Dari sini muncul gagasan untuk membuat sistem penanggalan baru yang memadukan kalender Saka dengan Hijriyah.
Sistem penanggalan baru ini yang kemudian dikenal dengan Kalender Jawa Islam atau Kalender Sultan Agungan.
Sistem penanggalan Jawa yang baru ini secara angka tahun tetap meneruskan tahun Saka. Namun sistem perhitungannya diubah dari yang berpatokan pada putaran matahari kepada perhitungan berdasarkan putaran bulan.
Pada praktiknya, perubahan ini tidak mengakibatkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat Jawa saat itu. Sebab, perubahan tidak dilakukan dengan memutus perhitungan dari tatanan lama yang sudah digunakan masyarakat.
Siklus Hari dan Bulan pada Kalender Sultan Agungan
Sebagaimana layaknya sistem penanggalan, Kalender Jawa Islam atau Kalender Sultan Agungan juga memiliki siklus hari dan bulan.
Siklus hari pada Kalender Jawa Islam terdiri dari tujuh hari (saptawara) dan lima hari pasaran (pancawara).
Saptawara terdiri dari Ngahad (Dite), Senen (Soma), Selasa (Anggara), Rebo (Buda), Kemis (Respati), Jemuwah (Sukra), dan Setu (Tumpak).
Sementara pancawara atau hari pasaran Jawa terdiri dari Kliwon (Kasih), Legi (Manis), Pahing (Jenar), Pon (Palguna), dan Wage (Cemengan).
Sedangkan siklus bulan pada sistem penanggalan Jawa Islam terdiri dari 12 bulan. Berbeda dengan Kalender Saka, pada sistem yang baru ini nama-nama bulan diserap dari bahasa Arab.
Baca juga: Keraton Surakarta: Sejarah Berdirinya, Fungsi, dan Kompleks Bangunan
12 bulan dalam kalender Jawa Islam yaitu Sura, Sapar, Mulud, Bakdamulud, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rejeb, Ruwah, Pasa, Sawal, Dulkangidah, dan Besar. Umur tiap bulan antara 29 atau 30 hari.
Satu tahun dalam Kalender Jawa Islam ini berumur 354 3/8 hari. Terdapat siklus delapan tahunan yang disebut dengan windu, dan masing-masing memiliki nama yaitu Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Tahun Ehe, Dal, dan Jimakir.
Jimakir memiliki umur 355 hari, dan dikenal sebagai tahun panjang atau Taun Wuntu. Sementara tahun yang lain berumur 354 hari yang disebut tahun pendek atau Taun Wastu.
Sumber:
Indonesia.go.id
Kratonjogja.id