KULON PROGO, KOMPAS.com – Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, meningkatkan level waspada pada kasus demam berdarah (DB).
Pasalnya, kasus DB jamak mengalami kenaikan semasa musim hujan seperti sekarang, sering pula disertai kematian.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kulon Progo melaporkan ada 116 kasus DB dalam rentang 1-18 Januari 2022.
Baca juga: Siswa SD Tasikmalaya Meninggal Usai Vaksin Alami DBD, Keluarga: di Kampung Tak Musim DBD
Sejumlah 39 kasus di antaranya harus dirawat. Jumlahnya bisa terus bertambah di hari depan.
“Trennya masih akan terus meningkat,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Dinkes Kulon Progo, Rina Nuryati di kantornya, Selasa (18/1/2022).
Kasus DB terbagi atas demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue atau dengue hemorrhagic fever (DBD/DHF). Pada kasus DBD, penderita mengalami kebocoran pembuluh darah.
Kasus DB bisa terus bertambah seiring musim penghujan yang berlangsung saat ini.
Tanda peningkatan sejatinya terlihat mulai awal musim hujan pada September – Oktober 2021.
Baca juga: Siswa SD di Tasikmalaya Meninggal Usai Vaksin, Dinkes: Akibat KIPI dan DBD
Selain itu, peningkatan juga bisa diprediksi dari pola siklus kasus DBD enam tahunan di Kulon Progo. Siklus ini menunjukkan puncak kasus penderita terjadi tiap enam tahun.
Dinkes melaporkan bahwa pernah terjadi 472 kasus DBD pada 2010, lalu tercatat 381 kasus DBD di 2016. Enam tahun kemudian jatuh pada tahun 2022.
Dinkes Kulon Progo pun bersiap menghadapi siklus enam tahunan tersebut.
Tanda kenaikan sebenarnya sudah tampak dalam tiga tahun belakangan, yakni sebanyak 194 kasus DBD di 2019, 316 kasus DBD di 2020 dan 213 kasus di 2021.
Sementara tahun 2022 ini, yang memasuki Minggu ketiga, sudah terjadi 39 kasus DBD menjalani perawatan sepanjang 1-18 Januari 2022. Tidak ada kematian di tahun ini.
Baca juga: Jumlah Kasus dari Klaster di Kulon Progo Bertambah, 14 Orang Positif Covid-19
Rina mengungkapkan, waspada semakin ditingkatkan karena siklus enam tahunan ini berlangsung di tengah wabah Covid-19.
Pada banyak kasus, perkembangan Covid-19 turut mempengaruhi keputusan warga untuk berobat, terutama pada sakit dengan gejala demam.
“Kita harus cepat ingatkan ke masyarakat, karena takut Covid malah terlambat penanganannya di masyarakat,” kata Rina.
Pemerintah memprioritaskan penanganan untuk mengantisipasi adanya kasus kematian.
Hal ini mengingat kasus kematian muncul dalam dua tahun terakhir, yakni 3 kematian kasus demam berdarah di 2020 dan enam kasus di 2021.
Kawasan padat pemukiman juga menjadi perhatian. Hal ini karen penyebaran kasus DB dari waktu ke waktu terbanyak masih di Kapanewon Wates, Nanggulan, dan Sentolo. Ketiga kecamatan itu merupakan kawasan dengan pemukiman terpadat.
Baca juga: Anak Berusia 7 Tahun di Tulungagung Meninggal akibat Demam Berdarah
Nyamuk Aedes aegypti punya kemampuan terbang dalam radius 200 meter. Hal itu berpengaruh pada kawasan padat penduduk.
“(Penularan masif) lebih pada kepadatan penduduk. Nyamuk beredar paling jauh 200 meter. Kalau di (Kapanewon) Samigaluh cuma ketemu 2 rumah, di Wates bisa 100 rumah,” kata Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Kulon Progo, Eko Damayanti.
Ia mengungkapkan, pemerintah telah menyiapkan tujuh rumah sakit swasta dan dua milik pemerintah dalam kasus ini.
Pemerintah juga mendorong aktifnya kembali program juru pemantau jentik atau jumantik di masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.