YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa anak bermain sepak bola di tengah jalan Padukuhan Janganmati, Kalurahan Jepitu, Kapanewon Girisubo, Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Lokasi yang cukup terpencil dan jauh dari pusat kota Wonosari, sekitar 34 km, dan harus melewati perbukitan membuat Padukuhan ini tergolong sulit sinyal internet maupun ponsel.
Bahkan, untuk menangkap siaran televisi pun harus menggunakan parabola, atau menempatkan antena biasa pada ketinggian sekitar 20 meter, sehingga siaran televisi pun terbatas.
Baca juga: Belum Ada Bantuan, Kami Kekurangan Air Bersih dan Makanan
Hal ini menjadikan anak-anak di sana lebih banyak bermain di luar rumah dibandingkan menggunakan gawai maupun menonton televisi.
Akses keluar masuk pun cukup terjal dan hanya mengandalkan cor blok sekitar 2 km dari jalan umum.
Rumah warga di sana cukup bagus karena sudah berdinding semen dan batu bata merah. Selain itu, setiap rumah ada antena menjulang cukup tinggi atau parabola.
Dusun Janganmati dihuni 33 kepala keluarga, dan 142 jiwa, terbagi menjadi 2 RT.
Dukuh Janganmati Irna Widyanti menceritakan, mengapa padukuhannya diberi nama Janganmati oleh leluhurnya dulu.
"Ada menjangan (hewan sejenis rusa) yang mati di sana (luar padukuhan) dan diberi nama Dusun Janganmati. Tidak ada cerita yang lain," kata Irna saat ditemui di rumahnya, Minggu (16/1/2022).
Baca juga: 12 KK Terisolasi akibat Proyek Tol Cisumdawu, Curhat Kekurangan Air dan Bising
Dia mengakui, padukuhan yang dipimpinnya turun-temurun dari kakek, ayah, hingga dirinya yang menjabat sejak 2011 lalu cukup terpencil dan kesulitan sinyal.
Baik sinyal seluler maupun televisi, sehingga setiap rumah harus memasang parabola, atau menempatkan antena tv-nya cukup tinggi.
Setiap antena tv minimal 20 meter dari permukaan tanah untuk menangkap sinyal.
Uniknya, ada sebuah televisi berukuran besar miliknya yang diletakkan di ruang tamu, hanya digunakan warga untuk menonton sepak bola.
Sebab, untuk sinyal dari parabola saat pertandingan diacak, dan tidak semua lokasi memperoleh sinyal televisi.
"Ini ditaruh di sini kan belum lama ada pertandingan bola itu, di sini menontonnya ramai-ramai di tengah jalan itu menggunakan tikar," ucap Irna.
Baca juga: Sekolah Terdampak Proyek Jalan, Puluhan Siswa di Gunungkidul Belajar di Balai Padukuhan
Sulitnya sinyal kemungkinan karena padukuhan berada di lembah dikelilingi pegunungan karst.
Untuk internet, dirinya menggunakan modem yang belum lama dibelinya diletakkan di depan rumah menggunakan pipa dan ditutupi kaleng plastik bekas makanan.
Menurut Irna, sinyal yang diperolehnya menggunakan modem terbaru cukup membantu pekerjaanya, mulai rapat online sampai sinyal untuk komunikasi.
"Ya lumayan, saya gonta-ganti provider untuk mendapatkan sinyal," kata dia.
"Itu pun tidak boleh dipindah, karena kalau dipindah sinyalnya hilang," kata Irna.
Bagi warga yang tidak memiliki penangkap sinyal, harus mencari lokasi yang agak tinggi untuk mendapatkan sinyal internet.
"Kalau kita mau mencari informasi apapun melalui gawai itu kita harus ke tempat yang tinggi," kata dia.
Baca juga: Bupati Sleman Resmikan Fasilitas WiFi Gratis di 435 Padukuhan
Di depan rumah Dukuh Irna ada sebuah meteran PDAM, di atasnya ada jadwal aliran air bersih
Itu satu-satunya meteran yang ada di Dusun Janganmati, dan pengelolaannya dilakukan bergilir.
Setiap beberapa kubik air nantinya selang dari kran akan dipindah, ada dua selang yakni sisi timur dan barat padukuhan.
Praktis warga sekitar mengandalkan pasokan dari PDAM, dan air hujan saat musim hujan.
Sebab, tidak ada sumber mata air di sekitar Padukuhan tersebut.
Warga memanfaatkan air hujan yang ditampung melalui bak PAH (Penampungan Air Hujan) yang ada disamping atau di belakang rumah.
Adapun untuk pertanian mereka hanya mengandalkan air hujan, atau ladang tadah hujan. Saat musim kemarau ladang dipakai menanam tanaman pakan ternak, atau dibiarkan begitu saja.
"Di sini setiap musim kemarau ya harus membeli, rumah saya saja 18 tangki selama musim kemarau, dan setiap tangkinya Rp 150.000. Tapi, tergantung jumlah keluarganya," ucap dia.
Baca juga: Hampir Separuh Wilayah di Padukuhan Ini Hilang karena Tol Yogya-Bawen
Baru 10 tahun terakhir listrik masuk Padukuhan Janganmati, dulu warga hanya mengandalkan listrik yang disambung secara swadaya oleh masyarakat sekitar.
"Dulu itu sampai habis 16 rol kabel untuk menyambung dari Bohol (Kapanewon Rongkop) ke sini. Satu kabel digunakan untuk beberapa warga," ucap warga lainnya, Sumpomo.
Suami dari Irna itu menceritakan, jika ada kabel yang putus di malam hari, warga sekitar bergotong-royong mencari lokasi kabel yang terputus.
"Di sini warganya rukun-rukun, jika ada kesulitan langsung bergerak," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.