KULON PROGO, KOMPAS.com - Sebagaimana rutinitasnya di pagi hari, Mbah Saolah (70) menyapu halaman rumah di Pedukuhan Jonggrangan, Kalurahan Jatimulyo, Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Jumat (17/6/2022), sekitar pukul 09.00 WIB. Jatimulyo merupakan desa berhawa sejuk yang berada di dataran tinggi Bukit Menoreh.
Selagi menyapu, pikiran Saolah menerawang. Pasalnya, ia berniat masak sayur waluh (buah labu) hari itu, namun kehabisan bawang. Di saat yang sama, anaknya juga baru saja memerlukan uang untuk membeli BBM untuk motornya.
Saolah kemudian berpikir hasil kebun mana yang akan dijual untuk menghasilkan uang. Nantinya uang tersebut digunakan untuk membeli bumbu dapur dan memberi uang bensin anaknya.
Sambil berpikir dan menyapu, kakinya menginjak gundukan kecil tanah. Gundukan terletak pada pangkal batang singkong. Tampak samar umbi singkong di permukaan tanah. Ia pun berniat mencabutnya.
“Saat itu, saya sedang berpikir untuk membeli bumbon (bumbu dapur, Jawa) dan memberi uang anak untuk beli bensin,” kata Saolah di rumahnya, Senin (20/6/2022).
Baca juga: Warga di Gunungkidul Temukan Kerangka Manusia, Awalnya Dikira Tulang Sapi
Saolah pun memanggil Mbah Gisam, suaminya yang sudah berumur 80 tahun. Mbah Gisam juga dikenal sebagai Muh Supriyadi.
Gisam dan Saolah mencoba menggali singkong tapi tetap tidak tercabut. Mereka memanggil anaknya untuk ikut membantu, tapi umbi singkong d sulit lolos dari tanah.
Gisam berinisiatif menggunakan tambang untuk mencabut singkong. Akhirnya singkong bisa tercabut semuanya.
Betapa terkejut umbi singkong itu berukuran raksasa dan terdiri dari banyak bagian. Umbi paling besar seberat 22 kilogram dengan tinggi hampir sampai dagu mereka. Lalu ada salah satu singkong yang panjangnya satu meter.
“Selain 22 kg, ada yang 11 kg, 13 kg. Ada satu yang paling panjang 1 meter tapi agak kecil,” kata Gisam.
Dijual ke Pedagang Penganan
Saolah dan Gisam merupakan buruh tani. Mereka mengandalkan hasil kebun dari lahan seluas 500 m2. Terdapat rumah batu 96 m2 di lahan itu.
Mereka menanam berbagai jenis tumbuhan yang bisa dikonsumsi maupun dijual. Beberapa di antaranya, pohon kopi, pohon kelapa, pohon pisang, 50 pohon salak, pohon kimpul atau talas, hingga kapulaga.
Setelah memanen, Saolah dan Gisam menjual hasil kebunnya ke pasar Jonggrangan.
“Kalau tidak ada anak ya saya pikul ke pasar dan dijual. Pernah memikul dua (tandan) pisang bawa jalan ke pasar (sejauh) dua kilometer. Hasil semuanya Rp 40.000,” kata Saolah.
Baca juga: 2 ODGJ di Kulon Progo Tinggal Serumah, Salah Satunya Meninggal Dunia hingga Membusuk