Soeprapto tidak menampik, aksi main hakim sendiri sering terjadi.
Terlepas benar pelaku pencurian atau hanya diteriaki pencuri, orang cenderung untuk bertindak anarkis atau main hakim sendiri.
Khususnya ketika mereka merasa kuat dalam kerumunan.
"Saya kira ini yang perlu diluruskan sehingga masyarakat ataupun para pelaku itu juga harus menyadari bahwa sesalah apa pun orang melakukan tindak kekerasan ataupun kriminal tidak boleh main hakim sendiri apalagi dengan merusak, itu juga tidak dibenarkan," tegasnya.
Baca juga: Kronologi Mercy Dirusak Massa di Bantul, Sopir Diteriaki Maling dan Tabrak Sepeda Motor
Menurut Soeprapto, jalanan mempunyai potensi yang lebih besar untuk terjadi collective behavior yang sifatnya negatif, seperti tindakan main hakim sendiri.
"Lokasi sangat memengaruhi, jadi di area parkir, jalanan di perempatan itu memiliki potensi yang lebih besar melakukan tindakan-tindakan anarkis dibandingkan dengan misalnya di dalam kampung, atau gang yang kecil. Intinya ketika merasa dirinya kuat, merasa dirinya tidak mudah dikontrol," ucapnya.
Soeprapto mengungkapkan, sebenarnya masyarakat sudah tahu tindakan main hakim sendiri tidak boleh dilakukan.
Edukasi secara intensif ke masyarakat agar tidak main hakim sendiri sangatlah penting.
Baca juga: Kronologi Mercy Dirusak Massa di Bantul, Sopir Diteriaki Maling dan Tabrak Sepeda Motor
Namun, dalam hal ini edukasi tidak cukup hanya dengan sosialisasi. Perlu ada upaya-upaya pemantuan untuk melihat masyarakat sudah meresapi antikekerasan.
"Itu sebenarnya bisa, tapi perlu dilakukan panjang, intensif terutama bagi mereka yang pekerjaannya berada di tempat-tempat yang ramai, yang berpotensi konflik," ungkapnya.
Musibah kecelakaan bisa terjadi kapan saja dan di mana saja.