kehilangan tanah pertaniannya.
Anis menyebut, hasil ganti rugi yang sudah dibagikan kepada sebagian warga digunakan untuk membeli barang-barang konsumtif, seperti mobil dan perabot rumah tangga. Hal itu dianggap berbahaya dalam keberlanjutan ekonomi di Desa Wadas.
"Warga kehilangan mata pencaharian yang berkelanjutan sebagai petani. Semua barang konsumtif yang dibeli bisa hilang dalam sekejap dan tidak bisa menghidupi warga," ujarnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.