KOMPAS.com - Obyek wisata Dieng di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah memiliki fenomena unik yaitu embun upas atau embun es.
Fenomena embun upas sempat terjadi pada Kamis (30/6/2022) pagi. Saat iti suhu kawasan Dataran Tinggi Dieng mencapai minus 1 derajat celsius.
Embun upas terlihat di beberapa titik seperti kompleks Candi Arjuna, lapangan sekitar Candi Arjuna, dan Dharmasala.
Tak hanya fenomena embun upas. Dieng juga memiliki kekayaan tradisi salah satu ritual cukur rambut gimbal.
Baca juga: Tradisi Ruwatan Rambut Gimbal di Dieng, Berharap Nasib Sial Menjauh dan Berkah Menyertai
Gimbal yang dalam kamus Bausasra Jawa-Indonesia berarti pial, gelambir, atau bergumpal-gumpal. Pada anak yang mengalami fenomena gimbal, rambutnya memang menjadi pial atau bergumpal-gumpal.
Prosesi potong rambut gimbal dilakukan satu tahun sekali terhadap anak-anak Dieng yang kebetulan berambut gimbal.
Rambut gimbal hanya dimiliki anak-anak Dieng yang diyakini titipan tetua Dieng yang dikenal dengan nama Kiai Kolo Dete.
Diceritakan, Kiai Kolo Dete adalah seoang punggawa di masa Mataram Islam di sekitar abad ke-14.
Baca juga: Melihat Prosesi Potong Rambut Gimbal Bocah Dieng, Minta Mie Ayam dan Mobil
Bersama Kiai Walid dan Kiai Karim, Kiai Kolo Dete diperintahkan oleh Kerajaan Mataram untuk mempersiapkan pemerintahan di wilayah Wonosobo dan sekitarnya.
Kiai Kolo Dete pun bertugas di Dataran Tinggi Dieng ditemani sang istri, Nini Roro Rence.
Sejak saat itu muncul anak-anak berambut gimbal. Masyarakat meyakini tolak ukur kesejahteraan masyarakat Dieng ditandi dengan keberadaan anak-anak berambut gimbal.
Semakin banyak jumlah anak berambut gimbal, masyarakat Dieng yakin kesejahteraan mereka akan semakin baik. Begitu pula sebaliknya.
Baca juga: Rambut Gimbal, Nyai Roro Kidul, dan Permintaan Tak Biasa Para Bocah Dieng
Dikisahkan di masa lalu, ada seorang putri cantik yang bernama Sinta Dewi. Kecantikan Sang Putri membuat Pangeran Kidang Garungan pun jatuh cinta.
Walau belum bertemu, Sang Putri menerima lamaran Sang Pangeran
Saat rombongan pangeran tiba di istana, betapa terkejutnya Putri Sinta Dewi karena sang pangeran ternyata bekepala kijang.
Sinta Dewi yang terlanjur menerima lamaran pun kecewa. Ia kemudian meminta Pangeran Kidang untuk membuat sumur. Alasannya karena penduduk di Kerajaan Sinta Dewi sulit mendapatkan air.
Baca juga: Asal Muasal Legenda Rambut Gimbal
Syarat yang diajukan Sinta Dewi cukup sulit yakni sumur harus selesai dalam satu malam. Pangeran Kidang pun menanyanggupi. Dia mulai menggali dan terus menggali sumur untuk gadis pujaannya.
Namun di atas bibir sumur, pengawal dan dayang-dayang Sinta dewi malah menimbun Sang Pangeran.
Pangeran Kidang Garungan pun marah. Sebelum tewas, dia mengucapkan sumpah jika keturuna Sinta Dewi akan berambut gimbal.
Sementara sumur yang digali diyakini menjadi Kawah Sikidang yang ada di kawasan Dieng.
Baca juga: 4 Acara Unik di DCF 2019, dari Rambut Gimbal hingga Domba Batur...
Masyarakat percaya bahwa dengan rambut gimbal dianalogkan akan menyebabkan terjadinya kendala atau sengkolo (Jawa) seperti datang penyakit dan bahaya.
Sehingga untuk menghilangkannya harus dengan diruwat atau upacara mencukur rambut gimbal.
Sebelum mencukur rambut gimbal, masyrakat akan menggelar beberapa upacara dan menyiapkan benda-benda sesaji. Tempat upacara dilakukan di Goa Semar.
Baca juga: Gunung Dieng, Dataran Tinggi dengan Sensasi Magis di Pulau Jawa
Sementra benda-benda sesaji yang disiapkan adalah tumpeng, ingkung, gunting, mangkuk, air berisi bunga setaman, beras, dua buah uang, payung, dan barang permintaan dari si anak yang akan digunting rambut gimbalnya.
Permintaan anak tersebut wajib dipenuhi, karena kalau tidak rambut gimbalnya akan tumbuh lagi. Umumnya upacara ruwatan harus dilaksanakan pada hari weton atau kelahiran si anak
Biasanya seorang anak yang berambut gembel akan mendapat perlakuan istimewa dari orang tua, dan keluarganya. Orangtua percaya anak yang berambut gembel dapat membawa berkah.
Anak yang berambut gembel dapat dicukur rambut gembelnya apabila telah memenuhi beberapa syarat, yaitu umur anak sudah berusai minimal tujuh tahun.
Jika filakukan sebelum berumur tujuh tahun dipercayai anak akan jatuh sakit dan meninggal atau rambutmya akan terus tumbuh gembel.
Baca juga: Bagai Negeri Bersalju, Ini Penjelasan dan Waktu Terjadinya Fenomena Embun Es di Dieng
Pertama anak dimandikan oleh seorang dukun, lalu anak diselubungi kain putih atau mori, disuwuk oleh sang dukun lalu tahapan cukur diawali oleh sang dukun. Lalu dilanjutkan orang tua dan tamu undangan sampai selesai.
Terakhir, rambut dibersihkan oleh dukun sampai bersih atau gundul
Proses munculnya rambut gembel adalah sang anak awalnya sakit panas dan selang beberapa hari dirambutnya tumbuh gembel.
Orangtua kemudian akan berusaha menyisir dengan diberi minyak kelapa. Apabila si anak masih sakit panas dan rambutnya tetap gembel, maka orang tua tidak berani menyisirnya. Orangtua pun mempercayai anaknya ditakdirkan dengan rambur gembel.
Tanda-tanda munculnya rambut gembel adalah tumbuh rambut kaku berdiri.
Baca juga: Suhu Dieng Minus 1 Derajat Celsius, Embun Es Kembali Muncul
Dewi Liesnoor Setyowati & Puji Hardati menulis tradisi rambut gembel sebenarnya terakit dengan sejarah Adipati Banjar sebagai cikal bakal Kabupaten Banjarnegara.
Adipati Banjar merupakan Adipati pertama sebelum wilayah Karesidenan Banyumas terpecah menjadi Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara.
Pada saat Adipati Banjar berkuasa, bersamaan dengan perang Diponegoro pada tahun 1825-1830, banyak para begawan yang melakukan semedi atau tirakat atau tapa. Salah satu tempat untuk bertapa adalah Goa Mandala yang terletak di Dukuh Payaman Karanggondang.
Goa ini dipercayai menjadi tempat yang sakral, sehingga harus ada yang menunggu sebagai
juru kunci yamg diteruskan secara turun temurun.
Baca juga: Suhu Dieng Minus Sebabkan Munculnya Embun Upas, Apa Itu?
Petama kali yang menjadi juru kunci bernama Mbah Sukmogiri, kemudian digantikan oleh mbah Raga Jaya dan Mbah Kuwuk.
Pada saat menjadi juru kunci, Mbah Kuwuk berambut gimbal dan dan berperlakuan aneh. Sejak sepeninggal Mbah kuwuk, anak dan keturunannya pasti ada yang berambut gimbal sampai sekarang.
Untuk menghormati para leluhur supaya terhindar petaka, maka jika ada anggota keluarga yang berambut gimbal akan dicukur dengan acara ritual selamatan supaya terhindar dari petaka.
Sampai sekarang tradisi tersebut masih dilaksanakan oleh penduduk setempat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.