Dari observasi diduga terlihat korban kecelakaan mengalami patah tulang sehingga harus di-rontgen. Sedangkan di puskesmas tidak ada alat rontgen.
"Dia tidak mengambil tindakan medis juga tidak memberi rujukan. Untuk mengakses ambulans kan harus ada rujukan," jelasnya.
Puskesmas, lanjut Budhi Masturi, mengakui hal tersebut tidak sebagaimana prosedur di penanganan medis. Seharusnya, tidak cukup hanya diobservasi.
"Memang harusnya tidak cukup diobservasi, tetapi harus ada tindakan triase yang memeriksa nadi dan macam-macam, itu tidak dilakukan dan ada asesmen formulirnya dan sebagainya untuk menyimpulkan sejauh mana tingkat kedaruratan si korban apakah harus dirawat di puskesmas, harus dirujuk atau bisa dirawat di rumah itu nggak dilakukan," tuturnya.
Menurut Budhi, Puskesmas Berbah mengakui ada prosedur yang tidak dijalankan. Di sisi lain, Ombudsman melihat tenaga medis kurang memahami terkait kewenangan yang dimilikinya.
"Sebenarnya meskipun perawat dalam kondisi kedaruratan tidak ada dokter, itu bisa mengambil tindakan medis untuk pertama kali sampai dengan memberi rujukan ke rumah sakit, sehingga bisa diantar pakai ambulans. Nampaknya dia tidak cukup memahami punya kewenangan itu," ucapnya.
Budhi mengungkapkan memang soal edukasi tentang kewenangan yang dimiliki. Sehingga secara lisan, tim Ombudsman yang datang meminta Puskesmas Berbah mengumpulkan perawat untuk memberikan edukasi tentang kewenangan itu. Termasuk tindakan apa yang harus dilakukan ketika dalam kondisi kedaruratan.
"Secara tertulis akan kita rumuskan dalam waktu dekat dan akan Kita sampaikan kepada Dinas Kesehatan dan sebagainya. Dugaannya maladministrasinya tidak sesuai prosedur, tidak memberikan pelayanan," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.