Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pasutri Difabel Bertahan di Tengah Kerasnya Hidup, Order Tak Pasti, Berhemat agar Bisa Makan

Kompas.com - 05/12/2022, 14:14 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana,
Khairina

Tim Redaksi

 

MAGELANG, KOMPAS.com -  Seluruh aktivitas Sholikin dilakukan dari atas kursi roda. Sejak kelas IV Sekolah Dasar, pria 54 tahun itu divonis menderita penyakit polio yang menyebabkan kakinya lumpuh.

Untuk menyambung hidup, Sholikin bekerja sebagai tukang reparasi barang-barang elektronik. Satu-satunya keahlian yang dimiliki sejak menempuh pendidikan dan pelatihan di sebuah yayasan khusus penyandang disabilitas di Yogyakarta.

"Pendapatan nggak tentu, kalau misalnya hari ini ramai, seminggu sampai dua minggu ke depan sepi," kata Sholikin, Jumat (1/12/2022).  

Baca juga: Kisah Yeni Endah Pengidap Sindrom Langka, Menulis dengan Jari Telunjuk Hasilkan Ratusan Karya

Solikhin tinggal di sebuah rumah sangat sederhana di Dusun Banjaran, Desa Tempurejo, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Dapat dikatakan rumah yang dihuni bersama istri dan seorang anaknya itu jauh dari kata layak. 

Dinding berupa tambalan-tambalan kayu, plastik dan seng. Ukurannya tak lebih dari 4 x 2,5 meter. Kalau hujan tentu saja atap bocor di beberapa bagian.

Rumah itu pun berdiri di atas lahan milik Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Magelang, tepat di pinggir jalan raya Magelang-Purworejo, Kecamatan Tempuran. 

"Ya, jadi kami boleh buat rumah di lahan punya DPUPR, asalkan rumahnya tidak permanen. Kalau nanti ada pelebaran jalan ya pasti habis digusur,"  ungkap Sholikhin.

Baca juga: Kisah Briptu Ayu Saidevy, Polwan Polda Kaltim yang Mengemban Misi Kemanusiaan di Bangui Afrika Tengah

Dia tinggal di rumah reot itu sejak 2001 silam. Sebelumnya, sejak tahun 1986, dia tinggal di asrama sebuah yayasan disabilitas di Yogyakarta sembari menempuh pendidikan dan bekerja di perusahaan mainan milik yayasan tersebut.

Di yayasan itu pula, Sholikin bertemu dengan Tunah (44) yang kini menjadi istrinya. Tunah menjadi satu-satunya wanita yang mau menerima kondisi dan kehidupannya. Padahal Tunah juga penyandang disabilitas grahita. Dia hanya memiliki satu kaki sejak lahir. 

Tahun 2001 keduanya memutuskan untuk menikah, lalu pindah ke Kabupaten Magelang. Sebelumnya Solikhin sempat belajar reparasi elektronik di Malioboro Yogyakarta. Ilmu yang diperoleh dari sana menjadi modal untuk membuka jasa reparasi elektronik di tempat tinggalnya yang baru.

"Kami coba buka jasa servis sendiri di rumah ini. Awal buka, bukan elektronik karena tidak ada  listrik, tapi buka servis jam dinding.  Nah setelah dapat saluran listrik dari saudara baru buka servis elektronik," kisah Sholikin. 

 

Beruntung sekarang mendapat saluran listrik dari pemilik usaha cucian truk dekat rumahnya, termasuk biaya bulanan yang sudah ditanggung oleh mereka.

Lebih lanjut, Sholikin bercerita, pandemi Covid-19 yang melanda global dua tahun lalu juga berdampak pada perekonomian keluarga. Bahkan, nyaris tanpa pemasukan dalam waktu lama. 

Sholikin dan istrinya tidak bisa berbuat banyak karena tidak punya keahlian selain reparasi. Sesekali mereka menjual barang elektronik bekas yang sudah tidak dipakai pelanggan, seperti tabung televisi yang dihargai Rp 75.000 untuk 4 buah tabung. 

"Sejak ada Covid-19 sepi. Sampai sekarang juga masih sepi nggak seperti dulu. Sekarang semingu ada, tapi sebulan (ke depan) nganggur. Ya, ini penghasilan utama, karena nggak ada usaha lainnya," ungkap Sholikin.

Ketika ada order servis elektronik, Sholikhin tentu saja senang. Dia rela berbelanja spare part sampai ke Yogyakarta, Semarang, bahkan Solo, menaiki sepeda motor modifikasi.

"Perginya beli spare part sendiri pake motor yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa, yang cocok sama orang cacat," ucap Sholikin.

Berhemat

Tunah mengaku harus berhemat agar kebutuhan sehari-hari tercukupi. Setiap sang suami menerima order jasa reparasi dia belikan beras secukupnya dan bahan lauk pauk, termasuk sabun mandi, cuci dan sebagainya.

Jasa reparasi yang dipatok bervariasi tergantung tingkat kerusakan, kisaran Rp 50.000 sampai Rp 300.000.

"Makan ya seadanya saja, nasi dan lauk seadanya, sudah cukup. Ya, memang harus ngirit banget, karena pendapatan enggak tentu," kata Tunah.

Tapi, tidak jarang pula ada saudara dan tetangga yang baik hati memberinya sayuran untuk dimasak keluarganya.

"Alhamdulillah kami punya saudara, orang-orang di sini (tetangga) juga baik, mereka biasa aja sama kami, nggak membeda-bedakan gitu walaupun kami ini begini (disabilitas). Kadang ada yang ngasih sayur, lauk pauk, buat masak," papar Tunah.

Meski begitu, Sholikin dan Tunah merasa bersyukur. Anak semata wayangnya, Edwin Abyo Taukhid (17), tetap bersekolah hingga saat ini duduk di bangku SMK di Kota Magelang. Kondisi ekonomi keluarga tidak membuat anaknya patah arang.

Sejak MTS dan sekarang di SMK, anak lelakinya itu mendapatkan beasiswa penuh sehingga cukup mengurangi beban ekonomi.

Tunah menambahkan, anaknya juga mengerti dengan kondisi ekonomi keluarga sehingga dia pun hampir tak pernah meminta atau menuntut apa-apa dari kedua orangtuanya. 

Saat ini, keluarga Sholikin sudah tercatat sebagai penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial (Kemensos). Bantuan ini pun diperolehnya dengan penuh perjuangan karena Tunah meminta langsung ke Bupati Magelang Zaenal Arifin. 

"Saat orang-orang di sekitar sini terima PKH, saya tidak dikasih sendiri. Akhirnya saya nekat minta Pak Bupati, saya langsung ke rumah dinas bertemu beliau sampai akhirnya kami dapat," kisah Tunah. 

Tunah mengaku hanya tercatat sebagai penerima manfaat PKH. Dirinya juga berharap bisa mendapatkan Kartu Indoesia Sehat (KIS) untuk berobat suaminya. Tunah mangatakan suaminya harus rutin berobat untuk memeriksakan matanya yang pernah dioperasi.  

"Saya bersyukur atas kondisi saya. Tapi gimana lagi, yang penting saya enggak begini (meminta-Red). Saya juga tak pernah mengeluh ke saudara-saudara," tambahnya. 

Sementara itu, Edwin Abyo Taukhid (17), sang anak sama sekali tak pernah mempermasalahkan kondisi kedua orangtuanya. Dia justru bersyukur memiliki orangtua yang sangat menyayangi walaupun fisik mereka berbeda dengan orang-orang pada umumnya.

Sedari TK hingga SMP, Edwin selalu diantar oleh ayahnya. Begitu juga saat pembagian rapor sekolah. Melihat kondisi orang tuanya seperti itu, teman-teman hingga gurunya memaklumi hal tersebut. Sekarang, sudah tidak ada lagi yang mengejeknya. 

“Setelah lulus sekolah, pengen kuliah, tapi belum tahu di mana. Dulu pengennya jadi dokter, sekarang pengen jadi dokter otomatif,” kata Edwin bersemangat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ingin Usung Kader Partai di Pilkada, PDI-P Sleman Panggil Danang Maharsa

Ingin Usung Kader Partai di Pilkada, PDI-P Sleman Panggil Danang Maharsa

Yogyakarta
Banding Dikabulkan, 2 Pelaku Mutilasi Mahasiswa UMY Dijatuhi Pidana Seumur Hidup

Banding Dikabulkan, 2 Pelaku Mutilasi Mahasiswa UMY Dijatuhi Pidana Seumur Hidup

Yogyakarta
PDI-P Lakukan Penjaringan Bakal Calon Bupati Bantul, Ada Nama Soimah Pancawati

PDI-P Lakukan Penjaringan Bakal Calon Bupati Bantul, Ada Nama Soimah Pancawati

Yogyakarta
PAN Kembali Usung Kustini Sri Purnomo di Pilkada Sleman

PAN Kembali Usung Kustini Sri Purnomo di Pilkada Sleman

Yogyakarta
Langkah Pemkot Yogyakarta Hadapi Desentralisasi Sampah

Langkah Pemkot Yogyakarta Hadapi Desentralisasi Sampah

Yogyakarta
Pj Wali Kota Yogyakarta Minta Masyarakat Buang Sampah di Depo Sampah

Pj Wali Kota Yogyakarta Minta Masyarakat Buang Sampah di Depo Sampah

Yogyakarta
KPU Kota Yogyakarta Segera Rekrut PPK dan PPS Pilkada, Sosialisasi Senin Depan

KPU Kota Yogyakarta Segera Rekrut PPK dan PPS Pilkada, Sosialisasi Senin Depan

Yogyakarta
Sempat Langka, Gunungkidul Tambah Stok Elpiji 3 Kilogram, Harga Tembus Rp 25.000

Sempat Langka, Gunungkidul Tambah Stok Elpiji 3 Kilogram, Harga Tembus Rp 25.000

Yogyakarta
Siap Maju Pilkada Yogyakarta, Mantan Wali Kota Heroe Poerwadi Sudah Cari Calon Pendamping

Siap Maju Pilkada Yogyakarta, Mantan Wali Kota Heroe Poerwadi Sudah Cari Calon Pendamping

Yogyakarta
Maju Independen di Pilkada Yogyakarta, Bakal Calon Harus Kantongi 27.000 Dukungan

Maju Independen di Pilkada Yogyakarta, Bakal Calon Harus Kantongi 27.000 Dukungan

Yogyakarta
Eks Direktur Perusahaan yang Jadi DPO Polda Jatim Berstatus Dosen UGM

Eks Direktur Perusahaan yang Jadi DPO Polda Jatim Berstatus Dosen UGM

Yogyakarta
Seorang Perempuan Curi Uang Rp 81 Juta di Bantul, Duitnya Langsung Disetorkan ke Bank

Seorang Perempuan Curi Uang Rp 81 Juta di Bantul, Duitnya Langsung Disetorkan ke Bank

Yogyakarta
Penyebab Terbakarnya Bus Tujuan Pati di Ring Road Barat Yogyakarta, Kerugian Ditaksir Rp 460 Juta

Penyebab Terbakarnya Bus Tujuan Pati di Ring Road Barat Yogyakarta, Kerugian Ditaksir Rp 460 Juta

Yogyakarta
Usai Libur Lebaran, Sampah Menumpuk di Jalanan Yogyakarta

Usai Libur Lebaran, Sampah Menumpuk di Jalanan Yogyakarta

Yogyakarta
Usai Dibuka Fungsional untuk Mudik, Tol Solo-Yogya Kembali Ditutup

Usai Dibuka Fungsional untuk Mudik, Tol Solo-Yogya Kembali Ditutup

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com