YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Gempa yang mengguncang DI Yogyakarta-Jawa Tengah berkekuatan 5,9 Skala Richter pada 27 Mei 2006 masih teringat jelas di benak warga Kabupaten Bantul, meski sudah 16 tahun lalu.
Salah satunya Waskita, warga Kapanewon Bambanglipuro.
Teringat jelas waktu itu, istrinya Evi Hariyanti sedang hamil tua atau dua hari menjelang perkiraan kelahiran anak pertamanya. Anak perempuan pertamanya lahir 29 Mei 2006.
Baca juga: Warga Panik Berhamburan Saat Gempa M 6,5 Guncang Maluku Barat Daya
"Perhitungan dokter istri saya melahirkan pada Senin, Sabtu gempa," kata Waskita saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (27/5/2022)
Evi Hariyanti menambahkan, masih trauma kejadian gempa bumi 2006 silam.
"Tidak mungkin lupa dari ingatan, trauma ya masih ada sedikit. Apalagi waktu itu sedang mengandung dan memasuki hari perkiraan lahir,"ucapnya.
Menurutnya saat rumah sudah roboh dan hanya tinggal di bekas kandang sapi, satu hari pasca gempa bumi dirinya harus dilarikan ke rumah sakit karena tanda-tanda kelahiran anak pertamanya sudah terasa.
Saat hari melahirkan, dirinya diantar ke rumah sakit ibu dan anak tetapi saat itu banyak korban gempa di sana.
"Rumah sakit itu justru banyak korban gempa bumi yang juga harus mendapatkan perawatan," kata Evi.
Baca juga: Gempa M 6,5 di Maluku Barat Daya Terasa hingga Alor dan Kupang
Akhirnya pada 29 Mei 2006, lahir anak pertama berjenis kelamin perempuan dengan selamat.
Warga laiinya, Anang Zainnudin (40), warga Pedukuhan Lanteng II, Kalurahan Selopamioro, Kapanewon Imogiri, mengaku juga masih trauma.
Waktu itu dirinya masih tertidur lelap sekitar pukul 05.55 WIB.
"Jadi begitu grubyuk-grubyuk (terasa getaran gempa) langsung bisa lari. Kalau rasanya ya seperti dilempar itu," kata Anang. Saat itu, suasana waktu itu mencekam, karena muncul asap putih.
Sempat mengira akibat Gunung Merapi, ternyata asap itu adalah debu yang berasal dari bangunan roboh di sekitar rumahnya akibat guncangan gempa.
"Saya kira Merapi mbledos (meletus) karena waktu itu kan ada aktivitas dari Merapi," kata Anang.
Baca juga: 16 Tahun Gempa Yogyakarta, Menumbuhkan Semangat Kebersamaan Menghadapi Potensi Bencana