YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Perwakilan Ombudsman RI Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah melakukan pemantauan proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2022 di DIY.
Dalam pantauan tersebut, Perwakilan Ombudsman RI masih menemukan beberapa sekolah yang menjual seragam siswa.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI DIY Budhi Masturi menyampaikan, proses pemantauan melibatkan stakeholder bersama warga penggiat pendidikan.
Selain mengenai pelaksanaan PPDB (zonasi, jalur prestasi, afirmasi dan perpindahan orangtua) dan pungutan sekolah, Ombudsman RI DIY juga masih menemukan ditemukan praktik penjualan seragam/bahan seragam oleh sekolah juga madrasah, yang dikemas dengan berbagai cara.
Baca juga: 12 Puskesmas di Bantul Kini Menggunakan Jamu untuk Pengobatan Pasien
"Keluhan mengenai jual beli seragam terjadi pada sekolah negeri, madrasah maupun sekolah swasta dari berbagai tingkatan," kata Budhi, pada Kamis (7/7/2022).
Terkait hal itu, Perwakilan Ombudsman RI DIY mengingatkan bahwa penjualan seragam/bahan seragam oleh sekolah maupun madrasah adalah dilarang.
Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 181 dan Pasal 198 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang intinya Pendidik dan Tenaga Kependidikan dilarang untuk menjual seragam ataupun bahan seragam.
Demikian juga Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah.
Pada Pasal 4 Ayat (1) dan (2) Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, juga mengatur ketentuan mengenai seragam.
Pengadaan pakaian seragam sekolah diusahakan sendiri oleh orangtua/wali siswa.
Pengadaan pakaian seragam sekolah juga tidak boleh dikaitkan dengan pelaksanaan PPDB ataupun kenaikan kelas.
Lebih lanjut Budhi menambahkan, pada Pasal 23 Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2020 tentang Komite Madrasah yang melarang komite madrasah secara kolektif maupun perorangan menjual seragam atau bahan seragam.
Budhi menyampaikan, beberapa modus yang dilakukan oleh sekolah adalah dengan cara membagikan formulir pesanan.
Pada formulir tersebut tidak ada keterangan nama sekolah dan tidak dicantumkan keterangan bahwa seragam boleh dibeli di luar sekolah.
"Bagi formulir pemesanan, itu nanti tinggal ceklis-ceklis saja ketemu angkanya berapa. Biasa formulirnya tidak ditulis nama sekolahya. Tapi, yang nyiapin dari sekolah. Di situ juga enggak ditulis bisa beli di luar, cuma menyampaikan (beli) di sana saja monggo. Tapi, akhirnya orangtua seakan wajib membeli, jadi memang caranya seperti itu," ujar Budhi.
Ombudsman RI saat ini juga sedang melakukan pengecekan apakah sekolah-sekolah ini melakukan kerja sama dengan toko kain.
Karena, dalam pemantauan tahun sebelumnya, pihaknya menemukan beberapa sekolah yang bekerja sama dengan toko kain.
"Tahun sebelumnya kami dapat pengakuan dari sekolah bahwa sekolah menerima pengembalian uang dari mitra. Mungkin enggak besar sekisaran Rp 10.000-an satu stel bahannya. Tapikan itu tetap banyak kalau dijumlahkan," ungkap dia.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.