YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Permasalahan pengadaan seragam sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali lagi mencuat.
Kali ini, permasalahan datang dari SMAN 1 Wates, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta.
Permasalahan bermula ketika satu di antara orangtua siswa berinisial AP yang juga merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Kulon Progo, mempertanyakan pengadaan seragam di sekolah bagi anaknya.
"Saya hanya mempertanyakan kenapa dengan uang Rp 1,7-Rp 1,8 juta cuma mendapat bahan semacam ini. Apakah barang seperti ini barangnya standar, harganya wajar? Hanya itu pertanyaan saya, kemudian mereka jawab oh itu sudah standar, sudah wajar," kata AP, saat ditemui di kantor LBH Yogyakarta, Senin (3/10/2022).
Baca juga: Melihat Lubang Buaya Yogyakarta, Lokasi Ditemukannya Jenazah 2 Pahlawan Revolusi
Setelah mempertanyakan kualitas dari bahan seragam itu lantas, AP juga bertanya soal ukuran kepada pihak sekolah.
Namun, jawaban yang diterima AP tidak membuatnya puas.
Dia menilai, antara harga barang dan kualitas tidak seimbang, barang yang diterima kualitasnya tidak baik sementara harganya mahal.
AP mempertanyakan kualitas bukanlah tanpa dasar.
Dia sendiri telah mencoba membeli seragam di toko-toko lainnya, seperti contoh seragam warna putih dengan celana warna putih tercatat seharga Rp 72.000.
Kemudian, ia bandingkan dengan toko lainnya seharga Rp 30.000, Rp 35.000, dan 40.000.
"Kami membeli di sana harga per meter Rp 30.000 dan harga eceran tidak menawar, kemudian dari toko menjawab kalau membeli sekian ratus meter kami mendapatkan potongan harga sampai Rp 25.000 per meter dan mendapat fee. Saya tidak peduli fee cuma pembanding saja," ujar dia.
Dengan hasil pembandingan ini, dia merasa heran mengapa barang dengan kualitas sama justru dijual dengan harga yang lebih mahal.
Tak hanya bertanya kepada pihak sekolah untuk mendapatkan kejelasan soal seragam ini, Agung juga mempertanyakan hal ini kepada paguyuban orangtua (pot) yang bertugas membelanjakan seragam sekolah.
"Kemudian, saya tanya lagi kepada Pot yang membelanjakan ini, bapak pegawai negeri harusnya tahu pengadaan barang dan jasa, ada spek jenis bahan, kemudian warna dan lain-lain, lalu dibandingan dengan HPS harga perkiraan sendiri, kemudian tawar menawar," jelas dia.
Ia menambahkan dari hasil pengecekan langsung di lapangan dengan barang yang dibeli oleh pot ditemukan adanya selisih 30 hingga 40 persen.
"Kami melihat ada selisih Rp 800.000 sekian, seandainya dari pokoknya yang wajar Rp 1,5 juta ada margin Rp 800.000 atau 35-40 persen," kata dia.
Dia mempertanyakan adanya selisih ini kepada pot dan tidak mendapatkan jawaban.
Tidak mendapatkan jawaban ini membuat dirinya berencana melaporkan hal ini kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan DIY.
"Padahal ada selisih seperti ini gimana kalau saya laporkan ke Ombudsman, saya bilang seperti itu. Mereka mungkin ketakutan atau apa. Ketika mereka tidak bisa memberikan jawaban maka yang bisa mereka berikan adalah pembungkaman," kata dia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.