"Apalagi dana nonpemerintahan, ini tidak bisa diaudit Irda (inspektorat daerah), BPK, atau auditor pemerintah lain jadi dikhawatirkan disalahgunaan oknum," katanya.
Sedangkan orangtua lain berinisial P juga menyampaian hal senada. Menurut dia jika nanti raperda disahkan maka dapat membatasi akses pendidikan bagi masyarakat.
"Kalau diminta bayar dan wajib justru membatasi akses. Apalagi kalau itu sekolah negeri," kata dia.
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Didik Wardaya menjelaskan sumbangan hanya diperbolehkan dilakukan oleh komite sekolah. Sedangkan pungutan dilakukan sekolah.
Baca juga: Ombudsman Papua Barat: Raperda yang Diserahkan ke Kemendagri Berpotensi Malaadministrasi
"Cara pengaturannya pungutan hanya untuk menutup selisih pembiayaan yang tertuang pada APBS (anggaran pendapatan dan belanja sekolah). Misalnya dalam APBS itu kan ada sumber masukan dari BOS berapa, APBD berapa. Kemudian rencana belanja seperti apa tentu ada selisih. Nah di situ mungkin bisa melakukan pungutan walaupun kita buat ketentuan," jelas dia.
Dia menegaskan biasa operasional sekolah ada batasannya. Disdikpora DIY telah melakukan kajian soal operasional sekolah untuk SMA jurusan IPA Rp 4,9 juta per siswa per tahun. Sedangkan untuk IPS RP 4,8 juta per siswa per tahun. Sementara SMK teknik Rp 5,6 juta, non teknik Rp 5,2 juta.
"Kita hitung kemampuan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk sekolah negeri. Katakanlah, kemampuan pemerintah pusat Rp 1,6 juta, kemudian pemerintah daerah untuk SMA Rp 2,1 juta, kita tambahkan. Berarti Rp 3,7 juta. Kebutuhan maksimal IPS kan Rp 4,8. Itu ada selisih tetapi kita lihat dalam APBS-nya seperti apa tidak lebih dari itu," paparnya.
Menurut Didik dengan adanya aturan ini sekolah tidak bisa sembarangan melakukan pungutan kepada orangtua. Ia menambahkan APBS juga disahkan melalui Disdikpora DIY.
"Enggak bisa (bebas melakukan pungutan), kalau di SD dan SMP sudah ada aturan bahwa tidak boleh ada pungutan," kata dia.
Lanjut Didik siswa dengan latar belakang ekonomi tidak mampu harus dibebaskan dari pungutan tersebut.
"Siswa dengan latar belakang tidak mampu harus dibebaskan dari pungutan," jelas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.