YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia baru saja mengelar pemilihan umum pada 17 April 2019 lalu. Pemilu kali ini berbeda dengan sebelumnya, karena pertama kalinya digelar serentak untuk pileg dan pilpres.
Sejumlah mahasiwa Universitas Gadjah Mada (UGM) mengomentari pemilu serentak pada 17 April 2019.
Taufik Al Faruk (19), mahasiswa Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) mengatakan, pemilu 2019 adalah pesta demokrasi pertama baginya dalam menggunakan hak pilih.
"Ini pemilu pertama saya. Sepengetahuan saya, pemilu 2019 ini berbeda dengan sebelum-sebelumnya," ujar Taufik, Jumat (26/4/2019).
Baca juga: Kata Mahasiswa ITB soal Pemilu 2019: Arti Satu Suara hingga PR untuk Presiden Terpilih
Taufik menuturkan, sebagai orang yang menggunakan hak pilihnya pertama kali, Pemilu 2019 ini menarik. Sebab Pemilu 2019 tidak hanya memilih anggota legislatif tetapi juga presiden dan wakil presiden.
Di tempat pemungutan suara (TPS), kata Taufik, sebagai pemilih pertama, ia langsung menerima 5 lembar surat suara yang harus dicoblos.
"Pertama memilih, langsung dapat yang serentak, dari legislatif DPR RI, DPD, DPR kabupaten/kota tambah pilpres. Itu sih yang menarik," tuturnya sambil tersenyum.
Taufik melihat suasana Pemilu 2019, khususnya untuk pilpres, juga berbeda dari sebelumnya. Pada Pilpres 2019, politik identitas terasa kental.
"Sebagai orang yang pertama kali, saya tidak terlalu memikirkan dua kandidat, karena menurut saya politik identitasnya terasa banget," katanya.
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Anugrah Setyo Panuntun berpendapat, yang menarik dari Pemilu 2019 adalah isu agama.
"Para capres berkompromi dengan isu agama untuk mendulang suara. Jokowi memilih Ma'ruf Amin daripada Mahfud MD, sedangkan Prabowo dan BPN membangun narasi agama yang kuat," katanya.
Selain itu, pada Pilpres 2019 ini partisipasi masyarakat meningkat. Masyarakat juga mau lebih terlibat.
Baca juga: Harapan Mahasiswa ITB tentang Sosok Presiden untuk Indonesia
Di Pilpres 2019 ini masyarakat juga semakin kritis karena banyaknya berita hoaks yang bertebaran di mana-mana.
"Para first voters dan swing voters jadi lebih kritis terhadap narasi yang dibangun masing-masing paslon," kata Anugrah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.