Referensi ini diperoleh tersangka dari kasus serupa beberapa waktu sebelumnya, yakni kasus aktivis Munir yang tewas diracun arsenik, kopi sianida Mirna, dan sate sianida Bantul.
Baca juga: Reka Ulang Tunggu Kejaksaan, Polisi Sebut Pembunuhan Sekeluarga di Magelang Sangat Terencana
Pada 28 November 2022, tersangka mencampur sianida ke dalam teh dan kopi yang sudah disediakan ibunya pada pagi hari. Zat dicampur ke minuman sekitar 1,5 sendok teh per gelas.
"Tersangka menyiapkan lalu mencampur zat itu (ke dalam teh dan kopi) secara terencana. Tersangka memastikan bahwa setelah minuman itu dibuat (oleh ibunya), situasi aman, beberapa dia bolak-balik. Saat memungkinan dia mencampur zat itu," tandas Setyo.
Setelah itu dia memastikan teh dan kopi yang sudah dicampur sianida itu diminum oleh kedua orangtua dan kakaknya sampai habis. Tersangka juga berada di sekitar korban saat meminum minuman tersebut.
Usai minum, orangtua dan kakaknya kembali beraktivitas. Sementara tersangka langsung mencuci gelas yang dipakai korban di tempat cuci piring.
Efek sianida pada tubuh korban sekitar 15-30 menit setelah meminum.
Kesempatan itu digunakan tersangka untuk membersihkan TKP lainnya, yakni di dapur, gelas dicuci, sambil menunggu reaksi korban.
Setelah bereaksi, tersangka bahkan sempat menghampiri korban pura-pura ingin menolong ala kadarnya.
"Tersangka bantu ngelap (membersihkan) muntahan dan sebagainya. Dirasa aman, tersangka menelepon saudara, ART, untuk menguatkan alibinya agar datang, bahwa orangtuanya mual-mual dan tidak sadarkan diri," ungkapnya.
Polisi yang datang ke TKP untuk penyelidikan mendapati DDS dalam kondisi tenang, bahkan ketika diminta keterangan oleh petugas Polsek Mertoyudan. Polisi merasa janggal dengan kasus ini sehingga menyisir seluruh sisi rumah.
"Kami merasa di situ ada yang aneh, kami cek mendetail, teliti, dan kita temukan fakta-fakta antara lain gelar dan sendok teh di tempat cuci piring," ujar Satyo.
"Sementara tersangka tenang, tidak ada reaksi layaknya sedang kehilangan keluarga dekatnya, kami sudah curiga apalagi di awal dia sendiri yang menolak jenazah korban diotopsi," lanjut Setyo.
Sementara itu, tersangka DDS mengaku menyimpan dendam sakit hati sehingga nekat membunuh tiga keluarga kandungnya sekaligus. DDS merasa dianaktirikan oleh orangtuanya sejak awal dirinya masuk SMA.
"Karena sakit hati yang lama terpendam, sejak awal SMA, saya seperti dianaktirikan dalam keluarga," ungkap DDS di hadapan polisi dan awak media di Mapolresta Magelang, Jawa Tengah, 6 Desember 2022.
Puncaknya ketika pada suatu hari ayah dan ibunya menanyakan DDS terkait hasil investasi yang selama ini dikerjakan.