YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengimbau petani mewaspadai fenomena perubahan iklim. Mengingat tanaman padi rentan terkena banjir dan angin kencang.
Kepala DPKP DIY Sugeng Purwanto mengatakan pada musim kemarau kemarin di DIY merupakan kemarau basah, sedangkan pada musim hujan kali ini diprediksi akan terjadi musim hujan dengan curah yang ekstrem.
Baca juga: Usai Ikut Panen Raya, Menteri Pertanian Ingatkan Gubernur dan Bupati Menjaga Normalisasi Harga
Sugeng mengatakan dengan perkiraan musim penghujan ekstrem dikhawatirkan tanaman padi dapat terkena banjir dan roboh terkena angin kencang.
"Climate change diwaspadai meskipun tanaman padi doyan air, waspada banjir kadang-kadang hujan disertai angin bisa roboh kalau layak panen, panen saja daripada terkena angin roboh dan banjir," katanya, Jumat (7/10/2022).
"Kalau tergenang padi kan enggak apa apa mendekati panen jangan sampai ada genangan memang tidak terlalu banyak dibutuhkan terlalu banyak air (menjelang panen)," tambahnya.
Baca juga: Tanah Tandus Lereng Bukit Menoreh Diubah Jadi Kebun Kelengkeng, Pemuda Desa Rayakan Panen Perdananya
Jika terdapat kawasan yang tidak bisa membuang air dan berpotensi banjir, pihaknya menyiapkan pompa untuk membuang air dadi lahan pertanian padi.
"Jangan sampai air tidak bisa terbuang di wilayah sumbang ga bisa buang air penyediaan pompa kami siap," tambahnya.
Untuk tanaman holtikultura dengan kondisi seperti ini kemungkinan akan terjadi lonjakan harga, karena lahan terbatas ditambah lagi curah hujan tinggi.
"Makanya nanti harga akan tinggi, holtikultura kami arahkan bagaimana penanaman di lahan pantai, lahan pasir musim hujan bisa off season," ucap dia.
Baca juga: Mengenal Rasulan, Tradisi Pasca Panen di Gunung Kidul
Secara umum beras di DIY cenderung aman karena mengalami surplus hingga di atas 50 persen dari kebutuhan.
Ditambah lagi kemungkinan petani akan menanam pada Desember atau November.
"Sementara ini beras kalau terbanyak secara umum memang di wilayah Bantul luasan tanam luar biasa, di Gunungkidul juga angkanya cukup tinggi. Kalau bicara beras tertinggi Bantul dan Sleman," kata dia.
Cadangan beras di DIY di seluruh lumbung padi, baik itu yang dikelola oleh Pemerintah DIY, Bulog, hingga kabupaten jika ditotal sebanyak 900 ton jumlah tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah konsumsi warga DIY.
"Pastinya konsumsi plus minus 400 sampai 500 ton. Kalau lebih 600an ton per tahun," kata dia.
Disinggung soal pernyataan Menteri Pertanian terkait mengganti beras dengan Sagu menurut dia pihaknya siap untuk menanam jika hal itu merupakan kebijakan dari pemerintah pusat, ia menegaskan bahwa beras di DIY masih cukup.
"Terlepas itu merupakan pergerakan pusat akan mendukung kalau Jogja pangan, beras masih sangat cukup. Kalau sekarang kan ada policy ada pengembangan sorgum," katanya.
Selain beras pengganti karbohidrat yang bisa dikembangkan di DIY adalah singkong atau mocaf.
"Ya secara umum pengalaman 2018 penyelamat indikator kebutuhan pangan masyarakat justru dari singkong banyak," katanya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.