Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Motif Batik Parang, Batik Larangan yang Tidak Boleh Sembarang Digunakan

Kompas.com - 06/12/2022, 13:58 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Batik merupakan salah satu kerajinan tradisional yang lekat dalam dalam keseharian masyarakat Indonesia.

Bahkan batik juga telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi oleh UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009.

Baca juga: Alasan Batik Parang Lereng Dilarang Dipakai Saat Resepsi Kaesang-Erina

Setiap motif kain batik di berbagai daerah di Indonesia memiliki corak dan warna yang berbeda.

Salah satu motif batik yang terkenal dan kerap digunakan adalah motif batik Parang.

Baca juga: Panitia Pernikahan Kaesang-Erina Minta Tamu Undangan Tak Pakai Batik Parang Lereng Saat Masuk Pura Mangkunegaran, Ini Alasannya

Apa itu motif Parang?

Motif Parang adalah salah satu motif batik tertua di Indonesia yang sudah ada sejak zaman Keraton Mataram.

Tak heran jika kemudian motif batik Parang banyak ditemukan di daerah Solo dan Yogyakarta.

Baca juga: 7 Pakaian Adat Jawa Tengah, Mulai dari Jawi Jangkep hingga Batik

Nama motif Parang diambil dari kata Pereng yang berarti lereng.

Hal ini sesuai dengan corak Perengan yang berbentuk sebuah garis menurun dari tinggi ke rendah secara diagonal, dengan ciri khas susunan motif seperti huruf S yang saling menjalin dan tidak terputus.

Dilansir dari laman kratonjogja.id, terdapat dua versi dalam pemaknaan motif Parang.

Menurut Rouffaer dan Joynboll, motif ini berasal dari pola bentuk pedang yang biasa dikenakan para ksatria dan penguasa saat berperang.

Selain itu, kesatria yang mengenakan motif ini diyakini bisa mendapat kekuatan berlipat.

Dalam versi lain disebutkan bahwa motif Parang diciptakan oleh Panembahan Senopati saat mengamati gerak ombak Laut Selatan yang menerpa karang di tepi pantai.

Dengan demikian, pola garis lengkungnya diartikan sebagai ombak lautan yang menjadi pusat tenaga alam, dalam hal ini yang dimaksud adalah kedudukan raja.

Sedangkan komposisi miring pada motif Parang ini juga menjadi lambang kekuasaan, kebesaran, kewibawaan, dan kecepatan gerak.

Motif Parang sebagai batik larangan

Beberapa jenis batik dengan motif Parang ada yang masuk ke dalam batik larangan.

Batik larangan, atau di Keraton Yogyakarta disebut Awisan Dalem, adalah motif-motif batik yang penggunaannya terikat dengan aturan-aturan tertentu di Keraton Yogyakarta sehingga tidak semua orang boleh memakainya.

Motif Parang Rusak adalah motif pertama yang ditetapkan sebagai batik larangan di Kesultanan Yogyakarta oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1785.

Motif Parang dan variasinya kembali menjadi batik larangan yang sangat ditekankan di Keraton Yogyakarta pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (1921-1939).

Penggunaannya secara khusus tertuang dalam “Rijksblad van Djokjakarta” tahun 1927 tentang Pranatan Dalem Bab Jenenge Panganggo Keprabon Ing Kraton Nagari Yogyakarta.

Ketentuan tersebut memuat aturan penggunaan batik larangan dalam nyamping/bebet dan kampuh/dodot.

Dalam nyamping/bebet, aturan penggunaan motif Parang sebagai batik larangan adalah sebagai berikut:

  1. Motif Parang Rusak Barong 10 cm hingga tak terbatas hanya boleh dikenakan oleh raja dan putra mahkota.
  2. Motif Parang Barong 10 – 12 cm hanya boleh dikenakan oleh putra mahkota, permaisuri, Kanjeng Panembahan dan istri utamanya, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati dan istri utamanya, putra sulung sultan dan istri utamanya, putra-putri sultan dari permaisuri, dan patih.
  3. Motif Parang Gendreh ukuran 8 cm hanya boleh dikenakan oleh istri sultan (ampeyan dalem), istri putra mahkota, putra-putri dari putra mahkota, Pangeran Sentana, para pangeran dan istri utamanya.
  4. Motif Parang Klithik ukuran 4 cm ke bawah hanya boleh dikenakan oleh putra ampeyan dalem, dan garwa ampeyan (selir putra mahkota), cucu, cicit/buyut, canggah, dan wareng.

Jenis-jenis batik dengan motif Parang yang masuk ke dalam batik larangan.Dok. kratonjogja.id Jenis-jenis batik dengan motif Parang yang masuk ke dalam batik larangan.

Untuk pemakaian motif Parang sebagai kampuh/dodot aturannya adalah sebagai berikut:

  1. Motif Parang Barong hanya boleh dikenakan oleh oleh sultan, permaisuri dan istri utama, putra mahkota, putri sulung sultan, Kanjeng Panembahan, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati, putra sulung sultan dan istri utamanya.
  2. Kampuh Gendreh hanya boleh dikenakan oleh putra-putri sultan dari permaisuri dan garwa ampeyan, istri (garwa ampeyan), putra-putri dari putra mahkota, Pangeran Sentono, istri utama para pangeran, dan patih.
  3. Bebet Prajuritan (kain batik untuk kelengkapan busana keprajuritan), yang boleh mengenakan sama dengan ketentuan pemakaian kampuh.
  4. Motif Kampuh Parang Rusak Klithik hanya boleh dikenakan oleh untuk istri dan garwa ampeyan putra mahkota.

Sumber:
kebudayaan.pdkjateng.go.id  
indonesia.travel  
kratonjogja.id  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Singgih Raharjo Terancam Gagal Penjaringan Bakal Calon Wali Kota Yogyakarta Melalui Golkar

Singgih Raharjo Terancam Gagal Penjaringan Bakal Calon Wali Kota Yogyakarta Melalui Golkar

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Selasa 23 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Selasa 23 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Selasa 23 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Selasa 23 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Yogyakarta
Pelaku UMKM Wajib Urus Sertifikasi Halal Sebelum 18 Oktober, Sanksi Tunggu Regulasi

Pelaku UMKM Wajib Urus Sertifikasi Halal Sebelum 18 Oktober, Sanksi Tunggu Regulasi

Yogyakarta
Kecelakaan Bus Wisatawan di Bantul, Uji KIR Mati Sejak 2020

Kecelakaan Bus Wisatawan di Bantul, Uji KIR Mati Sejak 2020

Yogyakarta
Nyamuk Wolbachia di Kota Yogyakarta Diklaim Turunkan Kasus DBD 77 Persen

Nyamuk Wolbachia di Kota Yogyakarta Diklaim Turunkan Kasus DBD 77 Persen

Yogyakarta
Gempa Pacitan Dirasakan Warga Gunungkidul dan Bantul

Gempa Pacitan Dirasakan Warga Gunungkidul dan Bantul

Yogyakarta
9 Kasus Flu Singapura Ditemukan di Kota Yogyakarta, Ini Imbauan Dinkes

9 Kasus Flu Singapura Ditemukan di Kota Yogyakarta, Ini Imbauan Dinkes

Yogyakarta
Nekat Lewati Jalur Jip Lava Tour Merapi, Mobil Wisatawan Terjebak Satu Jam di Kali Kuning

Nekat Lewati Jalur Jip Lava Tour Merapi, Mobil Wisatawan Terjebak Satu Jam di Kali Kuning

Yogyakarta
Pilkada Yogyakarta, Pj Wali Kota Singgih Raharjo Ambil Formulir Penjaringan Bakal Calon Partai Golkar

Pilkada Yogyakarta, Pj Wali Kota Singgih Raharjo Ambil Formulir Penjaringan Bakal Calon Partai Golkar

Yogyakarta
DPD Golkar Gunungkidul Buka Pendaftaran Pilkada 2024, Siapa Saja yang Sudah Mendaftar?

DPD Golkar Gunungkidul Buka Pendaftaran Pilkada 2024, Siapa Saja yang Sudah Mendaftar?

Yogyakarta
Cerita Warga Sleman Yogyakarta soal Penyebaran Nyamuk Wolbachia, Kasus DBD Turun dan Tidak Merasakan Dampak Negatif

Cerita Warga Sleman Yogyakarta soal Penyebaran Nyamuk Wolbachia, Kasus DBD Turun dan Tidak Merasakan Dampak Negatif

Yogyakarta
Perempuan Asal Kuningan Ditemukan Tewas Mengenaskan di Tepi Rel Kulon Progo

Perempuan Asal Kuningan Ditemukan Tewas Mengenaskan di Tepi Rel Kulon Progo

Yogyakarta
Nyamuk Wolbachia Disebar di Bantul Tahun 2022, Kasus DBD Menurun

Nyamuk Wolbachia Disebar di Bantul Tahun 2022, Kasus DBD Menurun

Yogyakarta
Bertemu Petahana Bupati, PAN dan PKS Jajaki Usung Sunaryanta dalam Pilkada Gunungkidul 2024

Bertemu Petahana Bupati, PAN dan PKS Jajaki Usung Sunaryanta dalam Pilkada Gunungkidul 2024

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com