KOMPAS.com - Ragam upacara adat Jawa sebagian besar masih dilakukan oleh masyarakat hingga kini.
Pada dasarnya upacara adat Jawa memiliki simbol yang maknanya sangat terkait dengan kehidupan yang dijalani manusia sehari-hari.
Baca juga: Tedak Siten, Upacara Adat Jawa Tengah, Tujuan, Latar Belakang, dan Prosesi
Nilai-nilai luhur kehidupan dalam upacara adat tersebut bersumber dari interaksi manusia dengan Tuhan, lingkungan, dan sesama.
Hal ini juga terkait dengan tiga fase kehidupan yang dijalani manusia yaitu proses kehamilan, kelahiran, tumbuh kembang, perkawinan, dan kematian.
Baca juga: Mengenal Tata Cara Pernikahan Adat Jawa, Salah Satunya Upacara Panggih
Dilansir dari laman kratonjogja.id, berikut adalah daftar upacara adat Jawa dan maknanya.
Baca juga: Mengenal Paes Ageng, Riasan Pengantin Khas Putri Keraton Yogyakarta
Upacara adat Jawa pada fase kehamilan dimulai dengan tradisi Ngabor-abori sebagai sebuah peringatan atau selamatan bulan pertama yang biasanya dilakukan dengan wujud membuat jenang sungsum.
Kemudian pada bulan berikutnya dapat diselenggarakan tradisi Ngloroni (dua bulanan), Neloni (tiga bulanan), Ngapati (empat bulanan), Nglimani (lima bulanan), Mitoni (tujuh bulanan), Ngwoloni (delapan bulanan), dan Nyangani (sembilan bulanan).
Upacara Adat Jawa pada Fase Kelahiran
Setelah melahirkan dilakukan juga beberapa upacara adat Jawa seperti tradisi Mendhem ari-ari atau proses perawatan dan penguburan ari-ari bayi.
Selain itu ada juga Brokohan, yaitu selamatan yang dimaksudkan untuk mengungkapkan rasa syukur sekaligus pemberitahuan kepada sanak keluarga dan para tetangga bahwa bayi telah lahir dan selamat.
Kemudian berturut-turut akan diadakan tradisi Sepasaran atau upacara untuk memperingati bahwa bayi yang lahir telah berusia 5 hari (sepasar), Puputan atau selamatan saat tali pusar bayi sudah putus (usia antara 10 hari sampai dua minggu), dan yang terakhir adalah Selapanan atau selamatan saat usia bayi 35 hari.
Ketika anak tengah bertumbuh, ada juga upacara adat Jawa yang kerap dilakukan orang tua.
Salah satunya adalah Tedhak Siten, yaitu upacara selamatan pada saat anak pertama kali menginjakkan kakinya ke tanah (usia sekitar 7-9 bulan).
Untuk sang sang Ibu, ada tradisi Nyapih yaitu saat anak berhenti menyusui dan diganti dengan disapih.
Ada juga tradisi Neton atau selamatan yang diadakan bertepatan dengan hari dan pasaran anak tersebut.