Merasa kesulitan menghadapi dua pangeran sekaligus, maka VOC melancarkan politik pecah belah dengan menghasut kedua pangeran itu agar berhenti bekerja sama.
Usaha itu berhasil. Pangeran Sambernyawa menghentikan kerja samanya dengan Pangeran Mangkubumi, dan memilih berjuang sendiri.
Pecah kongsi antara Pangeran Sambernyawa dengan Pangeran Mangkubumi terjadi pada tahun 1752.
Kondisi itu dimanfaatkan VOC untuk merayu Pangeran Mangkubumi agar berunding. VOC saat itu berjanji akan memberikan sebagian kekuasaan Mataram yang dipegang Pakubuwono III.
Perundingan pertama digelar pada 22-23 September 1754. VOC mengundang Pakubuwono III dan Pangeran Mangkubumi dalam satu perundingan.
Dalam perundingan itu dibahas terkait pembagian wilayah, gelar yang akan digunakan, hingga terkait kerja sama dengan VOC.
Pada 13 Februari 1755 perundingan mencapai kata sepakat dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti.
Kerajaan Mataram Islam kemudian dibagi menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat.
Surakarta tetap dipimpin oleh Pakubuwono III, sementara Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan pertama Yogyakarta dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Secara garis besar, Perjanjian Giyanti membagi Mataram Islam menjadi dua, dengan Kali Opak sebagai pembatasnya.
Sebelah timur Kali Opak menjadi wilayah kekuasaan Surakarta, sementara sebelah barat Kali Opak merupakan wilayah Yogyakarta.
Sumber:
Kompas.com
Jogjakarta.go.id
Kratonjogja.id
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.