Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Cak In'am, Lewat Kedai Kopi Kenalkan Kebinekaan Indonesia kepada Eks Napi Terorisme

Kompas.com - 26/09/2020, 06:30 WIB
Wijaya Kusuma,
Khairina

Tim Redaksi

 

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Seorang pria mengenakan sarung berwarna biru duduk di kedai kopi "Gandroeng", Nologaten, Caturtunggal, Depok, Sleman. Ia tampak ramah dan murah senyum kepada siapa pun.

Pria ini adalah pemilik dari kedai kopi "Gandroeng". Ia bernama Muhammad In'am Amin (44).

Selain mengurusi kedai kopi, pria berkacamata ini ternyata juga aktif di yayasan rehabilitasi eks narapidana terorisme yang bernama Yayasan Lingkar Perdamaian.

Di yayasan tersebut, pria berusia 44 tahun ini mendampingi eks narapidana teroris (napiter) agar kembali ke pangkuan ibu pertiwi dan memiliki hidup yang baru, termasuk menghargai kebinekaan dan mempunyai masa depan yang lebih baik.

Baca juga: Sosok Napiter Kasus Bom Bali II di Mata Adik Kandung: Pernah Kerja Bareng dan Mengajar Mengaji

Di kedai kopi yang didirikannya itulah, Cak In'am, panggilan Muhammad In'am Amin, melakukan pendampingan.

Cara pendampingannya dengan mengobrol santai bersama eks narapidana teroris sambil ngopi di kedai kopi miliknya.

Cak In'am mengatakan, ada beberapa pengalaman yang membuat hatinya terpanggil untuk merangkul eks napiter, napiter, ataupun keluarganya hingga aktif di Yayasan Lingkar Perdamaian.

"Ya bukan membina istilahnya, terlalu berlebihan. Ya kita berbagilah, mudah-mudahan bermanfaatlah, mereka (eks napiter) perlu sentuhan, perlu perhatian, perlu di-uwongke," ujar Muhammad In'am Amin saat ditemui di Kedai Kopi Gandroeng, Selasa (22/9/2020).

Dia menceritakan, setelah lulus sekolah dasar (SD), dirinya masuk ke salah satu pondok pesantren di daerah Solo, Jawa Tengah. Di situlah ia mengenal para pelaku aksi terorisme.

"Bapak saya itu teman bapaknya Amrozi, Ali Imron, Ali Yusron. Saya familiar banget dengan keluarga, Amrozi," ucapnya.

Pada saat Amrozi ditahan di Lapas Nusakambangan, anaknya sempat ikut dan dirawat oleh Cak In'am.

Putra Amrozi ikut Cak In'am dari sekolah menengah pertama (SMP) hingga sekolah menengah atas (SMA).

"Anaknya ikut saya SMP, SMA ketika bapaknya di Nusakambangan. Itu ya tahun 2005, 2006, sekarang sudah besar, sudah punya anak," bebernya.

Ada satu kisah lagi yang membuat pria kelahiran Lamongan, Jawa Timur, ini terlibat di Yayasan Lingkar Pedamaian.

Diceritakannya, pada tahun 2011 adiknya memutuskan untuk melanjutkan studi di Mesir.

Pada tahun pertama, adiknya masih terpantau aktif menjalani studi. Namun, pada tahun kedua, tiba-tiba adiknya menghilang. Ternyata adiknya terpapar paham radikalisme.

"Masih muda 17 tahun, anaknya pendiam, santun, tapi tidak tahu tiba-tiba pergi ke Suriah, Saya suruh pulang tidak mau. Akhirnya kabar duka kita terima, meninggal tahun 2012, kabarnya terlibat bom bunuh diri di Suriah atau Irak," tuturnya.

Dari peristiwa tersebut, Cak In'am mengambil kesimpulan ada sesuatu yang tidak beres. Sebab, dirinya sangat mengenal sosok adiknya tersebut.

"Ada mungkin kesalahpahaman, ada brain washing, karena saya tahu betul adik saya itu. Makanya, saya berharap jangan sampai ada anak-anak seperti yang dialami adik saya," ujarnya.

Dia menyampaikan, Yayasan Lingkar Perdamaian diinisiasi oleh Ali Fauzi, adik dari Amrozi. Namun, sebenarnya sebelum dibentuk, yayasan itu sudah bergerak untuk merangkul para eks napiter. Yayasan ini pusatnya di Lamongan, Jawa Timur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com