Keuntungan yang didapat dimanfaatkan kerajaan untuk melakukan berbagai infrastruktur, termasuk gedung, jalan, Tugu Golong Gilig, dan sebagainya.
Selain itu dilakukan renovasi terhadap beberapa bangunan milik keraton, termasuk diantaranya Masjid Gedhe, Makam Raja di Kotagede, dan Pesanggrahan Harja Purna.
Perluasan Pesanggrahan Harja Purna ternyata memiliki maksud untuk mempersiapkan tempat tinggalnya kelak di hari tua.
Sehingga bangunan yang semula hanya terdiri dari pendopo kemudian ditambah dengan bangunan lain seperti dalem, andok, bale kambang, pancaosan, doorloop, dan alun-alun.
Penambahan bangunan ini membuat Pesanggrahan Harja Purna mirip dengan sebuah keraton, sehingga saat itu sebagian orang menyebutnya sebagai kedaton.
Setelah selesai dipugar, Sultan Hamengkubuwono VII meminta adiknya yaitu Gusti Adipati Mangkubumi memberi nama baru bagi Pesanggrahan Harja Purna.
Oleh Gusti Adipati Mangkubumi, Pesanggrahan Harja Purna kemudian diberi nama baru yaitu Kedaton Ambarrukmo.
Pada 29 Januari 1921, Sultan Hamengkubuwono VII mengadakan pertemuan resmi untuk terakhir kali di Bangsal Kencana KEraton Yogyakarta.
Setelah mundur dari statusnya sebagai raja, beliau menyampaikan maksudnya untuk tinggal di Kedaton Ambarrukmo.
Surat kabar Mataram sempat memberitakan kepindahan Sultan Hamengkubuwono VII dari Keraton Yogyakarta menuju Kedaton Ambarrukmo tersebut.
Sultan mengendarai kereta kencana Garuda Yaksa bersama Ratu Kencono dengan diikuti oleh sejumlah kerabat dekatnya.
Keberangkatan tersebut dengan ditandai tembakan 19 meriam, dan diiringi arak-arakan yang disambut oleh rakyat.
Sultan Hamengkubuwono VII menempati Kedaton Ambarrukmo bersama Ratu Kencono, Pangeran Subronto, Pangeran Ario Suryo subanto, dan beberapa kerabat.
Pangeran Purbaya diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwono VIII untuk menggantikan posisi raja. Sementara Sultan Hamengkubuwono VII diberi gelar tambahan sebagai sultan Sepuh.
Sultan Hamengkubuwono VII tinggal di Kedaton Ambarrukmo hingga wafat pada 29 Desember 1912.
Setelahnya, Gusti Kanjeng Ratu Kencana menjadi penghuni terakhir dari Kedaton Ambarrukmo.
Kedaton Ambarrukmo yang tidak lagi dihuni oleh pihak kerajaan kemudian berubah fungsi dan dimanfaatkan untuk kepentingan publik.
Seperti pada tahun 1949 hingga 1950, pesanggrahan ini sempat digunakan sebagai perumahan sementara bagi pegawai kantor pos, serta tempat pendidikan Kepolisian Republik Indonesia.