Ia merupakan putra putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah yang berstatus sebagai Putra Mahkota Yogyakarta sejak usia dua tahun.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX juga merupakan sosok dibalik gagasan pemindahan Ibu Kota Negara ke Yogyakarta pada ketika Jakarta telah dikepung oleh sekutu.
Semasa hidupnya ia dikenal aktif dalam kegiatan politik dan pernah menjadi Wakil Presiden Indonesia kedua periode 1973-1978.
Ia juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia mengingat perannya di gerakan kepanduan tersebut.
KGPAA Paku Alam VIII adalah Raja Pakualaman VIII yang diangkat sebagai KPH Prabu Suryodilogo dengan nama asli BRMH Sularso Kunto Suratno.
Duet kepemimpinan KGPAA Paku Alam VIII dan Sri Sultan HB IX dikenal dengan sosok “loro-loroning atunggal“ atau Dwi Tunggal yang menentukan nasib masa depan negeri masing-masing dalam menghadapi kehadiran penjajahan Belanda.
Setelah Hamengkubuwono IX wafat pada tahun 1988, Paku Alam VIII naik tahta menggantikan sang mendiang menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebelumnya, Paku Alam VIII memang kerap menggantikan tugas sehari-hari Hamengkubuwono IX sebagai kepala daerah istimewa karena kesibukan Hamengkubuwono IX sebagai menteri dalam berbagai kabinet RI.
ISSS Hamengkubuwono X atau Sri Sultan Hamengku Buwono X memiliki nama asli BRM Herjuno Darpito atau Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkubumi.
Oleh ayahandanya, Hamengkubuwono IX ia ditunjuk sebagai Pangeran Lurah atau yang paling dituakan di antara semua pangeran di Keraton Yogyakarta.
Meski telah naik tahta sejak 7 Maret 1989, Sultan HB X baru menjabat sebagai Gubernur DIY pada 1998 menggantikan Paku Alam VIII yang meninggal dunia.
Sampai saat ini, Sri Sultan Hamengkubuwono X masih menjabat sebagai Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada masa pemerintahannya disepakati adanya UU Keistimewaan DIY yang membuat sistem demokrasi di provinsi tetap berjalan walaupun gubernur Yogyakarta tidak dipilih secara langsung.
Seperti tertuang dalam UU No 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY, Gubernur wajib diisi oleh Raja Keraton Yogyakarta bergelar Sultan Hamengkubuwono.
Gubernur Yogyakarta diangkat menggunakan sistem internal keraton, sementara penerapannya dilakukan oleh panitia khusus DPRD DIY yang akan memverifikasi dokumen pengajuan dari Keraton Yogyakarta.
Sumber:
jogjaprov.go.id
jogjaprov.go.id
antaranews.com
kompas.com
kompas.com