KOMPAS.com - Plengkung Wijilan adalah salah satu gerbang yang kerap dilewati wisatawan ketika berkunjung ke kawasan Keraton Yogyakarta.
Bentuk lengkung Plengkung Wijilan sangat khas dan bisa dilewati kendaraan berukuran sedang dari satu arah.
Baca juga: 5 Angkringan Terkenal di Yogyakarta, Angkringan KR sampai Wijilan
Berbeda dari Plengkung Gading, Plengkung Wijilan tidak memiliki tangga dari bawah yang bisa digunakan untuk menuju ke atas plengkung.
Baca juga: Gara-gara Makan Gudeg, Sahabat Jerome Polin dari Jepang Mau Tinggal di Yogyakarta
Menjadi salah satu bangunan bersejarah di Yogyakarta,berikut adalah beberapa fakta yang bisa disimak mengenai Plengkung Wijilan yang ada di timur Alun-alun Utara.
Baca juga: 5 Fakta Plengkung Gading dan Alasan Mengapa Sultan Yogyakarta Dilarang Melintas
Kawasan Keraton Yogyakarta dikelilingi tembok Baluwarti, atau lebih sering disebut sebagai beteng.
Tembok Baluwarti melingkupi kawasan tempat tinggal kerabat Sultan dan pemukiman Abdi Dalem, atau yang dikenal sebagai kawasan Jeron Beteng.
Plengkung Tarunasura atau Plengkung wijilan adalah salah satu gerbang masuk ke dalam kawasan ini.
Lokasinya memang tak jauh dari Alun-alun Utara, dan bisa ditempuh hanya dengan berjalan kaki.
Awalnya tak sembarang orang dapat melintas, namun kini wisatawan bisa leluasa melewati Plengkung Wijilan.
Seperti diketahui, tembok Baluwarti ini mulanya berfungsi sebagai tembok pertahanan yang mengelilingi kawasan Keraton Yogyakarta.
Hal ini membuat ada aturan khusus bagi masyarakat yang hendak melintasi tiap plengkung pada masa penjajahan.
Konon plengkung-plengkung ini dulunya hanya dibuka dari jam enam pagi sampai enam sore dan kemudian dilonggarkan menjadi dari jam lima pagi sampai jam delapan malam.
Waktu membuka dan menutup gerbang plengkung ini ditandai dengan bunyi genderang dan terompet dari prajurit di Kemagangan.
Plengkung Wijilan yang merupakan satu dari lima gerbang dengan pintu melengkung yang masih terjaga bentuk aslinya.
Bentuk plengkung ini terlihat masih asli dan terawat meski dilewati berbagai kendaraan setiap hari.
Pada tahun 2018 Dinas Kebudayaan DIY melakukan kegiatan rehabilitasi dinding benteng kraton Yogyakarta, termasuk Plengkung Wijilan.
Pada saat pekerjaan rehabilitasi pada bagian lorong di Plengkung Wijilan, lalu lintas yang melewati lorong plengkung tersebut harus dialihkan lewat jalan lain.
Yogyakarta memang dikenal sebagai Kota gudeg, begitu juga dengan kawasan Plengkung Wijilan.
Diketahui kawasan Wijilan dikenal sebagai sentra penjualan gudeg, selain Kampung Mbarek yang berlokasi di dekat kampus UGM.
Sentra gudeg Wijilan menjadi populer karena hanya berjarak 50 meter dari Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta.
Konon Ibu Slamet adalah sosok yang mengawali berjualan gudeg di Wijilan pada 1946, dan masih bertahan dengan citarasa yang otentik.
Sumber: kratonjogja.id dan bptba.lipi.go.id
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.