YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Dua pahlawan revolusi gugur di 'Lubang Buaya', Sleman dalam gerakan G30S. Salah satunya adalah Kolonel Infanteri (Anumerta) Sugiyono Mangunwiyoto yang berasal dari Kabupaten Gunungkidul.
Sugiyono lahir di Padukuhan Gedaren 1, Kalurahan Sumbergiri, Kapanewon Ponjong. Meski sudah meninggal puluhan tahun lalu, nama Sugiono masih diingat oleh masyarakat Padukuhan Gedaren 1.
Hal itu terlihat, saat bertanya mengenai lokasi Sugiyono dilahirkan. Warga di sana pun langsung menunjukkan lokasinya.
Baca juga: Melihat Lubang Buaya Yogyakarta, Lokasi Ditemukannya Jenazah 2 Pahlawan Revolusi
Namun, rumah Sugiyono kecil itu kini hanya tersisa gapura pintu masuk dan sumur saja. Bekas rumah, yang berada di samping perbukitan ini sudah ditumbuhi kolonjono atau rumput gajah.
Pekarangan yang ada banyak ditanami pohon jati dan rumput gajah.
"Iya disini rumah Pak Sugiyono. Beliau lahir dan besar disini karena orang tuanya Kasan Semitorejo dan Sutiyah asli Gedaren," kata Danarta (Bendahara) Kalurahan Sumbergiri, Guritno saat ditemui Rabu (28/9/2022) petang.
Saat ini, sebagian tanah dan bukit itu milik anak Sugiyono, karena dirinya yang mengantar langsung ke Kota Yogyakarta beberapa tahun silam.
Cukup sulit melacak orang yang mengetahui masa muda pahlawan revolusi ini, karena sebagian besar sudah tua.
"Rumahnya sudah di robohkan, sisanya ya sumur itu. Sudah puluhan tahun," kata Guritno yang juga sebagai PJ Dukuh Gedaren 1.
Tak jauh dari lokasi itu, tinggal seorang keluarga yang masih keponakan Sugiyono, bernama Eni Murdiani (50). Eni mengatakan, ayah dari Sugiyono yakni Semitroejo merupakan adik dari ayahnya.
"Pak Sugiyono itu om saya, adik dari bapak saya. Beliau anak ke-9 dari 11 bersaudara," kata Eni.
Tak banyak yang diketahui Eni mengenai sosok Sugiyono, karena saat itu dirinya belum lahir.
Keponakan lainnya, Sugeng Praptopo (72), saat ini tinggal di Kalurahan Baran, Kapanewon Rongkop. Dia mengaku masih mengingat kenangan saat bersama Sugiyono.
"Saya memanggilnya om, karena ayah saya lebih tua," kata Sugeng mengawali pembicaraan saat dihubungi melalui sambungan telepon Kamis (29/9/2022).
Sugeng masih ingat, kala Sugiyono muda masih sering pulang ke rumahnya di Gedaren 1. Para keponakan sering diajak bertamasya ke Kota Yogyakarta oleh Sugiyono. Salah satu tujuannya, berkunjung ke kebun binatang menggunakan kendaraan dinas yang dibawa pulang.
"Kadang pakai jenis jip, tapi juga tak jarang membawa truk pengangkut pasukan saat pulang," kata Sutopo.
Saat bersama keponakan itu, Sugiyono sering bercerita mengenai ssuahnya menjadi tentara.
"Jadi tentara berat. Jadi saat dewasa jangan masuk (tentara) biar Om saja," ucap Sutopo menirukan perkataan omnya itu.
Sugeng mengatakan, saat kematian Kolonel Sugiyono diketahui keluarga besar. Sang ibu yakni Sutiyah sangat terpukul. Apalagi Sugiyono adalah anak yang disayangi keluarga besar.
Sutinah yang mengetahui anaknya gugur ditangan PKI menjadi syok dan sakit-sakitan. Kesehatannya terus menurun hingga akhirnya meninggal dunia.
"Meninggalnya (Sutinah) kurang dari satu tahun setelah kepergian Om Gik," katanya.
Pada saat pemakaman sang nenek dilakukan dengan cara kemiliteran. Padahal, tidak yang berasal dari keluarga militer karena yang menjadi tentara hanya Sugiyono.
Diketahui, Sugiyono ditemukan tewas di sebuah lubang yang terletak di Padukuhan Kentungan, Kalurahan Condongcatur, Kapanewon Depok.
Lubang ini menjadi saksi bisu peristiwa gugurnya dua Pahlawan Revolusi Brigadir Jenderal (anumerta) Katamso Darmokusumo dan Kolonel Infantri (anumerta) Sugiyono. Peristiwa berdarah ini terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965. Lubang tersebut kemudian disebut sebagai "Lubang Buaya" Yogyakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.