Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Raperda Pendanaan Pendidikan DIY Jadi Polemik, Orangtua Siswa Khawatir Bayar Uang Bulanan

Kompas.com - 19/01/2023, 21:27 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Peraturan Daerah (Perda) Daerah Istimewa Yogyakarta tentang pendanaan pendidikan menjadi polemik di tengah masyarakat. Pasalnya dalam rancangan aturan tersebut, biaya pendidikan berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Adanya aturan itu membuat orangtua atau wali murid merasa khawatir jika harus membayar uang bulanan sekolah. Di sisi lain, sekolah negeri sudah mendapatkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), baik itu dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Salah satu orangtua murid bernama Robani menilai Raperda ini bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 31 dan juga PP No 17/2010.

Baca juga: Bahas Raperda Cagar Budaya, Wali Kota Surabaya Ingin Bangunan Kuno Dikategorikan secara Tematik

"Sudah jelas dalam aturan disebutkan bahwa pungutan tidak diperbolehkan," kata dia saat dihubungi, Kamis (19/1/2023).

Bahkan dirinya menyebut adanya larangan pungutan masih dilanggar oleh beberapa sekolah. Dia mengaku pernah menjadi korban pungutan sekolah. Namun dia tidak menyebut secara pasti berapa jumlah pungutan yang dilakukan oleh sekolah.

"Pernah (kena pungutan sekolah), sumbangan peningkatan mutu. Tapi, sejak tahu aturannya saya tidak pernah bayar," kata dia.

Dia menyebut ada pengutan lain di sekolah dalam bentuk infak, kas, hingga seragam sekolah.

"Tak banyak wali murid yang tahu aturan, dan masih berpikir di swasta lebih mahal," ucap Robani.

Ia khawatir jika raperda tersebut benar-benar disahkan nantinya akan muncul tagihan selama anaknya bersekolah.

"Khawatir nanti ada tagihan yang muncul, selama anak kami sekolah. Termasuk tagihan kelas 10 yang selama ini belum bayar," kata dia.

Orangtua siswa lainnya, Agung juga menyampaikan keberatannya. Menurutnya, pungutan akan membebani masyarakat. Terutama masyarakat kecil yang memiliki pendapatan tidak jelas tiap harinya.

"Saya memiliki gaji tiap bulan mungkin tidak terlalu berat, tapi saya yakin banyak orangtua yang tidak mampu secara ekonomi sulit bersikap dalam membayar pungutan," katanya.

Namun jika pungutan bersifat seperti sumbangan atau tidak adanya keterikatan waktu dan nominal, dia tidak mempermasalahkannya.

"Sumbangan itu ya seperti kita nyumbang di Masjid. Mau bayar berapa, kapan, dalam bentuk apa silakan saja," kata dia.

Baca juga: Ketua DPRD Lumajang Mengundurkan Diri, Pembahasan Raperda Dipastikan Tak Terganggu

Selain itu sumbangan itu juga harus disertai akuntabilitas yang jelas. Dia mengatakan penerimaan maupun penggunaannya juga harus jelas.

"Apalagi dana nonpemerintahan, ini tidak bisa diaudit Irda (inspektorat daerah), BPK, atau auditor pemerintah lain jadi dikhawatirkan disalahgunaan oknum," katanya.

Sedangkan orangtua lain berinisial P juga menyampaian hal senada. Menurut dia jika nanti raperda disahkan maka dapat membatasi akses pendidikan bagi masyarakat.

"Kalau diminta bayar dan wajib justru membatasi akses. Apalagi kalau itu sekolah negeri," kata dia.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Didik Wardaya menjelaskan sumbangan hanya diperbolehkan dilakukan oleh komite sekolah. Sedangkan pungutan dilakukan sekolah.

Baca juga: Ombudsman Papua Barat: Raperda yang Diserahkan ke Kemendagri Berpotensi Malaadministrasi

"Cara pengaturannya pungutan hanya untuk menutup selisih pembiayaan yang tertuang pada APBS (anggaran pendapatan dan belanja sekolah). Misalnya dalam APBS itu kan ada sumber masukan dari BOS berapa, APBD berapa. Kemudian rencana belanja seperti apa tentu ada selisih. Nah di situ mungkin bisa melakukan pungutan walaupun kita buat ketentuan," jelas dia.

Dia menegaskan biasa operasional sekolah ada batasannya. Disdikpora DIY telah melakukan kajian soal operasional sekolah untuk SMA jurusan IPA Rp 4,9 juta per siswa per tahun. Sedangkan untuk IPS RP 4,8 juta per siswa per tahun. Sementara SMK teknik Rp 5,6 juta, non teknik Rp 5,2 juta.

"Kita hitung kemampuan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk sekolah negeri. Katakanlah, kemampuan pemerintah pusat Rp 1,6 juta, kemudian pemerintah daerah untuk SMA Rp 2,1 juta, kita tambahkan. Berarti Rp 3,7 juta. Kebutuhan maksimal IPS kan Rp 4,8. Itu ada selisih tetapi kita lihat dalam APBS-nya seperti apa tidak lebih dari itu," paparnya.

Menurut Didik dengan adanya aturan ini sekolah tidak bisa sembarangan melakukan pungutan kepada orangtua. Ia menambahkan APBS juga disahkan melalui Disdikpora DIY.

"Enggak bisa (bebas melakukan pungutan), kalau di SD dan SMP sudah ada aturan bahwa tidak boleh ada pungutan," kata dia.

Lanjut Didik siswa dengan latar belakang ekonomi tidak mampu harus dibebaskan dari pungutan tersebut.

"Siswa dengan latar belakang tidak mampu harus dibebaskan dari pungutan," jelas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ingin Usung Kader Partai di Pilkada, PDI-P Sleman Panggil Danang Maharsa

Ingin Usung Kader Partai di Pilkada, PDI-P Sleman Panggil Danang Maharsa

Yogyakarta
Banding Dikabulkan, 2 Pelaku Mutilasi Mahasiswa UMY Dijatuhi Pidana Seumur Hidup

Banding Dikabulkan, 2 Pelaku Mutilasi Mahasiswa UMY Dijatuhi Pidana Seumur Hidup

Yogyakarta
PDI-P Lakukan Penjaringan Bakal Calon Bupati Bantul, Ada Nama Soimah Pancawati

PDI-P Lakukan Penjaringan Bakal Calon Bupati Bantul, Ada Nama Soimah Pancawati

Yogyakarta
PAN Kembali Usung Kustini Sri Purnomo di Pilkada Sleman

PAN Kembali Usung Kustini Sri Purnomo di Pilkada Sleman

Yogyakarta
Langkah Pemkot Yogyakarta Hadapi Desentralisasi Sampah

Langkah Pemkot Yogyakarta Hadapi Desentralisasi Sampah

Yogyakarta
Pj Wali Kota Yogyakarta Minta Masyarakat Buang Sampah di Depo Sampah

Pj Wali Kota Yogyakarta Minta Masyarakat Buang Sampah di Depo Sampah

Yogyakarta
KPU Kota Yogyakarta Segera Rekrut PPK dan PPS Pilkada, Sosialisasi Senin Depan

KPU Kota Yogyakarta Segera Rekrut PPK dan PPS Pilkada, Sosialisasi Senin Depan

Yogyakarta
Sempat Langka, Gunungkidul Tambah Stok Elpiji 3 Kilogram, Harga Tembus Rp 25.000

Sempat Langka, Gunungkidul Tambah Stok Elpiji 3 Kilogram, Harga Tembus Rp 25.000

Yogyakarta
Siap Maju Pilkada Yogyakarta, Mantan Wali Kota Heroe Poerwadi Sudah Cari Calon Pendamping

Siap Maju Pilkada Yogyakarta, Mantan Wali Kota Heroe Poerwadi Sudah Cari Calon Pendamping

Yogyakarta
Maju Independen di Pilkada Yogyakarta, Bakal Calon Harus Kantongi 27.000 Dukungan

Maju Independen di Pilkada Yogyakarta, Bakal Calon Harus Kantongi 27.000 Dukungan

Yogyakarta
Eks Direktur Perusahaan yang Jadi DPO Polda Jatim Berstatus Dosen UGM

Eks Direktur Perusahaan yang Jadi DPO Polda Jatim Berstatus Dosen UGM

Yogyakarta
Seorang Perempuan Curi Uang Rp 81 Juta di Bantul, Duitnya Langsung Disetorkan ke Bank

Seorang Perempuan Curi Uang Rp 81 Juta di Bantul, Duitnya Langsung Disetorkan ke Bank

Yogyakarta
Penyebab Terbakarnya Bus Tujuan Pati di Ring Road Barat Yogyakarta, Kerugian Ditaksir Rp 460 Juta

Penyebab Terbakarnya Bus Tujuan Pati di Ring Road Barat Yogyakarta, Kerugian Ditaksir Rp 460 Juta

Yogyakarta
Usai Libur Lebaran, Sampah Menumpuk di Jalanan Yogyakarta

Usai Libur Lebaran, Sampah Menumpuk di Jalanan Yogyakarta

Yogyakarta
Usai Dibuka Fungsional untuk Mudik, Tol Solo-Yogya Kembali Ditutup

Usai Dibuka Fungsional untuk Mudik, Tol Solo-Yogya Kembali Ditutup

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com