Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Sayur Lodeh, Hidangan Penghalau Wabah di Pulau Jawa

Kompas.com - 16/03/2021, 12:52 WIB
Rachmawati

Editor

Tapi sekarang, sayur lodeh sudah seperti makanan biasa. Di samping kompleksitas linguistik dan numerologinya, ada sebuah kepraktisan, kebiasaan yang membumi, yang membuat slametan terasa bertolak belakang.

Baca juga: Resep Oblok-oblok Lembayung, Mirip Lodeh tapi Pakai Kelapa Parut

Sejarah kompleks

Sayur lodeh memang mudah dibuat, namun asal-usulnya cukup rumit. Beberapa ahli percaya tradisi memasak sayur lodeh berasal dari masa kejayaan peradaban Jawa Tengah pada abad ke-10.

Kala itu, konon sayur lodeh membantu melewati masa-masa sulit selama letusan dahsyat Gunung Merapi pada 1006.

Sejarawan kuliner seperti Fadly Rahman memperkirakan tradisi memasak lodeh juga sudah dilakukan pada abad ke-16, setelah bangsa Spanyol dan Portugis memperkenalkan kacang panjang ke Jawa.

Beberapa sejarawan lain yakin bahwa "tradisi kuno" ini mulai muncul kembali pada abad-19; di pergantian ke abad 20, saat Yogyakarta menjadi jantung Kebangkitan Nasional Indonesia, periode di mana banyak mitos daerah ditemukan dan dirayakan.

Baca juga: Perangi Corona dengan Kearifan Lokal, Masak Sayur Nangka hingga Disinfektan Sirih Jeruk Nipis

Namun legenda sayur lodeh memang diperkuat pada awal abad ke-20.

Contoh paling terkenal adalah pada 1931, pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VIII, ketika Jawa telah dilingkungi wabah pes selama lebih dari dua dekade.

Namun catatan sejarah juga menunjukkan bahwa sayur lodeh telah dimasak untuk menanggapi krisis pada 1876, 1892, 1946, 1948, dan 1951.

Yang semakin pelik, lambat laun sayur lodeh menjadi kian populer di seluruh Nusantara. Maka semakin sulit pula menemukan alasan mengapa dan bagaimana hidangan ini berevolusi.

Baca juga: Bertemu Megawati, Jokowi Santap Sayur Lodeh Kegemaran Bung Karno

Tapi sejarawan Khir Johari mengatakan, pertanyaan-pertanyaan itu tidak relevan.

"Saat kita melihat sejarah sebuah makanan, kita tergoda untuk mencoba mengkait-kaitkan peristiwa sampai Anda menemukan kisah yang monosentris," ujarnya.

"Padahal bisa jadi makanan itu berasal dari lebih dari satu tempat."

"Komunitas Peranakan Tionghoa di Singapura menyajikan sayur lodeh sebagai semur sayur berkuah kuning yang dimakan dengan lontong," ujarnya.

"Sementara orang-orang Jawa di Singapura memasak lodeh tanpa kunyit."

Baca juga: Resep Lawar Nangka Halal, Makanan khas Bali untuk Makan Siang

Sayur lodeh di Roemah Kuliner, Gedung Metropole.Kompas.com/Silvita Agmasari Sayur lodeh di Roemah Kuliner, Gedung Metropole.
Bagi Johari, transformasi sayur lodeh menyebar melalui tambal-sulam budaya Nusantara dan saling berkelindan dengan makanan, kebudayaan sosial, dan lingkungan.

Lahan pertanian subur di sekeliling Yogyakarta memang memasok sayuran yang memungkinkan penduduknya bertahan menghadapi wabah dan erupsi gunung berapi, tapi kota ini juga dikelilingi pelabuhan-pelabuhan maritim utama.

Mengkarantina penduduk berarti juga menerapkan isolasi pada para pendatang baru. Bisa jadi, para pelaut Jawa yang kemudian membuat lodeh populer hingga ke luar Yogyakarta.

Makanan sejenis sup, kuah, dan kari — layaknya sayur lodeh — sangat praktis dimasak saat terjebak di kapal.

Baca juga: Sejarah Mendol, Makanan Khas Malang dari Tempe Busuk

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hilang di Sungai Oya Gunungkidul, Siswa SD Dicari Menggunakan Drone

Hilang di Sungai Oya Gunungkidul, Siswa SD Dicari Menggunakan Drone

Yogyakarta
30 Kilogram Bahan Petasan di Bantul Disita, 3 Orang Ditangkap

30 Kilogram Bahan Petasan di Bantul Disita, 3 Orang Ditangkap

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok : Siang Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok : Siang Hujan Ringan

Yogyakarta
Ratusan Hewan di Gunungkidul Divaksinasi Antraks

Ratusan Hewan di Gunungkidul Divaksinasi Antraks

Yogyakarta
Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Jawa Tengah, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Jawa Tengah, 29 Maret 2024

Yogyakarta
Yogyakarta Peringkat Empat Tujuan Mudik Lebaran, Polda DIY Siapkan Rekayasa Lalu Lintas

Yogyakarta Peringkat Empat Tujuan Mudik Lebaran, Polda DIY Siapkan Rekayasa Lalu Lintas

Yogyakarta
Kantor Disnakertrans DIY Digeruduk Massa, Didesak soal Penerbitan SE Gubernur untuk THR bagi Ojol dan PRT

Kantor Disnakertrans DIY Digeruduk Massa, Didesak soal Penerbitan SE Gubernur untuk THR bagi Ojol dan PRT

Yogyakarta
Saat Ganjar Pranowo Resmi Ber-KTP Sleman...

Saat Ganjar Pranowo Resmi Ber-KTP Sleman...

Yogyakarta
Jelang Lebaran, Polres Gunungkidul Siapkan Satgas Ganjal Ban

Jelang Lebaran, Polres Gunungkidul Siapkan Satgas Ganjal Ban

Yogyakarta
Analisis Gempa Magnitudo 5,0 di Gunungkidul Hari Ini, Dirasakan hingga Pacitan dan Trenggalek

Analisis Gempa Magnitudo 5,0 di Gunungkidul Hari Ini, Dirasakan hingga Pacitan dan Trenggalek

Yogyakarta
Gempa Magnitudo 5,0 Guncang Gunungkidul, Tak Berpotensi Tsunami

Gempa Magnitudo 5,0 Guncang Gunungkidul, Tak Berpotensi Tsunami

Yogyakarta
Organda DIY Larang Bus Pasang Klakson Telolet, 'Ngeyel' Bakal Dicopot

Organda DIY Larang Bus Pasang Klakson Telolet, "Ngeyel" Bakal Dicopot

Yogyakarta
Fakta di Balik Fenomena Munculnya Gundukan Lumpur di Grobogan Pascagempa Tuban

Fakta di Balik Fenomena Munculnya Gundukan Lumpur di Grobogan Pascagempa Tuban

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Siang Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Siang Hujan Ringan

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com