Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Bong China Kulon Progo yang Mulai Ditinggalkan, “Kalau Sudah Dikubur Jangan Tidak Ditengok”

Kompas.com - 23/01/2023, 08:00 WIB
Dani Julius Zebua,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com – Langit di atas pekuburan Tionghoa sudah benderang sementara tanah masih basah karena hujan yang sempat mengguyur Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada hari pertama Tahun Baru China atau Imlek.

Tampak satu keluarga Tionghoa mengunjungi Bong China ini. Kehadiran mereka cukup menyolok karena kompleks pekuburan ini biasanya tanpa aktivitas sepanjang waktu, seiring sedikitnya keluarga etnis Tionghoa di Kulon Progo.

“Kami ziarah ke orangtua kami. Saya ke sini setiap Imlek,” kata Puji Astuti (77) asal Kampung Beskalan, Kota Yogyakarta, di komplek pekuburan China Giripeni ini, Minggu (22/1/2023).

Baca juga: Menunggu Berkah di Hari Imlek Sambil Bersih-bersih Bong Chino

Lanjut usia kelahiran 1945 ini memiliki nama Yap Tjwan Nio. Ia ditemani anak, keponakan dan cucunya ke bongpi.

Mereka menabur bunga dan berdoa dari mausoleum yang berada di bagian tertinggi di komplek pekuburan, sampai ke nisan yang ada di bagian bawahnya.

“Papa saya (terbaring) di sana,” kata Puji menunjuk mausoleum di ketinggian bukit.

Ziarah menjadi pengingat, menghormati leluhur, juga kekerabatan. Hal ini pula yang diajarkan bagi generasi berikutnya.

Sambil zirah, Puji senang menceritakan keluarga di masa lalu, di mana orangtua adalah pedagang palawija dan pedagang kelontong yang berhasil di Sentolo. Orangtuanya wafat pada masa mundurnya Belanda di Agresi Militer II.

Puji masih balita saat itu. Ia lantas dibesarkan Paklik-nya, adik dari ayahnya.

Baca juga: Update Kasus Bong Mojo Solo: Berkas Terkirim ke Kejari Solo, Penyelidikan Tersangka Baru Bergulir

Puji tumbuh dengan baik. Ia tetap bisa sekolah di Sentolo hingga tamat sekolah dasar. Ia melanjutkan ke jenjang berikutnya di SMP Stella Duce Yogyakarta.

Pada masa itu, ia bisa pulang pergi naik kereta dari Sentolo ke Yogyakarta demi sekolah, setiap hari.

“Naik kereta setiap hari dengan (biaya) 10 Rupiah satu bulan abonemen kereta. Ada dua gerbong khusus untuk anak sekolah. Kereta berangkat dari Kutoarjo, Wates, Sentolo, Sedayu, Rewulu hingga Yogyakarta. Sampai saya tamat 1961,” katanya.

Setelah itu, Puji kursus menjahit dan bekerja. Dari sana, ia menikah dan tinggal di Beskalan sampai sekarang.

Tradisi mengenang leluhur begitu penting bagi keluarga Tionghoa. Generasi ke generasi mesti mengingat dari mana dilahirkan, dibiayai dan dibesarkan. Perjuangan lalu membentuk mereka saat ini.

Keluarga Tionghoa, Puji Astuti hingga cucunya, ziarah ke pekuburan China di Pedukuhan Tegallembut, Kalurahan Giripeni, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada hari pertama Tahun Baru Imlek.KOMPAS.COM/DANI JULIUS Keluarga Tionghoa, Puji Astuti hingga cucunya, ziarah ke pekuburan China di Pedukuhan Tegallembut, Kalurahan Giripeni, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada hari pertama Tahun Baru Imlek.

Banyak orang tidak lagi menjaga tradisi serupa. Mereka mencari cara praktis, namun akhirnya hubungan keluarga terputus.

Baca juga: Merayakan Imlek dengan Empati

Puji mengaku tetap memegang teguh ajaran leluhurnya dan mengajarkannya pada generasi berikutnya.

“Kalau sudah begini, sudah dikubur, gimana kok tidak ditengok. Kita harus ingat. Selama saya masih hidup, anak cucu saya tuntun, ayo,” kata Puji.

“Ini cucu saya, tidak tahu kalau tidak diajak ke sini. Kalau tidak bisa putus,” kata Puji menunjuk salah satu cucunya, Putri seorang mahasiswa semester 6 di Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada.

Puji kini menjalani kehidupan di kampung Beskalan di kawasan Malioboro. Ia dan anak membuka usaha membuat lumpia dan bakpia di rumah nomor 456. Usaha mereka cukup maju di Beskalan.

Puji dan keluarganya salah satu keluarga yang tampak ziarah di Bong Chino Giripeni di awal Tahun Baru 2023.

Seorang juru kunci makam, Samiyem (60) tampak membersihkan beberapa nisan dan tugu makam. Ia mengungkapkan, mereka keluarga pertama yang berkunjung di hari ini. Namun biasanya hanya lima keluarga saja yang berkunjung ke kubur tiap Imlek.

Baca juga: Imlek di China Perlahan Meriah Kembali Setelah Berakhirnya Pembatasan

“Biasanya empat sampai lima keluarga saja. Pernah juga sampai tujuh keluarga,” kata Samiyem.

Kawasan bongpi di Giripeni secara umum bersih. Samiyem sering menyapu dan menyabit rumput di sekitar makam.

Meski begitu, banyak nisan yang tidak terawat, lapuk dan rusak. Tidak sedikit yang hilang. “Sudah tidak didatangi (keluarga),” kata Samiyem pada kesempatan berbeda.

Berbeda dengan kubur yang masih diziarahi sehingga jadi terawat dan bersih. Samiyem merasa kasihan dengan makam ditinggalkan tapi tidak dirawat penerusnya.

Di hari Imlek kali ini, semua diawali hujan deras. Cuaca membuat daun dan bunga pohon kamboja gugur dan mengotori nisan dan komplek makam.

Samiyem terlihat menyapu di semua tempat sebelum keluarga-keluarga Tionghoa berkunjung ke sana. “Kasihan kalau tidak bersih. Sekaligus amal bagi kami,” kata Samiyem.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Langkah Pemkot Yogyakarta Hadapi Desentralisasi Sampah

Langkah Pemkot Yogyakarta Hadapi Desentralisasi Sampah

Yogyakarta
Pj Wali Kota Yogyakarta Minta Masyarakat Buang Sampah di Depo Sampah

Pj Wali Kota Yogyakarta Minta Masyarakat Buang Sampah di Depo Sampah

Yogyakarta
KPU Kota Yogyakarta Segera Rekrut PPK dan PPS Pilkada, Sosialisasi Senin Depan

KPU Kota Yogyakarta Segera Rekrut PPK dan PPS Pilkada, Sosialisasi Senin Depan

Yogyakarta
Sempat Langka, Gunungkidul Tambah Stok Elpiji 3 Kilogram, Harga Tembus Rp 25.000

Sempat Langka, Gunungkidul Tambah Stok Elpiji 3 Kilogram, Harga Tembus Rp 25.000

Yogyakarta
Siap Maju Pilkada Yogyakarta, Mantan Wali Kota Heroe Poerwadi Sudah Cari Calon Pendamping

Siap Maju Pilkada Yogyakarta, Mantan Wali Kota Heroe Poerwadi Sudah Cari Calon Pendamping

Yogyakarta
Maju Independen di Pilkada Yogyakarta, Bakal Calon Harus Kantongi 27.000 Dukungan

Maju Independen di Pilkada Yogyakarta, Bakal Calon Harus Kantongi 27.000 Dukungan

Yogyakarta
Eks Direktur Perusahaan yang Jadi DPO Polda Jatim Berstatus Dosen UGM

Eks Direktur Perusahaan yang Jadi DPO Polda Jatim Berstatus Dosen UGM

Yogyakarta
Seorang Perempuan Curi Uang Rp 81 Juta di Bantul, Duitnya Langsung Disetorkan ke Bank

Seorang Perempuan Curi Uang Rp 81 Juta di Bantul, Duitnya Langsung Disetorkan ke Bank

Yogyakarta
Penyebab Terbakarnya Bus Tujuan Pati di Ring Road Barat Yogyakarta, Kerugian Ditaksir Rp 460 Juta

Penyebab Terbakarnya Bus Tujuan Pati di Ring Road Barat Yogyakarta, Kerugian Ditaksir Rp 460 Juta

Yogyakarta
Usai Libur Lebaran, Sampah Menumpuk di Jalanan Yogyakarta

Usai Libur Lebaran, Sampah Menumpuk di Jalanan Yogyakarta

Yogyakarta
Usai Dibuka Fungsional untuk Mudik, Tol Solo-Yogya Kembali Ditutup

Usai Dibuka Fungsional untuk Mudik, Tol Solo-Yogya Kembali Ditutup

Yogyakarta
Ingin Sampaikan Aspirasi Warga soal Pilkada, Gerindra Sleman Berencana Bertemu Erina Gudono

Ingin Sampaikan Aspirasi Warga soal Pilkada, Gerindra Sleman Berencana Bertemu Erina Gudono

Yogyakarta
Pasar Terban Yogyakarta Direvitalisasi, Pedagang Pindah ke Shelter

Pasar Terban Yogyakarta Direvitalisasi, Pedagang Pindah ke Shelter

Yogyakarta
Bunuh Mantan Pacar karena Cemburu, Pria di Bantul Mengaku Masih Cinta

Bunuh Mantan Pacar karena Cemburu, Pria di Bantul Mengaku Masih Cinta

Yogyakarta
Bawa Bom Molotov, Remaja Belasan Tahun di Bantul Ditangkap

Bawa Bom Molotov, Remaja Belasan Tahun di Bantul Ditangkap

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com