Dijelaskannya, masing-masing anak memiliki peran. Salah satu anak berperan sebagai pembeli bahan baku pembuatan mercon melalui salah satu e-commerce secara COD (cash on delivery).
Mereka membeli bubuk mercon dari patungan, dibuat sendiri. Selain diledakkan, mereka juga menjualnya.
"Sudah beroperasi bsejak awal puasa. Sistemnya, mereka patungan dan setelah uang terkumpul diberikan ke M sebagai yang bertuga mencari bahan baku dan setelah bahan datang diracik 7 orang tersebut," kata Ihsan.
Mereka menjualnya dengan harga Rp 25.000 per buah, untuk modalnya membeli bahan yang bisa menghasilkan banyak mercon antara Rp 70.000 sampai Rp 80.000.
"Kalau yang ratusan longsongan mercon itu mereka persiapkan untuk malam takbiran di Pajangan," kata Ihsan.
Ihsan menyebutkan, pihaknya menyita 3 bungkus racikan mercon seberat 4 ons, 2 bungkus bubuk belerang/sulfur 2 kilogram, 2 bungkus bubuk potasium 1,8 kilogram dan 1 bungkus alumunium 1,5 ons. Selanjutnya untuk motor ada 3 unit yang disita.
"Selain itu, kami juga sita 473 buah selongsong mercon yang belum jadi. Kemudian 17 mercon yang sudah jadi dengan berbagai ukuran," ucap dia.
Disinggung cara pembuatan, para pelajar ini membuat secara otodidak, belajar dari media sosial.
Saat ini polisi masih melakukan pendalaman kasus ini, dan jika terbukti bersalah akan dilakukan proses hukum.
"Kalau terbukti, mereka disangkakan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman bisa sampai 20 tahun penjara," kata Ihsan.
Baca juga: Mengenal Malam Selikuran di Keraton Yogyakarta dan Solo, Tradisi Menyambut Malam Lailatul Qadar