YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY mendapatkan aduan terkait adanya dugaan pungutan kepada orangtua murid di SMK Negeri 2 Kota Yogyakarta.
Aduan ini disampaikan oleh perwakilan Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY).
"Di SMKN 2 Yogyakarta itu terjadi rapat komite, tapi belum resmi keputusan itu, belum ada surat edaran tapi akan terjadi pungutan," ujar Robani dari Lembaga Sarang Lidi yang juga Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) saat ditemui di Ombudsman RI perwakilan DIY, Rabu (14/09/2022).
Baca juga: ORI Sarankan Pembagian Kelas di Sekolah di DIY Berperspektif Kebhinekaan
Robani menyampaikan, awalnya di rapat tersebut disepakati besarannya Rp 5.250.000. Kemudian terjadi kesepakatan menjadi Rp 5 juta.
Jumlah uang tersebut itu rinciannya terdiri dari uang pendidikan sekolah, kemudian sumbangan pribadi dan untuk uang pembangunan awalnya.
"Itu wacana di forum ya yang disampaikan oleh paparan kepala sekolah tapi itu bersama komite," ungkapnya.
Uang pembangunan rencananya digunakan untuk pembanguan kantin, tempat parkir, hingga gazebo.
Baca juga: Dugaan Kekerasan Napi di Lapas Narkotika, ORI DIY Dalami Keterangan Eks KPLP
Robani mengungkapkan sudah mendatangi sekolahan dan kepala sekolah sudah mengikuti acuan bahwa ada opsi boleh tidak menyumbang atau belum sanggup menyumbang atau tidak sanggup. Kemudian opsi menyumbang di bawah dua juta dan menyumbang di atas 2 juta.
"Itu opsi kita dan termasuk kita kemarin menyampaikan untuk sumbangan itu bisa berupa material. Jadi kita sampaikan kepala sekolah, kepala sekolah sepertinya mengikuti," ucapnya.
Menurut Robani kemudian terjadi perdebatan di grup komite. Sepertinya kepala sekolah belum menyampaikan opsi itu ke komite.
"Kemarin belum menyampaikan, baru hari ini menyampaikan ke komite. Akhirnya komite tetap bersikeras bahwa pungutan itu berdasarkan PP 48 tahun 2008 Pasal 47 itu yang kemarin jadi patokannya komite seperti itu," ucapnya.
Sementara itu, Robani menjelaskan PP 48 Tahun 2008 Pasal 47 tersebut hanya untuk sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat atau swasta. Sehingga tidak dapat dijadikan acuan untuk sekolah negeri.
"Padahal komite itu sendiri kan ada acuannya yaitu Permendikbud 75 tahun 2016 harusnya mengacunya ke situ bukan ke PP 48," tandasnya.
Hal itulah yang membuat Robani mengadukan ke Ombudsman RI perwakilan DIY.
"Intinya kita laporan awal supaya itu terjadi pencegahan. Karena kalau tidak terjadi (pencegahan) wali murid mau nggak mau harus nyumbang, apalagi kalau sudah tanda tangan surat pernyataan supaya tidak terjadi tanda tangan surat pernyataan kita mengadu ke Ori," tegasnya.