KOMPAS.com - P, seorang oknum Kepala Dukuh di Kapanewon Seyegan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta diduga melakukan pemotongan bantuan sosial (bansos).
Ia meminta uang senilai Rp 50.000 kepada warga yang telah menerima bantuan dengan dalih buat syukuran.
Pemotongan dana bansos tersebut membuat warga menggelar unjuk rasa di kantor kalurahan. Kini P memilih mengundurkan diri dan mengembalikan uang bansos milik warga.
"Uang (pemotongan bansos) sudah dikembalikan semua (ke warga). Uangnya belum kepakai. Saya sudah mengakui, salah. Dan sudah legowo (mundur)," kata oknum Kepala Dukuh berinisial P, saat dikonfirmasi Tribun Jogja di rumahnya, Selasa (6/12/2022).
Baca juga: Kejari Bima Segera Limpahkan 3 Tersangka Korupsi Bansos Kebakaran Rp 2,3 Miliar
Kasus ini berawal saat sebagian warga menerima undangan pencairan Bansos BLT BBM, Bansos Sembako dan PKH.
Warga yang berhak menerima bantuan diberi surat undangan untuk melakukan pencarian bantuan yang penyalurannya dipusatkan di kantor Kalurahan.
Setelah undangan pencairan bansos disebar, oknum Kepala Dukuh itu meminta kepada warga yang menerima bantuan agar menyisihkan uang bantuan Rp 50.000 buat syukuran dirinya.
Permintaan tersebut disampaikan melalui pesan WhatsApp ke masing-masing penerima.
Data yang diterima Tribun Jogja, jumlah warga yang saat itu menerima bansos berjumlah 120 warga. Jika satu warga ditarik Rp 50.000, maka total keseluruhan uang yang terkumpul sebanyak Rp 6 juta.
Baca juga: Penerima Bansos di Bima Diduga Dipaksa Menerima Paket Sembako, Dinsos: Tidak Ada Pemaksaan...
Uang tersebut diserahkan warga dengan cara satu-persatu mendatangi kediaman Kepala Dukuh setelah bantuan dicairkan.
Warga ditarik Rp 50.000 setelah menerima bantuan dengan alasan untuk syukuran atau timbal balik jasa pengurusan bantuan.
"(Rp 50 ribu tiap warga) Buat syukuran saya. (Warga) ada yang ngasih, ada yang tidak. Yang nggak ngasih 10 orang. Tapi, uangnya sekarang sudah dikembalikan semua," kata dia.
P mengaku dirinya menjabat sebagai Kepala Dukuh selama 31 tahun, tepatnya sejak tahun 1991.
Ia mengaku selama ini melayani masyarakat dengan baik san sepenuh hati dan baru sekali memotong bantuan Rp 50.000.
Ia juga mengakui hal tersebut salah, meski ia berdalih warga datang ke rumahnya dan memberikan uang Rp50 ribu secara ikhlas dan sukarela.
Baca juga: Hidup Sederhana, Kakek Pengayuh Becak di Madiun Tolak Bansos, Ini Alasannya